Share

5. Tanda Tangan Kontrak

Author: Ndraa Archer
last update Last Updated: 2024-12-19 13:53:31

"Jasmine, sudah siap?" tanyanya, suara lembut namun penuh kecemasan. Zora masuk dengan langkah pelan, wajahnya tampak lelah meski berusaha tersenyum.

Jasmine mengangguk pelan, matanya masih tertuju pada kontrak itu. Hati kecilnya terasa hancur, tetapi dia tahu tak ada pilihan lain. Semua sudah diputuskan.

”Atau... kamu mau sarapan dulu?” tanya Zora ramah.

Pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya. Jasmine duduk sendirian di meja makan, menatap cangkir teh yang mulai mendingin. Matanya kosong, tangannya gemetar.

"Noah menunggumu di ruang tamu," lanjut Zora, menepuk bahu Jasmine dengan lembut. "Kami akan menunggu di sana. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja."

Jasmine menatap Zora dengan mata penuh pertanyaan. "Tapi... apakah ini benar-benar yang terbaik, Zora?" Suaranya hampir tak terdengar. "Aku merasa seperti aku kehilangan diriku sendiri."

Zora menarik napas panjang, ekspresinya berubah lebih serius. "Aku tahu kamu merasa seperti itu," jawabnya dengan lembut, namun nada suaranya sarat penyesalan. "Tapi ini untuk nenekmu. Dan untukku... Aku sudah tidak bisa memberi apa-apa lagi untuk Noah. Ini pilihan yang sangat sulit untukmu, tapi aku percaya kamu bisa melewatinya."

Jasmine mengangguk, meski hatinya terasa berat. "Aku... akan melakukannya, aku akan sarapan dan menyusul setelah ini," jawabnya dengan suara pelan, tetapi dalam hatinya jurang kebimbangan semakin dalam.

Zora tersenyum dia meletakkan Roti bakar dan potongan buah segar di atas meja. Lalu meninggalkan Jasmine yang duduk menatap makanan- makanan itu.

Dengan langkah lesu, akhirnya Jasmin berdiri dan menuju ruang tamu, tempat Noah dan Zora menunggu. Pria itu duduk dengan postur tegap, mengenakan setelan hitam yang selalu membuatnya terlihat dingin dan tak terjangkau. Matanya terfokus pada Jasmine, tetapi wajahnya tetap datar, tak menunjukkan apapun selain ketegasan yang menakutkan.

“Jasmine.” Suara Noah terdengar lebih tegas dari biasanya. "Kontrak itu sudah siap. Segera tandatangani, kita tidak punya banyak waktu. Aku akan mengurus ke notaris setelah ini dan bekerja."

Jasmine menatap kontrak itu, matanya tak mampu mempercayai apa yang sedang terjadi. Dia tahu, sekali dia menandatanganinya, hidupnya akan berubah selamanya dan dia tak bisa mundur lagi.

Zora berdiri di sebelah Noah, matanya memancarkan kecemasan yang sulit disembunyikan. "Jasmine." Zora mulai bicara, “Aku tahu ini sangat berat. Tapi kamu kuat, kita semua tahu itu."

Jasmine menarik napas dalam-dalam dan duduk di kursi di depan mereka. Tangannya kembali gemetar saat pena menyentuh kertas. Setiap goresan tinta itu mengingatkannya pada pengorbanan yang harus dia buat.

“Aku akan melakukannya,” gumamnya, mencoba menenangkan diri. Dengan sekali gerakan, Jasmine menandatangani kontrak itu.

Noah menatapnya tajam, seolah memastikan bahwa keputusan ini tak akan pernah berubah. “Aku harap ini keputusan terbaikmu, Jasmine. Pernikahan kita akan berlangsung dalam tiga hari. Zora sudah menyelesaikan pembayaran rumah sakit nenekmu dan uang kuliahmu sudah disiapkan,” kata Noah dengan nada datar. "Jangan pikirkan hal lain. Semua sudah diatur."

Zora menambahkan, “Dan ingat, ini pernikahan yang harus dirahasiakan. Kamu harus menjaga rahasia ini, Jasmine. Kita semua terikat pada perjanjian ini."

Jasmine hanya mengangguk pelan. Kata-kata Zora seperti belati yang menusuk jantungnya, tetapi demi neneknya dan Zora yang sudah berkorban begitu banyak, Jasmine tahu dia tak punya pilihan selain melangkah maju.

Setelah menandatangani kontrak itu, suasana di ruangan itu terasa mencekam. Tak ada ucapan selamat atau kebahagiaan. Keheningan yang menekan mengingatkan Jasmine bahwa langkah yang baru diambil tak bisa dibatalkan.

Zora memeluk Jasmine dengan lembut, mencoba memberi dukungan. "Ini bukan jalan yang mudah, Jasmine," katanya dengan suara penuh empati. "Aku tahu kamu merasa seperti ini hanya sebuah pengorbanan besar. Tapi kamu tidak sendirian. Aku ada di sini untukmu. Terima kasih."

Jasmine menghela napas, menahan air mata yang hampir jatuh. "Aku merasa seperti aku mengkhianati diriku sendiri, Zora," bisiknya dengan suara bergetar. "Aku tak tahu bagaimana harus bertahan dalam pernikahan ini. Aku jahat padamu."

Zora memandangnya dengan wajah penuh pengertian. “Aku tahu kamu merasa seperti itu, tapi ingat. Kamu bukan hanya untuk aku dan Noah, kamu untuk nenekmu. Jangan biarkan perasaanmu menghalangi keputusan ini. Ini adalah yang terbaik untuk semuanya, kamu sudah jadi penolong dalam hidupku.”

Jasmine terdiam, berusaha menerima kenyataan yang ada. Dalam hatinya, dia merasa terperangkap dalam dunia yang tak bisa dia kendalikan. Tidak ada lagi jalan mundur.

Noah berdiri dan memeriksa jam tangannya. "Semua sudah selesai. Dalam tiga hari, kita akan melangsungkan pernikahan. Pastikan kamu siap, jangan melakukan kejutan seperti kemarin lagi. Persyaratan yang konyol," ujarnya sinis dengan senyuman meremehkan.

Jasmine menatapnya, mencari secercah empati di matanya, tetapi yang dia temukan hanya wajah sinis menyebalkan. Dengan langkah pelan, Jasmine berdiri dan meninggalkan ruangan.

"Apa yang akan terjadi setelah ini?" bisiknya pelan, tak ada yang menjawab. Keputusan ini adalah titik tak terelakkan dalam hidupnya dan Jasmine hanya bisa berharap dia cukup kuat untuk melewati semuanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Arthea Velsha
walau berat harus kuat yaa jasmin...
goodnovel comment avatar
ochaa ochaa
3hari lagi nikah cepet ya
goodnovel comment avatar
ochaa ochaa
selalu kuat ya jasmine.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO    Epilog

    Anak-anak itu menoleh, tertawa, lalu tetap berlari, seperti semua anak-anak yang percaya bahwa dunia ini cukup luas untuk menampung kebebasan mereka. Di antara ilalang dan bunga rumput yang bergoyang ringan diterpa angin, mereka tampak seperti cahaya kecil yang menari di dunia yang akhirnya bersedia memberi ruang bagi kebahagiaan.Di samping Jasmine, Noah duduk dengan tangan melingkar santai di bahu istrinya. Wajahnya tenang, tidak lagi menyimpan beban yang dulu begitu menggerogoti. Rambutnya sedikit lebih panjang sekarang, dengan gurat waktu di sekitar matanya, tapi senyumnya tetap sama—tulus dan hangat, seperti pagi yang tidak terburu-buru.“Mereka cepat sekali tumbuh, ya,” kata Noah, suaranya lembut namun sarat kebanggaan. Matanya mengikuti setiap langkah kecil yang penuh semangat di halaman itu.“Kadang aku merasa... kita terlalu beruntung bisa sampai di titik ini,” sahut Jasmine, menatap mereka dengan pandangan yang sulit dijel

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO   414. Merangkul Jasmine Erat

    Noah keluar dari dalam rumah, membawa selimut kecil yang mereka beli dulu—saat masih menanti kelahiran. Ia membentangkannya di bangku kayu panjang di teras, lalu duduk di samping Jasmine.“Masih ingat waktu pertama kita ke sini?” tanyanya pelan.Jasmine mengangguk, tersenyum samar. “Kita bahkan belum tahu bagaimana caranya memasak air dengan kompor kayu.”Noah tertawa kecil. “Dan kamu nyaris membakar tirai karena mau bikin teh.”“Tapi kamu tetap minum tehnya. Padahal rasanya...” Jasmine menggigit bibir, menahan tawa.“Kayak air rendaman kayu bakar,” Noah menyambung.Tawa mereka menyatu dengan suara dedaunan yang ditiup angin. Ringan. Seperti hati mereka sore itu.Sejenak, keheningan datang lagi. Tapi bukan yang canggung. Keheningan yang penuh penerimaan.“Jas,” ucap Noah pelan, “kamu tahu... kalau waktu bisa diulang, aku nggak akan memilih jalan

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO   413. Tempat Kita Kembali

    Siang itu, Noah dan Jasmine duduk bersama di ruang kerja Oma Dursila. Ruangan itu sunyi sejak terakhir kali Noah dan neneknya berdebat. Namun mereka datang bukan untuk membuka luka baru, melainkan untuk mencoba menyembuhkan yang lama.Tak lama kemudian, pintu terbuka. Oma Dursila masuk dengan langkah pelan, wajahnya tampak lebih tua dari sebelumnya. Matanya menatap mereka berdua bergantian, lalu ia duduk di kursi yang biasa ia tempati di balik meja.Tidak ada pembuka basa-basi. Hanya hening yang menegangkan. Hingga akhirnya Jasmine bersuara, “Oma, saya tahu... mungkin selama ini saya cuma duri di mata Oma. Tapi saya ingin jujur hari ini. Saya ingin kita semua berhenti saling menuduh.”Oma mengangkat alisnya. “Jujur tentang apa?”“Noah dan saya akan pergi dari rumah ini. Bukan karena takut. Tapi karena kami ingin hidup tanpa bayang-bayang. Tapi sebelum itu... saya ingin Oma tahu bahwa saya tidak pernah memanipulasi Noah. Saya

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO   412. Bayangan yang Tersisa

    Ada jeda yang panjang, sebelum Jasmine akhirnya berkata, “Aku takut.”Noah menoleh, keningnya berkerut. “Takut kenapa?”Jasmine menatap matanya, lalu bergeser menjauh sedikit, masih memeluk dirinya sendiri. “Takut kalau semua ini cuma sebentar. Kalau pada akhirnya, kita akan hancur lagi. Takut kalau aku nggak cukup kuat untuk menghadapi semua ombak yang akan datang.”Noah melangkah mendekat. Ia berdiri di belakang Jasmine, lalu tanpa memaksakan, ia menyentuh pundaknya dengan lembut. “Aku juga takut,” ucapnya lirih. “Tapi kita bisa takut bersama. Kita bisa kuat bareng. Kita nggak harus pura-pura baik-baik saja.”Jasmine memejamkan mata. Sentuhan Noah masih sama—hangat, dalam, dan membingungkan. Ada bagian dari dirinya yang ingin menyerah, tapi ada juga bagian lain yang perlahan tumbuh lagi, seperti tunas kecil yang berani muncul di antara reruntuhan musim dingin.“Noah,” u

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO   411. Renggang yang Perlahan Mendekat

    “Aku tahu apa yang Nenek lakukan,” katanya pelan tapi tajam. “Penyelidikan terhadap Jasmine. Orang yang Nenek kirim diam-diam. Nenek mengira aku tidak tahu?”Oma mengangkat alis. “Aku melakukan apa yang perlu aku lakukan. Untuk keluargaku. Untuk masa depanmu.”Noah menatap langsung ke mata neneknya. “Atau untuk mempertahankan kekuasaan dan kendali?”Pertanyaan itu menggantung, menampar ruang di antara mereka.“Jasmine adalah—” Noah terdiam sejenak, menahan gelombang emosi yang hampir meledak. “Dia orang yang aku pilih. Apa pun masa lalunya, aku akan tetap bersamanya. Karena dia membuatku merasa hidup kembali. Bukan seperti boneka pewaris yang selalu Nenek bentuk.”Oma menyipitkan mata, namun nadanya tetap tenang. “Kamu terlalu cepat percaya. Dunia ini lebih kejam daripada yang kamu kira, Noah.”“Tapi aku tahu siapa yang jahat di sini,” balas

  • Menjadi Ibu Pengganti untuk Anak CEO   410. Kebenaran yang Tertinggal

    Noah berdiri. “Siapa?”“Namanya… Melinda. Dia mengaku pernah mengenal ayah Tuan, dan Ibu Jasmine.”Jasmine dan Noah saling berpandangan. Dunia mereka kembali goyah. Jasmine bangkit perlahan, wajahnya tampak pucat.“Aku ikut,” ucap Jasmine cepat.Noah tak menolak. Mereka berjalan berdampingan menuju ruang tamu, dada mereka sama-sama dipenuhi pertanyaan yang belum sempat terjawab.Di ruang tamu, seorang wanita berusia sekitar empat puluhan duduk dengan anggun namun terlihat gugup. Rambutnya diikat sederhana, dan matanya terus mengamati setiap sudut ruangan, seolah sedang memanggil kenangan yang lama terkubur.Saat Noah dan Jasmine masuk, wanita itu berdiri cepat. “Kalian pasti… Noah dan Jasmine?”Mereka mengangguk. Noah melangkah maju. “Ibu Melinda, kami diberitahu bahwa Anda mengenal orang tua kami?”Melinda tersenyum lemah. “Bukan hanya mengenal. Ak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status