Riswan mematut diri di depan kamar Ros. Dia berharap ini hanya mimpi. Tetapi saat dia menampar wajahnya, barulah dia sadar semua ini nyata.
Wanita yang selalu di kamar ini, begadang siang malam hanya untuk menyusui anaknya dengan penuh suka cita, sudah tidak ada lagi.Air matanya menggenang, "ya Allah, kenapa dengan diriku?" lirih Riswan dengan suara bergetar. Bik Momo ikut meneteskan air mata melihat majikannya yang termenung di depan kamar Ros, dirinya juga tengah sibuk menenangkan Melati yang masih menangis sesegukan.
Riswan memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Ros, matanya menyapu setiap sudut kamar, lalu matanya tertuju pada kotak kecil yang telah dibungkus kado bermotif polkadot hitam putih.
Riswan tak sabar membuka bungkusan kado tersebut dengan penasaran, kemudian membuka sacarik kertas yang menempel pada kotak berwarna coklat.
Pak R
Malam ini Melati rewel sekali dan badannya sedikit hangat. Tepat setelah satu bulan kepergian Ros."Bik, apakah Melati sudah diberikan obat penurun panas?""Sudah, Pak. Tetapi masih anget dan rewel banget," sahut Bik momo sambil terus berusaha menenangkan Melati."Maaaaamammaa...mmaaammmaa...," celotehan Melati terdengar jelas.Bik Momo tertunduk menghapus air matanya, ia tahu kalau Melati sangat merindukan Ros. Sedangkan Riswan hanya bisa diam, ia pun sama merindukan Ros, bahkan dadanya terasa penuh bila kembali mengingat saat-saat kepergian Ros."Sini, Bik! Biar saya bawa ke kamar Ros, sambil liatin video Ros," ujar Riswan sambil mengambil alih Melati dari gendongan Bik Momo."Bibik tidur saja duluan, siapa tahu nanti malam kita harus gantian menjaga Melati." Bik Momo mengangguk paham, lalu berjalan ke belakang menuju kamarnya. Sedangkan Riswan
"Ayolah Jek, aku butuh alamat Ros," pinta Riswan memelas kepada Kojek.Ini keenam kalinya Riswan bertandang ke Ferrari, untuk memperoleh kabar keberadaan Ros."Sorry bro, gue ga tau," jawab Kojek cuek"Ga mungkin lo ga tau, lo temen SMAnya'kan?" tanya Riswan dengan intonasi sedikit garang."Boy, bawa lelaki ini keluar," pinta Kojek pada bodyguardnya."Bro, tolongin gue bro, gue harus ketemu Ros!" Riswan berteriak sambil diseret keluar oleh dua orang bodyguard Ferrari.Kojek di dalam Ferrari mencoba menghubungi kontak Ros, namun tak juga tersambung."Shitt! Ayolah Vio kamu ke mana?" ujar Kojek kesal karena dari sebulan yang lalu, nomor Viona atau Rosmala tidak bisa dihubungi."Ros ga ada kabar, Jek? Semoga dia baik-baik saja," ujar Darren saat menghampi Kojek."Besok
Ros sudah sampai di Jakarta. Memilih berhenti di terminal Kampung Rambutan, lalu turun dan menepikan langkahnya di sebuah warung kopi. Perutnya keroncongan menahan lapar, karena selama satu hari satu malam di perjalanan, ia baru satu kali makan, saat bis berhenti di rest area."Mbak, mau ini ya!" Ros memberikan mie instan cup pada penjaga warung kopi. Untungnya hanya satu orang yang lelaki tua yang sedang ngopi di dalamnya, sehingga Ros tidak terlalu risih. Penjaga warung menuangkan air panas pada mie instan cup milik Ros, kemudian ia memberikan pada Ros, sambil tersenyum tipis.Ros mengisi perutnya dengan mie instan panas dengan asap yang masih mengepul. Begitu sedap masuk ke dalam tenggorokannya. Segelas teh manis hangat juga menemaninya pagi ini, menikmati sisa aroma gerimis yang semalaman membasahi bumi.Setelah kenyang dan membayar tagihannya, Ros keluar dari
FlashbackRos menahan tawanya bila ingat kejadian saat di kampung beberapa waktu lalu. Gara-gara Pak Kades, semua rencananya berlibur di kampung menjadi gagal.Ros kini tengah bersembunyi di kolong tempat tidur kamar ibunya, dan lebih anehnya lagi, Satria ikut serta bersembunyi di bawah sana. Entah apa maksud Ros mengajak adiknya ikut bersembunyi bersamanya. Padahal Satria bersikeras tidak mau, katanya takut ada kecoa.Iring-iringan Pak Kades sudah masuk di ujung gang kampung Ros, tidak mungkin ia lari sekarang. Bisa-bisa diuber Pak Kades."Udah datang belum ya Pak Kades, kok sepi?" bisik Ros pada adiknya."Belum kayaknya, Mbak. Belum ada suara ramai," jawab Satria.
Selamat membaca.*****Suasana di kantor tampak masih lengang, baru beberapa gelintir orang yang menempati meja kerjanya masing-masing. Masih ada juga yang asik mengobrol di lobi kantor, atau hanya sekedar menyapa teman satu divisinya."Ojiii...," panggil Wuri teman sekantor Oji."Apa?" Oji baru sampai dan langsung masuk ke dalam ruangannya, sambil menenteng bungkusan plastik."Mana pesenan nasi uduk gue?" tanya Wuri"Ini!" Oji meyerahkan kantong kresek
Suara rintik hujan malam ini membuat Riswan semakin tak menentu dan tak sabar menanti esok. Layaknya air yang turun membasahi bumi ikut bersorak-sorai, bagai debaran jantung Riswan yang tidak menentu.Jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu malam, namun ia tidak juga bisa menutup mata. Masih berbaring memeluk guling, sesekali mencium gemas ujung guling, mengeratkan pelukan pada guling, bahkan tersenyum lebar pada guling besar itu."Aku seperti orang gila karena kamu, Ros," bisik dengan wajah merona. Riswan teringat, ia belum mendapat alamat lengkap Ros, untuk itu ia mengirim pesan pada Oji untuk menanyakan alamat kedai 'Nasi Uduk Melati'. Sepuluh menit tak kunjung dibalas, Riswan pun akhirnya terlelap sangat nyenyak.Pukul setengah lima pagi, Riswan sudah bangun. Bahkan lebih dahulu bangun dari Bik Momo. Bergegas ia menyikat gigi, lalu berwudhu, kemudian mengganti pakaian tidurnya dengan baju sholat. Ya, Riswan memutuskan untuk sholat
Selamat membaca.****Riswan menarik tangan Ros, saat Ros hendak meletakkan piring di depan Riswan. Ros masih gugup dan berdebar, tangannya kini sudah berada dalam genggaman Riswan. Ros tak berani menatap hanya menunduk malu dengan gemetar. Riuh ramai suara langkah kaki berlalu lalang tak dihiraukan oleh Riswan yang saat ini tengah menatap Ros dengan penuh damba, jemari keduanya saling bertaut, seakan dirinya takut Ros hilang dari pandangan.Tak kuasa menahan kejolak rindunya, Riswan dengan berani menarik Ros hingga terduduk dipangkuannya, Riswan melingkarkan lengannya pada pinggang Ros memeluknya erat. Membuat wanita itu tersentak kaget, wajahnya sudah memerah bagai kepiting rebus. Bahkan nafas Ros ter
Sabtu pagi, dengan semilir angin pedesaan, sekelompok burung beterbangan ke sana-kemari menikmati suasana pagi di atas hamparan sawah hijau nan luas. Pemandangan yang mampu menjadi vitamin bagi indera penglihatan, karena bewarna terang alami serta bebas polusi. Riswan sudah lama sekali tidak ke pedesaan, sehingga ia begitu menikmati keindahan yang sedang memanjakan penglihatannya.Kaca mobil sengaja ia buka sedikit, agar udara segar itu terhirup oleh para wanita yang kini terlelap di dalam mobilnya. Melati tertidur di atas tubuh Ros, sehabis menyusu cukup lama. Air ASI Ros sebenarnya masih ada walaupun sangat sedikit, tetapi Melati seakan mengenali harum tubuh dan rasa ASI yang sudah memberikan kehidupan bagianya. Anak balita itu terus saja mengempeng ASI di dalam mobil. Tak dipedulilannya larangan sang papa, agar tidak nen di mobil.Riswan mengulum senyum, sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan pelan. Ia sungguh tak i