David mengusap wajahnya, menghela panjang. “Amber, bisakah kamu nekat pergi dari sisinya? Aku memang belum punya jabatan tertinggi, tapi sebentar lagi aku juga akan setara dengan Reyvan. Aku bisa melindungimu. Buat apa kamu mempersulit diri untuk bertahan di sisinya?”Amber menggeleng cepat. “Vid, aku nggak pantas untukmu yang sangat baik.”David mencondongkan tubuhnya, tatapannya panas. “Aku nggak akan nyerah, Amber. Aku tidak akan membiarkanmu menderita di sisi Reyvan. Kamu bukan wanita yang pantas dipermainkan olehnya.”Amber menghela napas, suaranya melembut. “Vid, bisakah kamu ceritakan apa yang aku minta tadi? Tolong ceritakan detail, apa adanya.” Langsung mengembalikan topik.David akhirnya mengangguk. “Baiklah. Dia memang pria brengsek. Saat kamu lari, dia mendatangiku, mencarimu di setiap sudut ruanganku sambil mengancamku aneh-aneh. Dia seperti orang kesetanan. Mencarimu pasti karena tidak mau melepasmu, masih ingin membuatmu menderita karena berani jadi pengantin pengganti.
Langkah kaki mereka nyaris tanpa suara. Dua pria itu bergerak pelan bak bayangan, menyatu dengan remangnya basement perusahaan Reyvan. Dari kejauhan, kamera pengawas berputar, tapi mereka sudah hafal ritmenya. Tubuh mereka melintas mulus lewat titik buta.Sampai di dekat mobil hitam berkilau milik Reyvan, keduanya saling pandang, lalu mengangguk kecil.“Cepat. Waktu kita tipis.”Pria lain merayap ke bawah mobil. Gerakannya sigap, tangannya cekatan membuka alat tipis dari saku. Suara gesekan logam terdengar lirih, hanya sekejap.Pria pertama berdiri dengan gelisah, matanya terus menyapu sekitar. “Jangan lama-lama. Kalau ada yang lewat—”Suara seretan kecil terdengar, lalu hening. Tak lama kemudian, pria kedua keluar dari bawah mobil dengan wajah berkeringat, tapi senyum lebar mengembang di bibirnya.“Sudah beres,” bisiknya dengan wajah puas.----Reyvan memperbesar layar ponselnya. Melihat istri dan musuh asmaranya duduk berhadapan dengan saling melempar senyum, rahangnya langsung men
“Berikan aku ruang. Aku sudah bisa bergerak seperti dulu lagi. Aku juga ingin bebas pergi ke mana pun. Melakukan banyak hal tanpa harus merasa diawasi. Jangan kamu beri kekangan yang terlalu. Jangan pakai pengawal atau supir. Biarkan aku bergerak normal, seperti wanita lain pada umumnya.”Permintaan itu membuat Reyvan terdiam. Nafasnya tertahan sesaat. Itu bukan permintaan biasa, tapi sebuah hal berat. Di balik sorot matanya, banyak nama berkelebat--Arsen yang licik, Deandra dengan penuh tipu daya, Viona yang penuh dendam, David yang rival cintanya, bahkan mamanya sendiri, juga Tante Olla yang selalu mencari celah. Semua itu membuatnya dilema.Amber kembali memohon, “Aku janji nggak akan pergi dan nggak akan kabur. Please, kasih aku ruang.”Reyvan menutup mata sejenak. Keputusan itu terasa menyesakkan, tapi dia tak ingin lagi mengecewakan perempuan yang ada di pelukannya. Perlahan, dia kembali merengkuh Amber erat-erat. “Asal kamu janji akan menjaga diri, dan selalu mengabariku.”Seny
"Kamu jangan menyalahkan Mama! Salahkan dirimu sendiri. Kenapa sejak lahir selalu bawa sial!" ketus Diana.Kaki Reyvan sudah bergeser. Dia ingin masuk lagi, tapi ditahan sekuat hati. Lalu, tangannya terkepal kuat dengan rahang mengeras. Dadanya terbesit nyeri saat mendengar istrinya terus dihujat seperti itu. Rasanya ingin merengkuh, mendekap Amber, lalu membawa pergi. Tapi, Amber belum selesai meluapkan gejolak perasaannya.Amber menekan napasnya yang berat. Dia tak mau menghadapi Mamanya lebih lama lagi. “Soal Reyvan memperlakukan Mama seperti ini? Itu karena sikap Mama sendiri. Bukannya sudah bagus, Mama dikasih rumah, pembantu, penjaga. Dan kalau Mama mau lebih, tolong jaga sikap.”Diana menahan kesal. "Kamu benar-benar nggak bisa diandalkan! Anak nggak tahu diri!"Amber menatapnya tajam. “Dan seperti yang Reyvan katakan. Mulai sekarang, aku sendiri yang akan menentukan bagaimana hidupku. Mau aku tetap jadi istri Reyvan atau bukan, itu tidak ada hubungannya dengan Mama lagi.”Dian
“Bercerailah dengan Reyvan? Mama berpikir memang seharus begitu, biar kita tetap hidup enak, tenang, damai. Mama sudah punya 5 kandidat yang lebih cocok buatmu. Mereka sanggup menawarmu dengan mahar selangit. Amber, kamu itu cantik, jadi laku mahal. Jangan sampai nyesel kalau tetap di sisi Reyvan. Mama sudah menghadapinya beberapa hari ini, dan masih bisa napas sampai detik ini saja, Mama sudah dikatakan selamat.” Diana menatap sendu, wajahnya bak wanita paling teraniaya di dunia.Amber menatap lekat. Heran kenapa kalimat seperti itu bisa keluar dari wanita yang melahirkannya. Dadanya begitu sesak. Padahal tadi dia sangat mencemaskan mamanya. Kini, satu sudut bibirnya terangkat miring. Dia menggeleng pelan, menahan tawa getir.Lalu Amber terkekeh pelan. “Berpikir? Mama berpikir mau menjualku? Huffff ... Kapan pikiran Mama benar? Sejak dulu, Mama selalu salah berpikir kalau soal keputusan hidup. Apalagi soal hidupku.”Mata Diana melotot, kaget sekaligus tersinggung. “Mama bukan mau men
Mata Amber membelalak tajam, tapi sebenarnya gugup menatap Reyvan. "A-apa yang sudah kamu lakukan sama, Mamaku?"Reyvan mengerutkan dahinya, lalu menatap Prama yang duduk di sebelah kemudi. "Pram, mertuaku kamu kasih buaya atau singa?"Amber sinyal memegang tangan Reyvan. "Apa yang kamu katakan? Jangan bercanda, Rey! Dari tadi pikiranku hampir meledak, tapi kamu cuma bercanda."Reyvan menaikkan dua pundaknya, lalu mengusap tangan Amber yang memegangnya. "Kamu tenang saja, tulang-tulangnya masih ada," ucapnya santai.Amber membuang tangan Reyvan. "Awas, Kamu nanti!"Reyvan mengangguk tenang. "Ya, aku tunggu apa yang mau kamu lakukan padaku nanti. Mau lanjutin yang tadi? Atau-""Rey! Diam!" bentak Amber. Dia menggeram dalam hati.Reyvan mengatup matanya sambil mengangguk. "Hem."Amber semakin geregetan. Dari tadi suaminya itu tidak pernah serius. "Kamu sengaja mempermainkanku, kan?""Siapa yang sedang bermain-main?" Reyvan tersenyum tipis.Amber memukul-mukul dada Reyvan. "Awas saja kal