Bab 4
"Hanya 2 tahun, Sayang. Nggak apa-apa ya. Nanti ada saatnya kamu menjadi prioritas Mama kembali. Bantu Mama berjuang agar kita kedepannya bisa hidup layak, meskipun sekarang Mama harus menahan segala sakit di hati karena bekerja dengan papa kamu, menyusui dan mengurus anak papa yang lain."
Bilqis juga tidak perlu tahu jika ia dan Queen bersaudara, satu ayah lain ibu.
Teringat semua itu, Naina lantas menujukan pandanganya pada tempat tidur bayi yang sangat cantik. Semua barang milik Queen berasal dari merek terkenal dengan kualitas yang tak diragukan lagi. Berbeda dengan kepunyaan Bilqis. Naina hanya mampu membelikan Bilqis baju-baju murahan. Baju-baju bayi yang ia beli di sebuah e-commerce, dengan menggunakan ponselnya, satu-satunya benda berharga yang masih ia miliki sampai saat ini.
"Sabar, Sayang. Nanti kalau Mama udah banyak rezeki, kamu pasti akan mendapatkan seperti apa yang dimiliki oleh saudaramu." Suara Naina menyerupai gumaman. Dia menepuk pelan paha putrinya, lalu merebahkannya di pembaringan.
Tepat saat tubuh Bilqis menyentuh empuknya kasur, Gayatri muncul di kamar ini. Di belakangnya seorang asisten rumah tangga bernama Kinara membawa nampan berisi makanan dan minuman.
Dengan ujung jarinya, Gayatri memberi isyarat agar Kinara meletakkan nampan di sebuah meja di sudut kamar ini.
"Kamu mendapatkan makan tiga kali sehari, Naina. Kalau minum, bebas. Kamu bisa menggunakan air yang ada di dispenser itu," tunjuk Gayatri pada dispenser air yang terpasang di salah satu sudut ruang, dekat meja tempat Kinara meletakkan nampan tadi.
"Kamu juga akan mendapatkan makanan selingan, tapi itu tidak tentu. Semua tergantung Kinara. Dialah yang mengatur kebutuhan makan kamu...."
"Saya mengerti, Nyonya."
"Bagus." Perempuan itu tersenyum puas. Dia berjalan mendekati box bayi. Dan sesampainya disana, ia menyingkap kelambu, yang memperlihatkan sosok bayi mungil yang sangat cantik.
"Untuk hari ini kerjamu bagus, Naina. Saya harap kamu bisa bekerja sebaik-baiknya. Albert sudah memberi tahu soal gajimu, dan saya menyetujui nominal yang ia usulkan."
"Saya akan bekerja sebaik mungkin, Nyonya. Saya janji." Perempuan itu mengangkat wajah menatap langsung Gayatri meskipun sebenarnya dia tidak kuat berlama-lama bersitatap dengan perempuan paruh baya ini. Aura kepemimpinan perempuan berdarah bangsawan ini cukup kuat yang membuat setiap orang akan tunduk di hadapannya.
"Saya harap kamu bisa merawat cucu saya dengan baik." Tangannya terulur menekan sepasang bahu Naina dengan kuat. "Jangan pernah melakukan kesalahan, atau kamu akan tahu apa hukuman yang pantas untukmu."
Setelah mengucapkan kata-kata itu Gayatri keluar dari kamar bayi diiringi oleh Kinara.
Naina hanya mampu mengusap dadanya. Posisinya yang lemah di rumah ini membuatnya tak bisa berbuat banyak, hanya bisa menurut, yang penting Gayatri, Albert, dan orang-orang di rumah ini tidak menyakiti fisiknya dan juga Bilqis.
Perempuan muda itu menghela nafas, lalu berjalan menuju pintu dan menutup kembali pintu kamar. Suasana sudah sepi. Dua bayi sudah tertidur, dan kini saatnya dia harus mengisi perutnya.
Perutnya memang sejak subuh tadi sudah lapar, tetapi ia tahan karena makanan untuknya belum diantar oleh Kinara, lagi pula dua bayi itu terus merecokinnya sejak subuh tadi, saat matanya sebenarnya baru saja terlelap, setelah begadang nyaris semalaman.
Mengurus dua bayi sekaligus bukan hal yang mudah untuk dilaluinya sendirian. Namun Naina harus tetap bersemangat. Diabaikannya semua rasa sakit dan keinginan untuk lari dari rumah ini demi masa depan Bilqis, lagi pula belakangan ini Naina merasa bahwa pertemuannya dengan Albert kemarin bukan sebuah kebetulan. Ini adalah skenario dari Tuhan agar Bilqis bisa bertemu dengan papanya, meskipun Albert tidak tahu jika dia memiliki anak dari Naina.
Sejak tinggal di rumah ini, Bilqis begitu anteng. Sangat berbeda saat bayi itu masih dirawat di rumah sakit yang hampir setiap jam menangis, bahkan perawat bayi harus turun tangan untuk menenangkan bayi itu.
Mungkin karena Bilqis menyadari jika dia harus berbagi dengan saudaranya, atau mungkin dia merasa sedang berada di dekat seorang lelaki yang menjadi penyebab lahirnya ia ke dunia ini.
***
Beberapa hari kemudian...."Kok cuma segini?" protes Naina. Dia melihat menu makan malamnya. Hanya ada semangkuk kecil nasi putih, sepotong tahu, dan sedikit orak-arik telur dan capcay.
"Iya. Memangnya kenapa?!" ketus Kinara, perempuan berumur 35 tahun itu meletakkan nampan begitu saja di meja. Nampan yang hanya berisi satu piring, itupun isi di dalam piring tidak penuh.
"Mana kenyang, Mbak. Aku kan menyusui dua bayi. Masa iya makan malamnya cuma segini? Lagi pula nanti kalau aku tengah malam kelaparan, gimana? Biasanya kan Mbak juga membekali aku dengan kue atau roti, yang bisa aku makan buat cemilan. Kalau di tengah malam itu aku suka lapar, Mbak."
"Oh, ya?!" Kinara memutar tubuhnya dengan cepat. Matanya melotot. "Kami hanya bertanggung jawab pada satu bayi, bukan dua bayi. Kami hanya memastikan satu bayi tercukupi ASI nya. Kamu harus memperioritaskan non Queen, karena itu adalah pekerjaan kamu. Jadi jangan manja. Jangan pula bertingkah sok kamu adalah bagian dari keluarga ini dengan makan sekenyang-kenyangnya. Kami nggak ada urusan kalau misal bayi kamu kekurangan ASI...."
"Tapi bukan begitu maksudku, Mbak. Aku...."
"Cukup, Naina!" Kinara mengangkat tangan.
"Kalau kamu merasa makanan yang aku berikan kurang, silakan protes sama Nyonya Gayatri, Nyonya Cherry atau Tuan Albert. Aku hanya menjalankan perintah mereka!"
***
"Apakah yang dibilang Mbak Kinara itu benar?" gumam Naina. Akhirnya ia pasrah. Dia tetap menyantap makanan yang sedikit itu, walaupun dia belum merasa kenyang. Tapi Naina mengakalinya dengan minum sebanyak mungkin."Semoga saja tengah malam nanti aku tidak kelaparan." Perempuan itu membatin.
Kini dia tengah melangkah menuju dapur sembari membawa perangkat bekas makannya.
"Heran sekali. Orang kaya kok soal makanan saja hitung-hitungan. Orang menyusui dua bayi itu kan porsi makannya juga harus double, soalnya berasa lapar terus."
"Ini peraturan paling aneh. Kalau soal Bilqis tidak boleh memakai barang perlengkapan Queen, itu masih wajar. Lah, sekarang untuk makan saja pakai dihitung-hitung. Memangnya mereka nggak mikir, jika aku kelaparan bakal berpengaruh kepada produksi ASI? Apa mereka pikir Queen tidak akan kena dampaknya?" Naina menggeleng lemah.
Kini dia sudah selesai mencuci piring dan meletakkannya di rak. Saat dia berbalik Naina terkesiap menyadari jika ada seorang lelaki di ruangan dapur ini.
"Naina..."
Bab 76Gayatri terdiam untuk sesaat. Perasaannya sulit untuk ia jabarkan. Dia hanya bisa menatap bayi yang baru saja bisa duduk itu. Memang, Bilqis terlihat sangat cantik. Wajahnya pun sangat mirip dengan Albert. Tak diragukan lagi jika Bilqis memang darah daging Albert, putra mereka. Namun, entah kenapa rasanya dia tidak bisa menerima kenyataan, kenapa putranya harus menanamkan benih di dalam rahim seorang wanita rendahan seperti ini?Bagaimana tanggapan keluarga besarnya kelak jika dia mengangkat seorang menantu dari kalangan rendahan, dari rakyat jelata, kasta terendah. Gayatri yang memiliki nama lengkap Dewi Ajeng Gayatri adalah wanita berdarah bangsawan. Silsilah keluarganya tersambung dengan keluarga kerajaan di masa lalu. Adat dan tradisi masih melekat dalam keluarganya, sehingga dia tidak bisa memilih orang sembarangan sebagai menantu.Seperti halnya dia sendiri yang akhirnya menikah dengan pria yang masih kerabat kerajaan Inggris, namun memilih menjadi mualaf dan tinggal di
Bab 75"Akhirnya Mama sudah tahu, kan, gimana menantu kesayangan Mama itu? Makanya, Ma. Jangan memandang sesuatu itu hanya dari bebet, bibit dan bobot saja. Keturunan yang baik tidak menjamin, contohnya Cherry. Mungkin Mama menganggap jika dia itu anak sahabat mama, cucunya orang terkenal di negeri ini, artis terkenal. Tapi kenyataannya?""Iya, Mama mengerti. Mama akan pikirkan semuanya," sahut Gayatri. Sebenarnya dia sudah muak dengan bujukan suaminya. Namun sepertinya kali ini Edward pantang menyerah, dan Gayatri terpaksa meladeni.Entah apa yang dilihat Edward dari Naina. Perempuan itu cuma perempuan kampung yang tidak punya keluarga dan hidupnya pun pas-pasan. Bahkan untuk bertahan hidup saja, harus menjadi ibu susu anak dari mantan kekasihnya sendiri. Betapa mirisnya."Jangan cuma dipikirkan, Ma, tetapi dilakukan. Papa ingin sekali menjemput cucu papa agar tinggal di sini. Rumahnya di sini, di rumah utama keluarga kita.""Tapi Mama nggak suka dengan ibunya.""Nyatanya cucu kita
Bab 74"Aku pikir kamu bisa diajak kerjasama, Cher, mengingat di antara kita tidak ada hubungan apapun. Pernikahan kita murni karena bisnis. Aku bisa menerimamu sebagai wanita pilihan Mama, tapi sayangnya kamu tidak bisa menjaga harga dirimu sendiri. Bukan aku yang mempermalukan keluargamu, tetapi justru kalian mempermalukan diri kalian sendiri. Kalian yang tidak bisa menjaga diri dan nama baik." Dadanya turun naik. Namun tangannya tanpa sadar menggenggam tangan Naina. Tidak ada penolakan dari perempuan itu. Rasa hangat menjalari tubuh Albert. Tangan lembut dan rapuh yang sudah lama tidak ia sentuh. Genggaman yang selanjutnya ia tarik perlahan. Albert mencium tangan itu dengan lembut dan penuh perasaan cinta di hadapan semua yang ada di sini. Seketika Cherry dan Jelita membuang muka."Aku pastikan tidak akan mundur sedikitpun, walaupun kamu dan kedua orang tuamu melakukan segala cara untuk menggagalkan perceraian kita. Aku tidak akan pernah mau rujuk kepadamu!""Dan ingat...." Alber
Bab 73Namun Albert tidak terlihat terkejut, berbeda dengan Naina dan Novia. Bahkan keduanya saling bertukar pandangan dalam durasi beberapa menit."Kurasa itu tidak masalah buatku. Setelah perceraian kita, kamu bisa minta tanggung jawab kepada bapak biologisnya," ujar Albert santai."Al!" pekik Cherry tertahan. Dia menatap semua orang di sini secara bergantian. Malunya luar biasa. Dia yang membuat pengakuan, tapi dia sendiri yang malu. Dia tidak menyangka reaksi Albert begini."Tidak usah sok bikin drama, Cher. Aku nggak kuat buat bayar kamu menjadi tokoh utama di dalam sinetron. Kamu cukup hubungi para produser atau sutradara, lakukan cara yang biasa kamu lakukan agar kamu menjadi bintang utama sinetron yang akan mereka buat." Albert kembali berujar sinis. Dari Yolanda dia berhasil mengetahui semua seluk beluk tentang perempuan itu. Ini bukan cuma soal Erka, bahkan Albert jadi ragu siapa sebenarnya ayah biologis Queen. Bagaimana kalau dia bukan anak Erka, tetapi anak dari seseorang
Bab 72Novia merasa ragu, takut, dan sedikit cemas. Namun, perempuan muda yang tengah berdiri tepat berada di depan pintu itu masih tampak sabar menunggu. Dia memencet tombol berkali-kali dan suara denting lonceng berbunyi berulang-ulang, memecah keheningan suasana rumah ini.Akhirnya Novia memutuskan untuk berani. Dia memutar kunci, lalu kenop pintu. Pintu pun terbuka. Dan, sosok perempuan itu kini terlihat jelas berdiri di depannya."Halo Mbak, selamat siang. Apa benar ini rumah Naina?" tanyanya sopan.Novia seketika mematung. Ternyata benar, perempuan ini memang mencari Naina. Lalu apa hubungannya perempuan yang tak ia kenal ini mencari Naina? Tidak mungkin perempuan ini adalah Revi. Soalnya Naina pernah bilang, jika Revi dalam keadaan hamil. Sementara perempuan di hadapannya ini tampak langsing. Tapi apakah Revi sudah melahirkan? Tanpa sadar Novia langsung menunjukkan pandangannya pada perut perempuan itu, perut yang rata, langsing dan kencang. Tidak ada tanda-tanda perempuan i
Bab 71Tanpa menunggu jawaban Naina, Albert langsung memindahkan Bilqis dan Queen ke dalam stroller."Ayo kita piknik, anak-anak!" serunya antusias seraya mendorong stroller menuju ke halaman belakang.Melihat Albert yang begitu antusias, akhirnya Naina terpaksa berjalan mengiringi mereka, walaupun hatinya merasa tak nyaman. Dia sangat takut melihat pria itu begitu bersemangat. Lalu apa yang bisa ia lakukan untuk meredam semua ini?Diam-diam dia kembali merenungkan ucapan Novia. Tidak ada yang mudah dari sebuah pilihan yang diambil. Mau pergi jauh ataupun menghadapi semua ini, semuanya sama saja. Pergi jauh pun, Albert akan selalu bisa mendeteksi di mana keberadaannya. Jadi percuma saja. Naina sudah membuktikan itu. Walaupun Roy begitu rapat menyembunyikannya, tetap saja Albert akan mencari cara agar bisa bertemu dengannya dan keluar dari syarat yang diajukan oleh Roy.Tidak ada gunanya main petak umpet. Berujung Naina yang kalah.Pria itu sangat cerdik, bahkan mungkin setengah licik