Share

Ketegangan

Penulis: Libra Syafarika
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-07 12:16:18

"Merasakan apa, Bu?"

Gerakan di ruang operasi terhenti seketika. Dokter anestesi menoleh. Suaranya tetap tenang, tapi ada sedikit ketegangan di balik nadanya.

Ayu menelan ludah. "Dingin, Dok. Saya masih bisa merasakannya," katanya tergagap, napasnya mulai tersengal.

"Apakah sakit?" dokter anestesi kembali mencubit pahanya.

Ayu menggeleng cepat. "Enggak, Dok. Tapi saya bisa merasakannya. Saya tahu, ada sesuatu menyentuh kulit saya!"

Dokter kandungan berpaling. "Kalau begitu, coba angkat kaki Ibu!" perintahnya. Matanya mengamati Ayu dengan cermat.

Ayu mengerahkan seluruh tenaganya, berusaha menggerakkan kakinya. Tapi tidak ada yang terjadi. Ia tetap kaku. Napasnya menjadi semakin berat.

"Enggak bisa, Dok," suaranya gemetar. "Tapi saya sesak, Dok. Enggak bisa napas."

Panik mulai menyelimuti dirinya. Tangannya mencengkeram kain operasi lebih erat, tubuhnya bergetar hebat. Ayu mulai menangis.

"Mbak, nggak perlu takut! Operasinya nggak lama kok," suara bidan Terbit terdengar lembut, tapi tak cukup untuk meredakan ketakutannya.

"Tapi saya enggak bisa napas, Bu! Rasanya sesak!" Ayu terisak makin keras, bahunya terguncang.

Ruangan operasi terasa semakin dingin, semakin sempit. Jantungnya berpacu seperti genderang yang ditabuh tanpa henti. Ia berjuang mengatur napas, tapi udara seakan menolak masuk ke paru-parunya.

Ini pertama kalinya Ayu masuk rumah sakit. Jaka seharusnya ada di sini, menemaninya. Tapi, Jaka tidak pernah memedulikannya.

Namun nyatanya, yang tersisa hanyalah Ayu. Ia berjuang sendirian demi dirinya dan bayi yang bahkan belum sempat ia lihat.

"Dok, sepertinya dia ketakutan," kata bidan pelan.

Dokter kandungan menatap Ayu yang masih terisak, dadanya naik turun tak beraturan. Wajahnya pucat, keringat membasahi pelipisnya, dan matanya yang berkaca-kaca terus bergerak gelisah.

"Baiklah, jika begitu bius total saja!" perintahnya tegas.

Dokter anestesi segera bergerak, mendekati kepala Ayu. Ia mengganti selang oksigen dengan sebuah corong transparan, lalu dengan lembut menempelkannya di hidung dan mulut Ayu.

"Ibu tidur saja yang tenang, ya!" seru dokter anestesi, mencoba menenangkannya.

Ayu ingin menjawab, tapi pikirannya sudah mulai kabur. Matanya semakin berat, suara-suara di sekelilingnya memudar, hingga akhirnya semuanya menggelap.

Operasi berlangsung cepat. Gerakan para dokter dan perawat begitu terampil. Pisau bedah membelah kulit dengan presisi. Darah segera dibersihkan. Lalu perlahan, seorang bayi perempuan diangkat dari dalam rahim Ayu.

Seharusnya, saat ini tangisan bayi menggema di ruangan. Tapi, mengapa tidak ada suara apa-apa?

Hening. Kulit bayi Ayu membiru karena kekurangan oksigen dalam darah.

Dokter anak segera bertindak. Ia menyambut bayi itu dengan kedua tangan, lalu dengan sigap mulai memberikan stimulasi. Telapak tangannya yang bersarung tangan mengusap lembut kulit bayi yang masih basah, tapi tetap tak ada tangisan.

Alis dokter anak berkerut. Napasnya sedikit tertahan saat ia mencoba lagi. Ia mengangkat kaki bayi itu, mengayun-ayunkannya dengan hati-hati.

Masih tak ada suara.

Para perawat saling berpandangan. Suasana di dalam ruang operasi berubah menegangkan.

"Saya akan memindahkan bayi ini ke ruangan lain," dokter anak akhirnya bersuara, suaranya tegas namun sedikit terburu-buru. "Nadinya sangat lemah. Ia butuh oksigen segera."

Tanpa menunggu lebih lama, ia membawa bayi itu keluar.

Di meja operasi, Ayu masih terbaring tak sadarkan diri. Tak tahu bahwa saat ini, putranya sedang berjuang untuk bernapas.

Dokter kandungan menyerahkan tugas akhir pada asisten dokter. Dengan cekatan, asisten mulai menjahit sobekan di perut Ayu, gerakannya presisi dan terlatih.

Ayu selamat. Namun, ia masih terbaring tak sadar. Napasnya teratur di bawah pengaruh anestesi.

Sementara itu di ruangan lain, dokter anak bergerak cepat. Ia menggendong bayi Ayu yang masih diam. Tubuh mungilnya tak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Rasa panik merayapi pikirannya, tapi ia tetap menjaga ekspresi tenang.

"Bawa ke NICU sekarang!" suaranya tegas.

Para perawat langsung sigap. Salah satu dari mereka mendorong inkubator ke sisi dokter, sementara yang lain menyiapkan perlengkapan medis. Begitu sampai di NICU, dokter segera bertindak.

Bayi itu diletakkan dengan hati-hati di tempat tidur hangat. Napasnya nyaris tak terlihat. Dada kecilnya tak naik turun seperti yang seharusnya.

Dokter mengenakan sarung tangan. Lalu dengan cekatan memasukkan alat ke mulut bayi, membersihkan jalan napasnya dari lendir dan cairan ketuban.

"Suction! Cepat!"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Menguak Tabir Kepalsuan

    "Jangan biarkan Ayu muncul di jumpa pers besok. Kalau sampai dia berdiri di depan kamera dan bicara—kamu yang akan aku habisi, Rendra."Ancaman Sambo menghujam dada Narendra, dingin dan tanpa ampun.Narendra menatap mata Sambo. Pandangannya tenang, tapi urat halus di lehernya mengeras. Dalam diam, pikirannya mendidih. Sampai kapan kamu akan terus mengendalikanku, Sambo...Ia menarik napas pendek, lalu menjawab datar, tanpa perubahan raut sedikit pun."Baik, Pa."Ruangan kembali senyap. Tapi bukan senyap yang membawa damai—melainkan hening yang padat, seperti udara sebelum badai.Dini hari pukul dua, mata Narendra masih terbuka. Cahaya layar ponsel menyinari wajahnya yang kelam. Ia berjalan keluar dari rumah dinas Sambo, dikawal pria-pria berseragam. Entah akan melaksanakan perintah mertuanya, atau justru menyusun pengkhianatan baru.***Gedung Pemerintahan — 13.30 WIBRuangan konferensi pers sudah dipenuhi wartawan. Meja-meja dijejali laptop menyala, jemari berlomba dengan waktu. Kame

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Penghianatan Yang Indah

    Ayu membeku sejenak di ambang pintu. Jari-jarinya mengepal, lalu perlahan mengendur. "Apakah kali ini Mas Rendra bisa dipercaya?" batinnya.Pandangannya bertaut pada mata Narendra. Ia melihat sebuah ketulusan terpancar. Ayu menarik napas dalam, ia menghempas segala keraguan lalu melangkah maju.Tanpa suara, Ayu mendekap lelaki itu. Tubuhnya kecil di pelukan sang kakak ipar, namun kehangatannya terasa nyata. Narendra merespons dengan memeluknya erat, dan sebelum sempat menahan, sebutir air mata jatuh membasahi pipinya."Ayu..." Suaranya parau. "Semoga kamu benar-benar bisa bahagia setelah ini."Ayu tersenyum kecil, masih dalam pelukannya. "Terima kasih, Mas. Aku nggak bisa bayangin kalau Mas Rendra nggak bantu aku…"Narendra perlahan melepas pelukan itu, menatap wajah Ayu yang tampak lebih tenang. "Besok aku atur jumpa pers. Aku pastikan kamu di sana, bersama Sambo dan yang lain. Siapkan dirimu, ya. Mungkin akan berat."Ayu mengangguk pelan. "Aku siap. Tapi... kalau nanti polisi akhirn

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Kejujuran Dalam Hati

    Ayu menelan ludah. Tenggorokannya serasa tercekik. Pandangannya membeku pada mata Narendra, namun kakinya seperti tertancap di lantai. Dada Ayu naik-turun tak teratur, dan untuk sesaat, ia bahkan lupa cara bernapas dengan benar.Narendra perlahan bergeser, gerakannya tenang, penuh kendali. Ia menyibak helai-helai rambut Ayu yang tergerai ke pipinya, lalu menyelipkannya ke balik telinga—gerakan lembut yang justru terasa mengancam."Sungguh bodoh Jaka," ucapnya, nadanya seakan menyayat. "Gimana bisa dia menyia-nyiakan wanita secantik kamu?"Ia tertawa kecil, datar. Jemarinya masih melayang di dekat wajah Ayu."Aku selalu gregetan tiap lihat kalian. Dia cuma anak nakal yang nggak bisa mikir panjang—mabuk, wanita, pesta. Kamu pasti capek, ya?"Kelopak mata Ayu mulai berkedip cepat, seperti ingin menghalau air mata yang mulai mendesak naik. Napasnya makin tersengal. Ada getaran di bibirnya, seperti ingin bicara, tapi suaranya tertaha

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Dekapan Yang Menyesakkan

    Pukul 01:00 dini hari, layar televisi di berbagai sudut kota menayangkan berita yang mengguncang publik."Kami telah menemukan bukti kuat dugaan korupsi yang melibatkan Sambo," ujar juru bicara KPK dalam siaran pers yang disiarkan secara langsung."Salah satu bukti kunci adalah rekaman video yang memperlihatkan Bram—tersangka kasus narkoba—mendatangi rumah Sambo dan menyerahkan sebuah amplop tebal. Dugaan kami, amplop tersebut berisi uang pelicin untuk melancarkan bisnis ilegal Bram."Tayangan berganti cepat, memperlihatkan cuplikan video berdurasi pendek: Bram mengenakan jaket gelap, melangkah masuk ke rumah Sambo, lalu menyerahkan sesuatu kepada seorang pria di ruang tamu."Selain itu, kami juga menemukan hubungan Sambo dengan beberapa perusahaan bermasalah," lanjut suara berita, diiringi tampilan grafik koneksi antar pihak."Semua data sedang kami proses dan akan segera diserahkan kepada pihak kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Di Antara Tepian Jurang

    Ayu menatap wajah Laura yang basah oleh air mata. Hatinya ikut hangus. Perlahan, ia meraih tangan perempuan itu dan menggenggamnya erat."Aku ngerti, Mbak," katanya lirih namun tulus. "Yang penting... Mbak Laura sekarang sudah kembali. Sayangilah keluargamu. Jangan sia-siakan mereka lagi."Ia menatap mata Laura, mencoba menyalurkan kekuatan lewat genggaman kecil yang mantap. "Tebus semua kesalahan di masa lalu."Laura mengangguk pelan, tapi matanya tetap sendu. Ia menyeka pipinya dengan tisu, lalu tersenyum pahit."Aku bahkan nggak bisa nenangin Arjuna dan Srikandi waktu mereka nangis. Cuma kamu yang bisa. Sampai-sampai... aku harus jadikan bajumu sebagai selimut mereka. Biar mereka merasa kamu masih ada."Ayu tercekat. Kata-kata itu menghunjam jantungnya seperti sembilu. Ia ingin tersenyum, tapi otot wajahnya tak sanggup bergerak. Pandangannya jatuh ke lantai. Napasnya pelan, namun berat.Maafkan aku, Nak... Maafkan ibu susumu..

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Sebuah Pengakuan

    "M-Mbak Laura... sejak kapan di sini?" suara Ayu nyaris tenggelam, menggantung di ujung lidahnya.Tubuhnya kaku di ambang pintu kamar. Pandangannya tertumbuk pada sosok Laura yang berdiri di belakang Umi Euis, seolah baru muncul dari bayangan.Jantung Ayu mencelos. Bagaimana dia bisa tahu aku tinggal di sini?Laura melangkah maju dengan senyum yang tak menyentuh matanya. Gerakannya tenang, terlalu tenang. "Sudah lumayan lama. Aku memang sengaja menunggu Baim pulang."Mata Ayu membesar. Bahunya naik turun, napasnya mulai tak teratur. "Jadi...""Sudahlah, jangan bicara di sini." Suara Umi Euis memotong, lembut tapi tegas. "Ayu, ajak tamu kamu ke ruang tamu, ya.""I-iya, Umi..."Langkah Ayu terdengar ringan tapi terburu. Suaranya menyisakan gema samar di sepanjang lorong. Laura menyusul, pandangannya menyapu dinding pucat, karpet usang, dan rak sepatu yang sedikit miring. Seulas senyum tipis muncul di bibirnya, entah mengejek atau sekadar menilai."Silakan duduk, Mbak," ucap Ayu sambil m

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Penolakan Yang Berbalut Rindu

    "Menantu bodoh! Siapa yang kamu telepon?" desis Hayati, wajahnya menegang, satu tangan memegangi pergelangan yang memerah.Ayu berdiri tegak. Napasnya memburu, tapi senyum tipis menggantung di bibirnya—bukan senyum manis, melainkan dingin dan sinis."Kenapa? Anda mulai takut?"Langkah cepat terdengar dari arah dapur. Umi Euis datang membawa nampan berisi wedang uwuh, aroma rempah menyeruak seketika. Matanya membesar melihat ketegangan di ruang tamu."Heh... ada apa ini? Kalian bertengkar?"Hayati menunjuk Ayu dengan dagu terangkat."Bilang sama anak yatim ini supaya tahu sopan santun. Dia barusan memelintir tanganku!"Umi Euis tertegun sejenak, lalu buru-buru meletakkan nampan di meja dan menghampiri Ayu."Ayu... ada apa, Nak? Kenapa sampai seperti ini?"Ayu tidak menjawab. Matanya tetap memandang ke depan, tak berkedip. Tapi perlahan, air mata mengalir di pipinya.Hayati mendengus."Ingat Ayu. Kamu masih punya utang sama aku. Kalau kamu nggak nurut, utang itu bakal berlipat!"Lalu ia

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Pertengkaran Yang Tak Terelakkan

    "Mama?" suara Ayu tercekat.Tubuhnya membeku. Tatapannya terpaku pada sosok Hayati yang berdiri kaku di ambang pintu. Sorot matanya tajam, menyala penuh bara.Langkah Hayati menghentak lantai. Tatapannya menusuk saat melihat Ayu duduk berdekatan dengan Baim."Bagus. Keluarga suamimu sedang dilanda masalah, dan kamu malah enak-enakan bersenang-senang dengan pria lain. Dasar tukang selingkuh!" suaranya melengking, membelah udara.Ayu bangkit. Tangannya mengepal di sisi tubuh."Selingkuh? Dari siapa?" suaranya meninggi. Kesabarannya retak."Mas Jaka? Jadi sekarang Mama mengakuiku sebagai menantu?"Ia tersenyum masam. "Padahal sejak awal, aku ini cuma pembantu buat kalian. Bahkan Mas Jaka lebih sering hamburkan uang buat perempuan jalanan daripada pulang bawa beras."Kening Hayati berkerut. Wajahnya menegang. Matanya memerah, hampir menyala."Tentu saja. Pembantu memang sebutan paling pantas buat kamu. Lalu maumu apa? Dicintai? Kamu itu cuma anak penjual sayur. Jangan mimpi tinggi!"Ayu m

  • Menjadi Ibu Susu Bayi Kembar CEO   Rasa Yang Tak Pernah Pudar

    Ayu menoleh secepat kilat. Napasnya tercekat."Mas Baim?" suaranya nyaris tak terdengar.Langkah Baim ringan saat mendekat, tapi sorot matanya penuh arti. Bibirnya melengkung lepas, senyum yang tak bisa ditahan."Tega banget, ninggalin aku gitu aja."Ayu mundur setengah langkah, tangan meremas ujung bajunya."D-dari mana Mas tahu aku di sini?"Baim mengangkat alis, setengah mengejek. "Kamu pikir kamu punya banyak tempat buat sembunyi?"Diam. Ayu menunduk, seperti ada beban berat yang ditahan di tenggorokan. Pandangannya tak berani bertemu mata itu—mata yang dulu, dan mungkin masih, membuatnya lemah.Baim tak bergerak, hanya berdiri cukup dekat untuk membuat napas Ayu semakin sempit."Sampai kapan kamu akan terus menghindar?"Perlahan, Ayu mendongak. Tatapannya hanya sebentar—cukup untuk mengaduk dadanya. Detak jantungnya jadi gaduh. Ia buru-buru menoleh ke arah lain."Ngapain Mas ke sini?" tanyanya, mencoba terdengar datar, tapi suaranya goyah."Anak-anak merindukanmu," kata Baim, pel

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status