Bab 3
Kenapa mereka harus dipertemukan lagi? Apa belum cukup Albert memberinya luka yang teramat dalam, bahkan saking dalamnya luka ini sampai harus menjelma menjadi seorang bayi yang tak berdosa.
Kenapa dia harus bertemu kembali dengan pria kejam itu?
Naina mengeratkan dekapannya pada bayinya. Dia memandang bayinya dan pria itu secara bergantian.
Namun karena baru lahir, dia tidak bisa melihat dengan jelas garis-garis wajah yang ada pada Bilqis, apakah mirip dengan Albert atau tidak. Spontan ia menggigit bibirnya sampai merasakan perih.
Sungguh ia tidak pernah menyangka jika ternyata Gayatri adalah ibunda Albert. Selama menjalin hubungan dengan Albert, Naina memang tidak pernah bertemu dengan orang tua Albert, dan bodohnya Naina bahkan tidak pernah mencari tahu siapa orang tua pria itu, padahal keluarga Albert adalah keluarga yang cukup terkenal di kota ini.
Lagi pula, Edward dan Gayatri memang tinggal di luar negeri. Kedua orang tua itu hanya sekali datang untuk mengontrol bisnis keluarga mereka yang sekarang dalam pengelolaan Albert.
Andaikan ia tahu sejak awal bahwa Gayatri adalah ibunda Albert, maka ia tidak akan pernah sudi mengikuti perempuan paruh baya itu.
"Jadi kamu yang akan menjadi ibu susu dari bayi saya?" Suara pria itu terdengar begitu datar dan dingin.
"Iya, Tuan. Saya Naina, yang akan menjadi ibu susunya baby Queen." Perempuan itu menunduk. Getir sekali. Dia seperti bukan Albert yang ia kenal dulu. Bahkan Albert bersikap seolah-olah tidak pernah mengenalnya dan baru pertama kali bertemu.
"Baiklah. Albert, sekarang kamu antar Naina ke kamar Queen, sekalian sebutkan peraturan-peraturan yang harus ia jalankan selama tinggal di rumah ini. Jangan sampai dia melanggar aturan yang sudah Mama buat," perintah Gayatri. Perempuan itu tanpa menoleh sedikitpun kepada Naina langsung pergi dari ruangan tamu.
Dari langkahnya saja terlihat terburu-buru, mungkin perempuan itu memang sedang ada urusan. Naina mencoba berprasangka baik, karena biasanya orang kaya memang seringkali sangat sibuk.
"Baiklah, Naina. Sekarang kamu ikuti saya." Pria itu memasukkan ponsel ke dalam saku celananya, lalu berjalan. Namun baru beberapa langkah, dia menghentikan langkah dan berbalik menghadap Naina. Tangannya terulur, mengambil tas yang dibawa oleh perempuan itu.
"Kamu terlihat sangat kesusahan membawa tas ini, jadi biar saya yang bawa."
Hanya itu ucapan yang keluar dari mulut Albert. Dia kembali meneruskan langkah. Sesekali menoleh ke belakang, memastikan Naina bisa mengimbangi langkahnya yang memang sedikit cepat.
"Ini kamar bayi saya, dan di sinilah kamu tinggal. Akan tetapi ingat, ada peraturan yang harus kamu jalankan selama tinggal di sini." Pria itu menghela nafas sembari membuang muka, menghindari bersitatap dengan Naina. Dia malah menatap bayinya yang tertidur lelap di box bayi yang memiliki model yang sangat cantik.
"Pertama, kamu harus mengutamakan menyusui bayi saya sebelum menyusui bayimu. Jadi saya harus memastikan bayi saya kenyang dengan ASI."
Deg. Hati Naina seketika teriris. Itu syarat yang terdengar wajar, tapi terasa menyakitkan untuk didengar.
Dia harus rela menomorduakan bayinya sendiri demi bayi orang lain.
"Yang kedua, saya bisa menerima bayi kamu tinggal di sini, tapi dengan syarat, dia tidak boleh menggunakan barang-barang milik bayi saya. Jadi kamu harus menyiapkan perlengkapan bayi sendiri. Apa kamu masih punya uang untuk membeli baju-baju bayi dan yang lainnya?"
"Iya Tuan, itu tidak masalah. Saya mengerti, barang-barang milik putri Tuan tidak akan saya pakaikan untuk bayi saya." Naina mengangguk.
"Iya, syukurlah jika kamu mengerti. Itu berlaku juga untuk peralatan mandi dan perawatannya. Saya nggak mau tahu ya. Kamu harus membeli sendiri keperluan bayimu, karena dia bukan tanggung jawabku!"
Nyes. Hati Naina seketika mencelos. Kata tanggung jawab membuatnya teringat kembali akan kejadian di malam itu.
Apakah Albert akan kembali mengatakan hal yang sama seperti hari ini, jika tahu sebenarnya Bilqis adalah anak biologisnya?
"Iya Tuan, saya mengerti."
Pria itu kemudian berjalan dan menunjuk ke sebuah kasur yang cukup tebal.
"Kamu bisa menidurkan bayimu di sini. Kasur adalah fasilitas yang saya berikan untuk kamu dan bayimu. Usahakan kamu dan juga bayimu bisa menjaga kebersihan selama tinggal di sini."
"Tentu saja, Tuan. Terima kasih banyak."
"Baiklah. Untuk hal yang lain, kamu bisa tanyakan kepada saya ataupun Mama. Dan untuk gaji kamh nanti, saya yang transfer ke rekeningmu setiap bulan. Apa kamu sudah punya nomor rekening?"
Naina langsung menggeleng.
"Belum, Tuan. Tapi kalau Tuan ingin gaji saya lewat transfer, saya akan mengurusnya ke bank terdekat dengan rumah ini."
"Baiklah. Kalau begitu, saya tinggal dulu ya. Usahakan kamu urus bayi saya dengan baik, karena kamu bukan sekedar ibu susu, tapi juga baby sister. Kamu paham, kan? Dan satu lagi, jangan pernah memanggil bayi saya dengan panggilan baby Queen. Tetapi panggilah dengan gelar Nona Queen. Ingat itu."
***Rasanya Naina ingin lari saja. Tidak sanggup rasanya bermain sandiwara setiap hari, berpura-pura tidak pernah mengenal Albert, hanya supaya orang tua pria itu dan orang-orang yang tinggal di rumah ini tidak tahu bagaimana masa lalu mereka. Naina pun merasa tidak sanggup jika setiap hari harus berinteraksi dengan Albert dan keluarganya. Dia pun tidak pernah bisa membayangkan jika harus menyusui bayi buah cinta mantan kekasihnya dengan istrinya yang artis dan cucu konglomerat itu.
Tapi Naira tidak punya pilihan. Dia butuh pekerjaan untuk bertahan hidup, dan hanya pekerjaan ini yang bisa ia lakukan. Jadi kalaupun dia tidak menerima pekerjaan itu, memangnya dia mau bekerja apa?
Hanya pekerjaan ini yang memberinya tempat tinggal dan gaji yang lumayan, meskipun dia harus menomorduakan putrinya. Semoga saja bayinya mengerti bahwa dia tidak bermaksud untuk melebihkan menyayangi anak orang lain, tetapi semua ini dia lakukan terpaksa agar Bilqis memiliki masa depan yang lebih baik kedepannya.
Dialah yang harus berjuang untuk menjamin masa depan Bilqis, bukan Albert sebagai ayah biologisnya.
Tidak mungkin kan jika dia bilang jikalau Bilqis adalah anak biologis Albert?
Oh, tentu saja.
Biarlah rahasia itu ia bawa sampai mati. Tidak ada gunanya juga Bilqis tahu siapa ayah biologisnya. Pernikahannya dengan Revan sudah memberikan status untuk putrinya, meskipun Revan sudah meninggal dunia.
Dan yang paling penting, Naina masih punya harga diri untuk tidak menjadi pelakor, meskipun peluang itu mulai terbuka sejak ia menginjakkan kaki di rumah ini.
Jangankan menjadi pelakor, bertemu saja Naina tidak mau andai tidak terpaksa. Dia sudah sangat muak dengan pria itu, apalagi sejak pria itu malah meninggalkannya demi menikahi perempuan lain, lalu merenggut sesuatu yang paling berharga dari dirinya.
Hanya dua tahun. Dan setelah itu ia harus pergi sejauh-jauhnya dari pria yang satu itu.
Naina menaruh baby Queen dengan sangat hati-hati, kembali ke dalam box bayi setelah bayi mungil itu tertidur. Sesudah itu dia kembali ke kasur dan mulai menyusui bayinya.
Air matanya kembali berguguran.
"Maaf Sayang, Mama terpaksa harus mendahulukan menyusui non Queen ya, karena itu pekerjaan Mama."
Dadanya terasa sesak. Sebelah tangannya mengusap kepala putrinya dengan penuh kasih sayang.
Bab 14"Tolonglah, Roy. Jangan membuatku susah. Aku tidak ingin kebaikanmu menjadi bumerang untukku. Lagi pula sayang uangnya, Roy. Aku tidak ingin menyusahkan siapapun, walaupun aku ini orang susah," tawa getir Naina.Setelah membuat seorang Albert menaruh belas kasihan kepadanya, kini giliran Roy yang juga kasihan melihat dirinya kekurangan makan, sehingga perlu membelikannya makanan setiap malam.Ada apa dengan nasibnya? Ataukah justru takdir yang sibuk menertawakannya?"Siapa yang susah, Nai? Aku nggak pernah merasa disusahkan oleh kamu. Kamu jangan salah paham....""Tapi kamu terlalu baik. Setiap malam kamu ngasih makanan ke aku. Lebih baik uangnya kamu tabung untuk keluargamu.""Aku tidak punya keluarga. Aku nggak punya siapa-siapa. Aku juga nggak punya istri apalagi anak. Dan kalau boleh, aku ingin menganggap kamu sebagai keluargaku." Terdengar helaan nafas panjang di sana, yang membuat Naina seketika menghela nafas pula.Berat sekali beban yang harus ditanggungnya."Hari ini a
Bab 13"Itu gajiku dibayar di muka, Mbak. Makanya barusan aku dari ruang kerjanya Tuan Albert, mau menanyakan hal ini."Akhirnya Naina berhasil mengambil ponselnya kembali setelah pandangan perempuan itu teralihkan kepadanya. Pegangan Kinara pada ponsel itu mengendur, sehingga Naina dengan gampang mengambil ponsel itu dari tangan Kinara."Kamu pikir aku percaya? Kamu begitu lama berada di ruangan itu. Pasti kamu sudah menggoda Tuan Albert!""Terserah Mbak Kinara mau percaya apa nggak, tapi yang jelas aku di kamar itu cuma menanyakan soal gaji. Beliau hanya menjelaskan bahwa itu adalah pembayaran di muka, jadi selama 6 bulan saya nggak menerima gaji lagi. Mungkin beliau merasa kasihan...." Naina menelan saliva. Kata kasihan membuat dadanya terasa nyes, sesak sekali.Apa hidupnya begitu menyedihkan, sehingga harus mendapatkan belas kasihan dari mantan kekasih?"Awas aja kalau kamu bohong. Saya bisa laporkan kamu sama Nyonya Cherry kalau kamu mencoba menggoda Tuan Albert!""Apa untungnya
Bab 12"Tapi saya tidak bisa menerimanya, Tuan. Ini terlalu banyak untuk gaji seorang baby sister, jadi lebih baik Anda tarik saja." Naina mengambil ponselnya dan menyerahkan kepada Albert."Saya tidak mengerti cara mentransfer. Sebaiknya Anda sendiri yang mentransfer untuk mengembalikan uang yang Anda kirim barusan.""Kamu ini kenapa sih, dikasih gaji banyak kok nggak mau?!" Pria itu mengerutkan kening, pura-pura tidak paham. Tentu saja dia sebagai mantan kekasih Naina tahu betul sifat wanita itu. Naina tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pewaris grup perusahaan retail Indo Mars. Naina menjadi dirinya apa adanya, lebih memilih berpakaian sederhana, meskipun terkadang itu menampar harga diri Albert sebagai seorang laki-laki. Albert yang memiliki ego yang tinggi pastinya merasa terganggu dengan tatapan yang dialamatkan orang kepada mereka. Cowoknya memakai pakaian yang mahal, sementara ceweknya berdandan sangat sederhana. Pernah Albert memaksa Naina ke mall, dan mencoba membel
Bab 11Mengingat itu, Naina jadi teringat kejadian malam di mana ia memerkoki Albert dan Roy berbicara begitu santai di halaman rumah ini.Namun untuk menanyakannya langsung kepada Roy, tentu saja tidak mungkin. Ini tidak etis. Dia harus waspada dan bersiap-siap dengan segala kemungkinan.Roy memang tinggal di rumah ini, karena ia sopir pribadi yang harus stand by satu kali 24 jam untuk mengantar majikannya bepergian. Tapi bukan berarti itu lantas membuat pria itu tidak mungkin memiliki keluarga di luar sana."Tapi aku harap kita bisa menjaga batasan, karena aku perhatikan kamu sudah terlalu baik. Aku hanya nggak enak, hampir setiap malam kamu kasih aku makanan, bahkan kamu menolak saat aku memberimu uang untuk membeli obat buat Bilqis. Aku hanya tidak ingin digosipkan punya hubungan pribadi dengan sesama pekerja. Aku juga tidak mau memiliki hutang budi sama kamu." Naina menelan ludahnya. Tenggorokannya tiba-tiba saja merasa kering.Bahkan hawa sejuk di ruangan ini tiba-tiba saja beru
Bab 10 "Iya, Dok. Anak saya, Bilqis badannya panas. Saya sudah memberinya obat penurun panas, tapi tidak mempan. Sementara saya tidak mungkin membawanya ke klinik, karena dokter sendiri tahu jika nona Queen tidak bisa sembarangan keluar rumah." "Oh iya, saya mengerti. Baik, saya yang akan ke sana. Tunggu 30 menit lagi ya, Bu." "Terima kasih banyak, Dok." Naina merasa lega karena ternyata dokter keluarga ini bersedia membantu. Dan benar saja, 30 menit kemudian dokter Ratri datang. Perempuan itu mulai melakukan pemeriksaan standar, lalu menjelaskan beberapa hal kepada Naina. "Sayang sekali, saya tidak bawa obat, Bu. Tapi sudah saya tuliskan resep. Nanti Ibu bisa titip kepada sopir atau siapapun di rumah ini untuk membelinya di apotek. Beli obat di apotek online juga bisa, jangan lupa ibu upload resep dari saya ya, saat mau check out." Perempuan itu memberikan secarik kertas bertuliskan nama-nama obat kepada Naina. "Terima kasih banyak, Dok." Mata perempuan itu berbinar. Dia m
Bab 9 Kinara menelan ludahnya. Bukan ini yang ia inginkan. Dia sengaja memprovokasi Cherry agar perempuan itu selalu curiga pada Naina. Kinara ingin sekali menyingkirkan Naina. Dia sudah punya feeling yang tidak enak dengan perempuan yang menjadi ibu susu itu, seolah kehadiran Naina di rumah ini bukanlah kebetulan, tetapi sudah direncanakan sejak jauh hari. Tapi siapa sebenarnya yang merencanakan? Tidak mungkin Gayatri, walaupun kenyataannya Gayatri lah yang membawa perempuan itu untuk menjadi ibu susu cucunya. Kalaupun Gayatri, lalu apa tujuan perempuan setengah baya itu? Apa tidak ada lagi perempuan lain yang bisa menjadi ibu susu Queen? Kenapa dari sekian banyak perempuan yang sedang menyusui, justru Naina yang terpilih? Bahkan terlihat begitu mudahnya Naina terpilih sebagai ibu susunya Queen. Padahal Gayatri orangnya sangat selektif. Tidak sembarangan orang bisa bekerja dan dekat dengan Gayatri. Gayatri sangat peduli dengan latar belakang seseorang, apalagi orang itu akan menj