Share

Bab 7. Mencurigakan

Penulis: woaini
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-20 07:53:05

Kinara merasa tubuhnya lemas setelah pintu pantry kembali tertutup, kini hanya tinggal dia sendiri di sana dengan kedua pipi yang memerah bak kepiting rebus. Baru disentuh seperti itu saja dia sudah merasa begitu lemas, apalagi jika diberi sentuhan yang lebih dari itu.

Secara perlahan Kinara menyentuh bibirnya dan tersenyum senang, selama ini dia tidak pernah merasakan hal semacam itu karena Kinara masihlah seorang wanita yang tidak tersentuh, selama ini dia menjaga dirinya dengan sangat baik.

“Terlalu singkat,” gumam Kinara, lalu dia melirik secangkir kopi yang masih tersisa setengah.

Meskipun tahu kopi itu sudah dingin, dia menyesapnya sampai tandas dan membawanya menuju wastafel, mulutnya bersenandung pelan, tampak jelas bahwa dia sedang merasa senang.

Setelah itu, Kinara berjalan keluar dari ruang pantry, dia berusaha bersikap tenang dan kembali menghampiri Mela.

“Lama banget perginya.”

Kinara meraih catatan kecil dan mulai memperhatikan isinya. “Tadi sekalian minum kopi di sana,” jawab Kinara.

Kepala Mela mengangguk-angguk. “Ngomong-ngomong, pulang kantor nanti kamu ada acara?”

Gerakan tangan Kinara yang sedang membuka halaman catatan itu terhenti, dia menoleh ke samping dan membalas tatapan Mela yang penuh harap.

“Kamu mau ajak aku ke suatu tempat?”

Kepala Mela mengangguk. “Aku mau beli baju baru, bisa temani aku?”

Kinara menipiskan bibirnya. “Em...maaf, malam ini aku ada acara.”

Bibir Mela mengerucut. “Akhir-akhir ini kamu selalu pulang cepat, sibuk banget ya, Kin?”

Ada perasaan bersalah yang menyusup ke dalam hati Kinara karena dia tak bisa menceritakan apa pun kepada Mela, padahal biasanya Kinara selalu jujur kepada rekan kerja sekaligus sahabatnya ini.

“Iya, maaf ya, Mel.”

***

“Sudah Ibu duga bahwa Dipta pasti tidak mau datang ke sini,” lirih Inggit.

Kinara menggeleng. “Bukan begitu, Bu. Mas Dipta cuma lagi sibuk saja.”

Wanita paruh baya itu tersenyum tipis. “Kamu tidak perlu menghibur Ibu dengan cara seperti itu, Ibu sudah tahu bahwa Dipta enggan datang ke sini.”

Pandangan Kinara turun ke bawah, dia memperhatikan cairan teh chamomile dalam genggaman tangannya. “Tidak ada alasan Mas Dipta tidak mau datang ke sini jika bukan karena pekerjaan, Bu.”

“Sayangnya dia punya alasan lain.”

Wajah Kinara kembali terangkat, dia memperhatikan wajah ibu mertuanya yang kini duduk di sampingnya. “Kinara boleh tahu apa alasannya?”

Mulut Inggit bungkam, dia menyesap tehnya dengan gerakan yang anggun, lalu menaruh cangkir itu ke atas tatakan yang disimpan di meja sofa.

“Bagaimana hubungan kamu dengan Dipta?”

Kinara menghembuskan nafas pelan, rupanya Inggit memilih untuk mengalihkan pembicaraan ketimbang menjawab pertanyaan Kinara, itu artinya Kinara tak boleh mendesaknya untuk bicara. “Kami baik-baik saja,” ucap Kinara, berbohong.

“Dia memperlakukanmu dengan baik?”

“Iya.”

Kedua sudut bibir Inggit terangkat ke atas, membentuk sebuah senyuman. “Syukurlah, Ibu sempat khawatir dengan kalian berdua. Mau bagaimanapun kalian ini menikah karena dijodohkan, pasti tidak mudah untuk bisa hidup berdua meskipun sudah saling mengenal sejak kecil.”

Kinara mengangguk, tapi akan lebih mudah jika saja Dipta memperlakukannya dengan baik, sayangnya pria itu tak bisa diajak bekerja sama.

“Oh iya, berarti kamu sudah tahu kebiasaan buruk Dipta ketika sedang tidur?”

Kinara mengernyit bingung, dia tidak tahu karena tidak pernah tidur dengan Dipta. “Mungkin aku tidur terlalu nyenyak sampai tidak tahu soal itu, Bu.”

Suara tawa ringan Inggit mulai terdengar. “Dia sering mengigau dan bermimpi buruk, hampir setiap malam.”

Ekspresi wajah Kinara berubah, dia terlihat terkejut dengan penuturan Inggit. “Sejak kapan dia seperti itu, Bu?”

Wanita paruh baya itu menghembuskan nafas pelan. “Sepertinya sejak tiga tahun yang lalu, Ibu yakin dia juga diam-diam menemui psikiater.”

Informasi ini terasa membingungkan bagi Kinara, jika sampai Dipta menemui psikiater, itu artinya masalah yang dia alami tidak sesederhana itu, Kinara mulai menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi kepada pria itu.

“Apa ini semua karena seseorang bernama Maura?”

Tampak jelas bahwa Inggit terkejut mendengar pertanyaan menantunya, namun wanita itu berhasil mengendalikan diri dan bersikap santai. “Ibu rasa bukan karena dia.”

“Ibu tahu siapa Maura?”

Mulut Inggit terbuka setengah, namun kembali tertutup kala mendengar suara pintu rumah yang terbuka beserta langkah kaki yang mendekat ke arah mereka. “Dipta, kamu datang?”

Kinara mengalihkan pandangan dan menemukan tatapan tajam yang dilayangkan ke arahnya, wanita itu tersenyum lembut. “Mas Dipta, bukannya kamu lagi sibuk?”

“Pekerjaanku selesai lebih cepat,” jawab Dipta sambil duduk di depan Kinara dan Inggit. “Di mana, Ayah?”

“Dia sedang di ruang kerjanya,” jawab Inggit. “Dipta, bisa kita bicara sebentar?”

Pria itu mengangguk dan melirik Kinara, lalu beranjak lebih dulu untuk meninggalkan ruang tengah, diikuti oleh Inggit di belakangnya, sedangkan Kinara hanya bergeming di tempat.

“Aneh, apa yang sebenarnya mereka sembunyikan dariku?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 22. Tuduhan

    Suara berdecak bisa ditangkap jelas oleh telinga Kinara, setelahnya dia lihat Dipta bergerak menjauh dari tubuh Kinara, meraih kembali pakaiannya yang baru beberapa menit terlepas dari tubuh dan mengenakannya kembali.Melihat hal itu, Kinara mengulum senyum. Tak dia pedulikan lagi suhu tubuhnya yang masih tinggi, lagi pula Kinara tak yakin tujuan Dipta melakukan metode skin to skin ini apakah murni untuk membantu menurunkan suhu tubuhnya, atau justru modus semata. Satu hal yang bisa dia sadari adalah Dipta yang mulai goyah.“Gak jadi bantuin aku, Mas?” goda Kinara. Dipta segera bangkit dan melangkah menuju pintu kamar Kinara. “Enggak, kayaknya metode ini gak efektif buat kamu.”Sekeras tenaga Kinara menahan tawa. “Gak efektif menurunkan suhu tubuhku, tapi malah bikin kamu panas, ‘kan, Mas?”Pria itu berdeham dan buru-buru meninggalkan istrinya yang sudah tak lagi bisa menahan tawa, Kinara puas sekali melihat Dipta yang tampak canggung. Tak berselang lama, belum juga tawa Kinara mere

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 21. Pria Normal

    Setelah malam-malam panjang yang membuatnya terlelap dalam dekapan hangat Dipta, Kinara terbangun dalam kondisi kurang baik, kepalanya pusing, dia merasakan tubuhnya hangat. Perempuan itu terduduk di atas tempat tidur, berusaha mengumpulkan nyawa selama beberapa saat. Sampai akhirnya dia mendengar suara bising dari luar kamar, Kinara memutuskan untuk segera beranjak. Langkah kecilnya membawa Kinara menuju dapur, dia melihat suaminya mondar-mandir di sana, memindahkan beberapa mangkuk ke atas meja makan. “Kamu lagi apa?” Dipta menoleh ke belakang dan tersenyum lembut, Kinara sempat tertegun menyaksikan senyum sehangat matahari pagi muncul di wajah suaminya. Ini terasa bagai mimpi karena biasanya Dipta tidak seperti ini. “Duduk, Kin,” perintah pria itu sambil menaruh dua gelas air putih ke atas meja makan. Kinara berjalan ragu dan duduk di hadapan suaminya, matanya menatap awas ke arah Dipta dengan kening yang berkerut dalam. Dipta membalas tatapan Kinara dengan sorot mata lembut

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 20. Rasa Sesal

    “Kin, udah selesai?” Kinara terkesiap karena ketahuan menguping, dia mengangguk dengan canggung dan melanjutkan langkah menghampiri anak dan ibu yang semula membicarakannya. Ibu Gavin terlihat sama terkejutnya dengan dia, perempuan paruh baya itu beranjak dan tersenyum hangat. “Makan malam di sini ya?” Pandangan Kinara beralih pada Gavin yang tersenyum lembut sembari mengangguk, karena merasa harus menghargai Ibu Gavin, pada akhirnya Kinara mengangguk setuju. Meskipun beberapa jam yang lalu dia mengunjungi sebuah restoran dengan menu yang luar biasa enak, nyatanya dia sudah menghabiskan banyak tenaga untuk melawan para pria jalanan di gang sempit tadi, Kinara juga tidak bisa menikmati makan malamnya dengan Dipta ketika isi kepalanya penuh sekali. “Ibu baru aja bikin rendang loh,” ungkap Ibu Gavin. “Wah, kayaknya Ibu jago masak ya?” tanya Kinara, air liurnya nyaris menetes melihat makanan yang tersaji di meja makan. Wanita paruh baya itu terkekeh. “Kalau kamu mau belajar masak, b

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 19. Penyelamat

    "Lepas!"Kinara memberontak dengan keras, menyentak tangan kedua pria yang tampak mabuk itu dan menendang pria yang tadi menyentuhnya. Aroma minuman keras yang menguar dari mulut ketiga pria itu membuat Kinara semakin merasa takut. Setelah berhasil terbebas, Kinara segera berbalik dan berlari cepat, setidaknya dia harus sampai di jalan utama agar bisa meminta pertolongan kepada siapa pun yang kebetulan lewat. “Tolong!” Kinara terus berteriak karena melihat ketiga pria itu masih mengejarnya. Dia melepaskan sepatunya dalam gerakan cepat, lalu melemparkannya ke arah tiga pria itu. Sehingga kaki Kinara kini menyentuh jalanan secara langsung. Tak peduli kepada tubuhnya yang semakin menggigil, Kinara terus berlari. “Aw!” Dia meringis ketika merasakan sesuatu yang tajam menyentuh telapak kakinya, karena merasa tak punya waktu untuk memeriksanya, Kinara terus berlari hingga dia tiba di jalan utama.“Kinara?”Wanita itu berhenti bergerak dan menoleh ke arah sumber suara, dia melihat Gavin s

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 18. Merasa Dicampakkan

    “Dasar egois!” Dipta tercengang mendengar kalimat istrinya, dia melengos dan terkekeh sinis. “Demi apa pun aku tidak pernah memaksamu untuk menikah denganku.” Pada akhirnya semua berbalik menjadi kesalahan Kinara, wanita itu menunduk dan tersenyum getir, menatap kedua tangan yang saling meremas di atas pangkuan. Merasa tak mendapatkan respon berarti dari Kinara, Dipta lantas beranjak. “Aku ke toilet dulu,” pamitnya. Wajah Kinara kembali terangkat, dia menatap punggung suaminya yang semakin menjauh. Lalu bibirnya mengulas senyuman getir, dia merangkum wajahnya sendiri dengan frustasi. Sedangkan Dipta, pergi ke toilet adalah upaya menghindar yang dia lakukan untuk mengakhiri perdebatan dengan istrinya yang tak pernah berujung. Isi kepala pria itu sudah dipenuhi oleh berbagai masalah yang menyerangnya akhir-akhir ini.Alasan utama Dipta tak menginginkan pernikahan ini adalah karena dia belum menyelesaikan berbagai urusan yang entah kapan akan selesai, melibatkan Kinara secara tidak l

  • Menjadi Ibu Pengganti   Bab 17. Tak Tergoyahkan

    "Kalau kamu tidak suka, kamu gak mungkin membalas ciumanku," lanjut Dipta dengan senyuman miring di wajahnya. Mulut Kinara terkunci rapat, dia membuang pandangan ke luar jendela mobil untuk menyembunyikan wajahnya yang diyakini sudah berubah menjadi merah. Dipta terkekeh pelan dan mulai menyalakan mesin, lalu melajukan mobilnya meninggalkan basement untuk menuju ke sebuah restoran. Sepanjang perjalanan, Kinara hanya bungkam. Dia merasa sangat malu karena menyadari bahwa dia menikmati apa yang Dipta lakukan kepadanya, Kinara yang tidak pernah tersentuh oleh pria mana pun akhirnya merasakan bagaimana hebatnya sebuah ciuman, bahkan Kinara sempat membayangkan saat di mana dia dan Dipta akan melangkah ke tingkat yang lebih tinggi dari sekedar berciuman. Menyadari isi kepalanya yang mulai berlayar terlalu jauh, Kinara segera menggeleng, berharap itu bisa menyingkirkan isi kepalanya yang sangat mengganggu. Akan sangat memalukan jika Dipta tahu bahwa fantasi liar di dalam diri Kinara mulai

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status