Home / Romansa / Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku / Teringat Masa lalu (2)

Share

Teringat Masa lalu (2)

Author: Jannah Zein
last update Last Updated: 2025-07-30 22:48:09

Bab 6

Malam berlalu tanpa banyak drama. Naina merasa aman, karena Revan memeluknya sepanjang malam. Dan keesokan harinya, Revan lah yang menjelaskan kenapa ia sampai menikahi Naina. Semua mata tertuju kepadanya, ayah dan ibu mertuanya dan juga Revi. Hanya sang ayah yang bisa memaklumi keputusan Revan dan terlihat netral, berbeda dengan ibu mertuanya. Dan terlihat sekali mata-mata yang menyala, bahkan membuat Naina merasa enggan bertukar pandangan.

Hanya saja Revi dan ibu mertuanya tidak bisa secara langsung melampiaskan kebenciannya kepada Naina, karena ada Revan yang bersikap tegas.

Hal yang didukung oleh ayah mertuanya, karena mungkin mereka sama-sama lelaki.

Namun itu tidak berlangsung lama. Beberapa hari kemudian, saat baru bangun tidur, Naina mendapati suaminya terbujur kaku di tempat tidur.

Naina langsung meraung, seolah tak percaya sang suami pergi begitu diam-diam tanpa pesan dan amanat.

Bahkan saat keluarga besar Revan berdatangan, justru ia dibawa oleh ibu mertuanya yang bernama Mariska itu bersama dengan Revi ke gudang yang terletak di belakang rumah ini.

"Dasar wanita pembawa sial! Gara-gara kamu, saya sampai kehilangan anak laki-laki saya! Dasar wanita sial!" umpat Mariska. Dia memegang kuat sepasang tangan Naina, lalu mendudukkan perempuan itu di kursi.

Revi bertugas mengikat tangan dan kaki Naina, sehingga membuat pergerakan Naina terhenti. Setelah itu ia menyeduh sesuatu di cangkir yang ia bawa.

Alarm dalam diri Naina seketika menyala, memberikan tanda bahaya. Sepasang matanya liar menatap seisi ruangan gudang. Naina memutar otak, bagaimana caranya untuk meloloskan diri. Di saat keduanya lengah, Naina berhasil menggigit tali yang mengikat tangannya, sehingga membuat tali pengikat itu menjadi longgar dan akhirnya terurai.

Mariska membuka mulut Naina secara paksa dan disaat Revi ingin menumpahkan cairan di dalam cangkir, tangan Naina seketika menyambar cangkir itu dari tangan Revi, sehingga benda yang terbuat dari kaca itu pecah ke lantai.

"Kurang ajar! Kamu berani melawan kami?!" pekik Mariska.

"Mama pikir aku akan diam begitu saja? Mama pikir aku tidak sedih karena kehilangan suamiku?!" Mata Naina berkilat-kilat.

"Kita semua berduka, Ma, tapi bukan begini caranya. Aku tidak tahu kenapa Revan sampai meninggal. Aku tidak pernah ngapa-ngapain Revan. Dia meninggal diam-diam dan aku nggak tahu apa yang menjadi penyebabnya. Tadi malam dia sehat-sehat saja." Naina menegakkan tubuh, dadanya turun naik.

Naina berhasil meloloskan semua ikatan yang membelenggu tangan dan kakinya dengan menggunakan sebelah tangannya. Aksinya begitu cepat, tak bisa diprediksi oleh Mariska ataupun Revi.

"Tapi gara-gara menikahi kamu, dia meninggal. Dia kena sial! Dia kena karma sebab menikahi wanita hamil di luar nikah. Wanita hamil di luar nikah itu membawa sial, apalagi hamil anak pria lain. Dia nggak seharusnya bertanggung jawab atas sesuatu yang tidak pernah ia buat!" Revi menimpali. Gadis itu berdiri di hadapannya dan bersiap untuk kembali menamparnya.

Namun Naina lebih cepat mendaratkan bogem mentah kepada kedua perempuan itu. Setelah itu ia berlari menuju pintu.

Meski terhuyung-huyung, Mariska bisa bangkit. Dia mengambil sepotong kayu yang ternyata ada di dekatnya, lalu mengejar Naina yang hampir berhasil membuka pintu. Naina yang tidak menyangka Mariska dan Revi bisa bangkit secepat itu tidak bisa menghindari pukulan Mariska yang sedianya akan menyasar perutnya. Namun dia berhasil melindungi perutnya dengan menjadikan punggungnya sebagai tameng.

Dia mengabaikan sakitnya dan akhirnya berhasil keluar dari gudang.

Sementara para pelayat masih sibuk membaca bacaan suci di dekat jenazah Revan, Naina menyeret langkahnya diam-diam dan masuk ke dalam kamarnya.

Tak ada lagi yang bisa diharapkan di rumah ini. Orang yang melindunginya sudah pergi untuk selamanya, dan itu berarti dia harus pergi juga dari rumah ini. Naina mengemasi pakaiannya yang tak seberapa. Tak ada barang berharga yang bisa ia bawa kecuali cincin pernikahannya dan sebuah pigura. Foto suaminya yang tersenyum teduh membuat dada Naina seketika sesak.

Seketika dia mengingat sosok sang suami yang begitu sabar membimbingnya, sehingga dia bisa mempertahankan kehamilannya seperti sekarang. Dan berkat bimbingan Revan pula, sekarang dia sudah bisa menjalankan kewajiban 5 waktu dan juga memakai hijab.

"Maaf Revan, aku harus pergi sekarang juga. Maaf, aku tidak bisa mengantar kamu ke peristirahatan terakhir. Tapi suatu saat, aku pasti akan kembali mengunjungi tempat peristirahatan terakhirmu. Aku nggak bisa lebih lama lagi tinggal di sini untuk menyelesaikan masa iddah." Naina menyandang tasnya, kemudian menyelinap keluar dari kamar.

Dia sengaja menggunakan cadar agar tidak dikenali oleh siapapun. Naina pergi diam-diam. Dia berjalan dengan cepat menuju pusat kota yang ia anggap sebagai tempat yang cukup aman untuk sekedar beristirahat sebelum memesan taksi untuk kembali ke kota tempatnya dulu sebelum ia menikah dengan Revan dan diboyong ke kota ini

***

Naina segera menghapus air matanya. Sesak di dadanya yang tak hilang-hilang membuat perempuan itu akhirnya memutuskan untuk bangkit. Dia melirik jam dinding. Ternyata sudah satu jam berlalu, dan selama itu pula ia tenggelam dalam pikiran soal masa lalunya.

Sebenarnya Naina sudah tak ingin mengingat itu, tetapi selalu saja memori itu terputar ulang begitu saja tanpa bisa ia cegah.

Terlalu pahit rasanya. Namun semua itu harus ia telan.

Setelah berhasil kabur dari rumah keluarga Revan, Naina tinggal di kamar kos kecil. Naina mencoba untuk bekerja, tetapi tidak ada toko ataupun kantor yang mau menerima wanita hamil seperti dirinya. Akhirnya hanya pekerjaan mencuci dan menyetrika di sebuah laundry yang bisa ia lakukan untuk menyambung hidup. Hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-hari, bahkan Naina sampai melewatkan untuk kontrol kehamilan ke dokter, karena dia tidak punya uang untuk itu, bahkan uang hasil menjual cincin pernikahannya pun yang sedianya ia gunakan untuk biaya persalinannya sedikit demi sedikit terpakai untuk membayar sewa kos-kosan.

Sesulit itu kehidupan Naina setelah Revan tiada.

Bahkan sekarang dia harus menjadi ibu susu dari anak mantan kekasihnya.

Entah derita macam apalagi setelah ini yang harus ia alami.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Apa Hidupnya Begitu Menyedihkan?

    Bab 13"Itu gajiku dibayar di muka, Mbak. Makanya barusan aku dari ruang kerjanya Tuan Albert, mau menanyakan hal ini."Akhirnya Naina berhasil mengambil ponselnya kembali setelah pandangan perempuan itu teralihkan kepadanya. Pegangan Kinara pada ponsel itu mengendur, sehingga Naina dengan gampang mengambil ponsel itu dari tangan Kinara."Kamu pikir aku percaya? Kamu begitu lama berada di ruangan itu. Pasti kamu sudah menggoda Tuan Albert!""Terserah Mbak Kinara mau percaya apa nggak, tapi yang jelas aku di kamar itu cuma menanyakan soal gaji. Beliau hanya menjelaskan bahwa itu adalah pembayaran di muka, jadi selama 6 bulan saya nggak menerima gaji lagi. Mungkin beliau merasa kasihan...." Naina menelan saliva. Kata kasihan membuat dadanya terasa nyes, sesak sekali.Apa hidupnya begitu menyedihkan, sehingga harus mendapatkan belas kasihan dari mantan kekasih?"Awas aja kalau kamu bohong. Saya bisa laporkan kamu sama Nyonya Cherry kalau kamu mencoba menggoda Tuan Albert!""Apa untungnya

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Kembalikan Ponselku, Mbak!

    Bab 12"Tapi saya tidak bisa menerimanya, Tuan. Ini terlalu banyak untuk gaji seorang baby sister, jadi lebih baik Anda tarik saja." Naina mengambil ponselnya dan menyerahkan kepada Albert."Saya tidak mengerti cara mentransfer. Sebaiknya Anda sendiri yang mentransfer untuk mengembalikan uang yang Anda kirim barusan.""Kamu ini kenapa sih, dikasih gaji banyak kok nggak mau?!" Pria itu mengerutkan kening, pura-pura tidak paham. Tentu saja dia sebagai mantan kekasih Naina tahu betul sifat wanita itu. Naina tidak pernah memanfaatkan posisinya sebagai pewaris grup perusahaan retail Indo Mars. Naina menjadi dirinya apa adanya, lebih memilih berpakaian sederhana, meskipun terkadang itu menampar harga diri Albert sebagai seorang laki-laki. Albert yang memiliki ego yang tinggi pastinya merasa terganggu dengan tatapan yang dialamatkan orang kepada mereka. Cowoknya memakai pakaian yang mahal, sementara ceweknya berdandan sangat sederhana. Pernah Albert memaksa Naina ke mall, dan mencoba membel

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Nafkah Yang Tertunda

    Bab 11Mengingat itu, Naina jadi teringat kejadian malam di mana ia memerkoki Albert dan Roy berbicara begitu santai di halaman rumah ini.Namun untuk menanyakannya langsung kepada Roy, tentu saja tidak mungkin. Ini tidak etis. Dia harus waspada dan bersiap-siap dengan segala kemungkinan.Roy memang tinggal di rumah ini, karena ia sopir pribadi yang harus stand by satu kali 24 jam untuk mengantar majikannya bepergian. Tapi bukan berarti itu lantas membuat pria itu tidak mungkin memiliki keluarga di luar sana."Tapi aku harap kita bisa menjaga batasan, karena aku perhatikan kamu sudah terlalu baik. Aku hanya nggak enak, hampir setiap malam kamu kasih aku makanan, bahkan kamu menolak saat aku memberimu uang untuk membeli obat buat Bilqis. Aku hanya tidak ingin digosipkan punya hubungan pribadi dengan sesama pekerja. Aku juga tidak mau memiliki hutang budi sama kamu." Naina menelan ludahnya. Tenggorokannya tiba-tiba saja merasa kering.Bahkan hawa sejuk di ruangan ini tiba-tiba saja beru

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Berani Melawan

    Bab 10 "Iya, Dok. Anak saya, Bilqis badannya panas. Saya sudah memberinya obat penurun panas, tapi tidak mempan. Sementara saya tidak mungkin membawanya ke klinik, karena dokter sendiri tahu jika nona Queen tidak bisa sembarangan keluar rumah." "Oh iya, saya mengerti. Baik, saya yang akan ke sana. Tunggu 30 menit lagi ya, Bu." "Terima kasih banyak, Dok." Naina merasa lega karena ternyata dokter keluarga ini bersedia membantu. Dan benar saja, 30 menit kemudian dokter Ratri datang. Perempuan itu mulai melakukan pemeriksaan standar, lalu menjelaskan beberapa hal kepada Naina. "Sayang sekali, saya tidak bawa obat, Bu. Tapi sudah saya tuliskan resep. Nanti Ibu bisa titip kepada sopir atau siapapun di rumah ini untuk membelinya di apotek. Beli obat di apotek online juga bisa, jangan lupa ibu upload resep dari saya ya, saat mau check out." Perempuan itu memberikan secarik kertas bertuliskan nama-nama obat kepada Naina. "Terima kasih banyak, Dok." Mata perempuan itu berbinar. Dia m

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Anda Terlalu Percaya Diri, Nyonya

    Bab 9 Kinara menelan ludahnya. Bukan ini yang ia inginkan. Dia sengaja memprovokasi Cherry agar perempuan itu selalu curiga pada Naina. Kinara ingin sekali menyingkirkan Naina. Dia sudah punya feeling yang tidak enak dengan perempuan yang menjadi ibu susu itu, seolah kehadiran Naina di rumah ini bukanlah kebetulan, tetapi sudah direncanakan sejak jauh hari. Tapi siapa sebenarnya yang merencanakan? Tidak mungkin Gayatri, walaupun kenyataannya Gayatri lah yang membawa perempuan itu untuk menjadi ibu susu cucunya. Kalaupun Gayatri, lalu apa tujuan perempuan setengah baya itu? Apa tidak ada lagi perempuan lain yang bisa menjadi ibu susu Queen? Kenapa dari sekian banyak perempuan yang sedang menyusui, justru Naina yang terpilih? Bahkan terlihat begitu mudahnya Naina terpilih sebagai ibu susunya Queen. Padahal Gayatri orangnya sangat selektif. Tidak sembarangan orang bisa bekerja dan dekat dengan Gayatri. Gayatri sangat peduli dengan latar belakang seseorang, apalagi orang itu akan menj

  • Menjadi Ibu Susu Anak Mantanku   Semua Sudah Jelas

    Bab 8 Naina pikir Kinara ke kamar ini hanya sendirian, tetapi ternyata ada perempuan lain yang mengiring di belakangnya. Perempuan itu melangkah anggun mendekati dirinya. Wajahnya cantik dan sangat familiar karena sering wara-wiri di layar kaca, hanya saja baru kali ini Naina melihat Cherry secara langsung. "Naina. Ini Nyonya Cherry, ibu kandungnya non Queen." Kinara memberitahu, nadanya sedikit menekankan. Namun Naina hanya tersenyum tipis, kemudian mengangguk. "Selamat pagi, Nyonya. Saya Naina, ibu susunya non Queen." Jujur Naina merasa risih karena Cherry memandanginya seperti itu. Penampilan Naina saat ini memang sedikit berantakan. Dia bahkan belum mandi, dan hanya mengenakan baju panjang tanpa kerudung, karena dia sudah hapal betul, Albert jarang masuk ke kamar ini. Sebenarnya Naina juga tidak mengerti kenapa Albert seperti tidak peduli dengan putrinya sendiri, tetapi Naina tidak berani menanyakan soal itu. Itu bukan urusannya. Naina tetap meneguhkan hati bahwa menjadi ibu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status