เข้าสู่ระบบSore itu, matahari menurun perlahan, memantulkan warna jingga keemasan di dinding apartemen. Di tengah ruangan yang luas dan rapi, terdengar tawa kecil seorang gadis berusia lima tahun, Meline, keponakan yang paling disayangi Samuel.Ia tengah duduk di pangkuan pamannya, memegang sisir kecil berwarna merah muda, mencoba menata rambut Samuel yang berwarna kecoklatan… dengan sedikit uban di sisi pelipisnya.“Paman Sam!” serunya dengan nada setengah protes. “Lihat, rambutmu sudah putih! Ini tandanya kamu sudah tua.”Samuel tertawa pelan. “Oh ya? Meline tahu dari siapa itu?”“Dari mommy! Mommy bilang rambut orang yang sudah putih itu artinya dia sudah tua, seperti Daddy. Tapi kenapa paman belum menikah? Bukankah orang dewasa kalau sudah tua harus menikah?”Samuel mendesah pelan, menatap wajah mungil keponakannya yang tampak begitu polos. “Pertanyaan kamu kadang terlalu serius, Meline.”Meline mengerucutkan bibirnya. “Aku cuma penasaran. Paman baik, paman ganteng, paman jenius, paman juga
"Sayang, katanya mau mandi?" Michael berkata sambil mengusap pipi istrinya. "Iya, tapi gak jadi," jawab Yura sambil memejamkan matanya. Tubuhnya terasa amat lelah. Belum lagi rasa sakit di bagian inti, membuat ia sangat takut untuk berjalan."Bener tidak mau mandi?" Michael bertanya dengan tersenyum. Yura menganggukkan kepalanya. "Aku ngantuk sekali."Michael tersenyum dan kemudian mencium bibir istrinya. "Tidurlah." Yura hanya menganggukkan tanpa membuka mata. Durasi Michael sangat lama, hingga membuat ia benar-benar kelelahan. Entah apa yang dimakan oleh suaminya itu, hingga tenaganya menjadi sangat kuat.Michael menatap wajah istrinya yang sudah sangat kelelahan. Bercak merah di seprai akan menjadi kenangan terindah baginya. Michael berniat untuk tidak mengambil seprai putih ini dan menyimpannya."Sayang, aku sangat mencintainya." Michael tersenyum dan kemudian duduk sebentar di sisi ranjang, memperhatikan wajah Yura yang perlahan terlelap, lalu tersenyum lembut. Malam itu bukan
Michael tidak menghiraukan ucapan Yura. Ia langsung mencium bibir istrinya. Hingga wanita itu tidak bisa mengeluarkan kata-kata lagi.Yura tidak bisa menolak. Michael mengunci tubuhnya hingga tidak bisa bergerak sama sekali. Tanpa melepaskan tautan bibirnya, Michael berhasil melepaskan gaun yang dipakainya dan membuang ke lantai."Dari dulu kamu selalu bertanya mengapa aku menjauhi imut. Alasannya karena waktu itu kamu masih kecil."Yura ingin bertanya namun satu kalimat saja begitu sulit keluar dari bibirnya. Apa lagi saat ini Michael sedang menatap tubuh mulusnya."Aku tidak kuat menahan hasrat Jika dekat dengan mu, Yura aku benar-benar mencintaimu." Michael kembali mencium Yura. Sedangkan tangannya susah mulai meraba setiap inci tubuh sang istri. Cukup lama Michael menikmati bibir manis istrinya, barulah ia melepaskan saat Yura sudah kesulitan bernapas. Begitu Michael melepaskan bibirnya, Yura langsung menghirup udara yang banyak. Namun hal itu hanya beberapa detik. Detik selanj
Malam ini udara terasa dingin menusuk. Namun tubuh Yura justru berkeringat. Ia duduk di tepi ranjang, masih mengenakan gaun pengantin berwarna ivory lembut yang membuat kulitnya tampak berpendar. Jemarinya bermain gugup di atas lipatan kain, sementara jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.Ia bahkan belum berani menatap Michael yang baru saja menggantung jas tuxedo-nya.Suara lembut Michael memecah keheningan. “Capek?” tanyanya sambil tersenyum kecil, langkahnya perlahan mendekati Yura.Yura mengangguk pelan. “Sedikit. Tapi… ini semua masih terasa seperti mimpi.”Michael duduk di sampingnya, cukup dekat hingga Yura bisa mendengar desah napasnya. Ia menatap wajah istrinya itu lama, seolah ingin memastikan bahwa yang ada di hadapannya benar-benar nyata.“Kalau ini mimpi,” ucap Michael, “aku nggak mau bangun.”Yura tersenyum malu, menunduk. Pipinya memanas.Michael mengangkat tangannya, menyelipkan helaian rambut Yura yang terjatuh di pipinya. Sentuhan itu lembut sekali, nyaris s
Rizky yang merupakan dokter sekaligus tuan rumah malam itu, langsung meminta pelayan menyiapkan makanan khusus.Sebagai seorang dokter, ia tahu persis apa yang tidak boleh disentuh oleh penderita sinosis hati.Tanpa perlu menjelaskan, ia sudah mengatur agar Alvaro hanya mendapatkan menu ringan. Nasi lembut, ikan kukus tanpa garam, dan air mineral dingin.“Tuan Alvaro makan yang ini saja,” ucap Rizky pelan, menatap pria itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Meskipun tidak begitu dengan dengan Alvaro, namun Rizky sangat mengenal sahabat dari Nathan tersebut."Terimakasih, kau pasti memberiku makanan yang tidak ada rasa. Padahal aku berharap bisa makan enak di sini." Alvaro berkata dengan tersenyum."Daddy, apa lupa dengan apa yang aku katakan?" Zolin berkata dengan wajah marah. Namun tetap sangat menggemaskan. Alvaro tertawa pelan memandang Putri kecilnya yang imut.“Ingat dokter kecil mu mengawasi," kata Nathan.Alvaro menatap sahabat-sahabatnya satu per satu. Ada rasa haru di mat
“Sudah aku bilangin, kuenya jangan terlalu tinggi. Ini tinggi banget, terus motongnya gimana?” katanya pelan, membuat beberapa tamu tersenyum simpul.Michael hanya tersenyum, mengambil pisau perak panjang yang diserahkan panitia.“Kamu cukup pegang pisaunya,” ujarnya lembut.Yura masih menatap bingung, memikirkan bagaimana caranya menjangkau bagian teratas kue itu.Namun belum sempat ia bertanya lagi, Michael tiba-tiba berjalan ke belakangnya dan berjongkok sedikit.Dengan satu gerakan mantap, ia mengangkat tubuh Yura ke dalam pelukannya.Yura terkejut hingga menjerit kecil.“Mas Michael! Apa yang kamu lakukan?”Namun suaranya langsung tenggelam dalam tawa para tamu yang menyaksikan.Sekarang tinggi tubuhnya sejajar dengan puncak kue itu.Ia menatap Michael dengan ekspresi campur antara kesal dan haru.“Untuk potong kue saja, kenapa ribet sekali?” katanya, meski senyum sudah terukir di bibirnya.Michael Tersenyum lembut.“Biar terlihat... usaha dan perjuangan kita dalam memotong kue,







