Home / Romansa / Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder / Bab 5. PEMANASAN DI MALAM PERTAMA

Share

Bab 5. PEMANASAN DI MALAM PERTAMA

Author: Purple Rain
last update Last Updated: 2023-09-28 23:35:47

“Dasar gadis aneh! Aku sekarang suami kamu. Bisa tidak, bersikap manis sedikit saja?” Deniz menahan rasa sakit yang diakibatkan oleh tendangan maut, Marissa.

Ia melirik ke sebelah, di mana gadis yang baru saja dinikahinya itu duduk dengan wajah cemberut. Benar saja, Marissa menyilangkan kedua tangannya di depan dada dengan raut wajah yang tidak dapat Deniz deskripsikan.

“Tapi kenapa harus kamu? Kenapa Tuhan mengirim kamu sebagai jodohku?” ujar Marissa yang membuat pria itu melebarkan kelopak matanya.

“T-Tunggu! Apa maksud dari ucapanmu itu, Nona?” Deniz tersinggung, ia meminta penjelasan dari, Marissa.

“Ya itu lah. Seharusnya Tuhan tidak memilih kamu untuk menggantikan, Kevin.” Jawab Marissa dengan begitu polosnya.

“Hei, Nona! Memangnya apa kekuranganku?” Deniz tidak terima, ia membuka kedua tangannya.

Marissa menoleh, ia memindai sosok pria tersebut dari atas kepala sampai ujung kaki. Kemudian Marissa mengalihkan pandangannya ke depan, ia menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi mobil.

“Huft ….” Marissa menghembuskan napasnya dengan kasar. Mana mungkin dia mengatakan, jika sekarang pria itu terlihat berbeda 180 derajat.

“Bukankah aku sudah menolongmu? Jangan lupa dengan janjimu padaku!” Deniz mengingatkan gadis itu. Ia memilih untuk bersikap sama, melihat jalanan beraspal lewat jendela mobil.

Ucapan dari Deniz mendapatkan lirikan sinis. Marissa tidak menjawab, gadis itu seakan tengah sibuk dengan pikirannya sendiri. Bagaimana jika keluarganya tidak menerima keputusan yang telah ia buat. Bagaimana pula sambutan kedua orang tuanya setelah mendapatkan menantu yang bagi mereka tidak jelas asal usulnya.

“Asal kamu tidak memanfaatkan aku dengan kuasamu,” akhirnya gadis itu bersuara.

“Mana mungkin? kamu belum mengenalku? Aku tidak peduli dengan apa yang kamu miliki saat ini. Asal kamu tahu, aku tidak butuh itu.” Jawab Deniz meyakinkan Marissa yang curiga jika kepadanya. 

“Aduh, tuan sok kaya. Kamu dapat pinjaman semua barang ini dari mana, hah?” Marissa merasa sanksi, jika pria itu tidak melibatkan uang dalam rencananya.

Marissa, ia menilai Deniz masih sama seperti beberapa tahun yang lalu kecuali soal usia. Ia mengenal Deniz dengan kacamata tebal dan setelan kemeja vest yang menambah kesan jauh dari kata—tampan.

“Hem, menurutmu begitu?” di sudut bibir Deniz tersungging senyuman. Ia berusaha mengabaikan pertanyaan dari istrinya. 

Masih teringat dalam benak, Marissa. Jika pria yang kini menjadi suaminya tak lebih adalah sosok pria menyedihkan. Ia selalu mendapatkan bullying victim saat dulu di sekolah, hanya karena keluarga Deniz bukan dari kalangan seorang bangsawan. Seingat Marissa, Deniz bisa masuk ke salah satu sekolah ternama di kota karena pria itu mendapatkan—beasiswa.

“Antarkan aku pulang!” tiba-tiba saja Marissa merajuk, ia merasa enggan berurusan dengan pria yang duduk di sampingnya itu.

“Baik. Aku antar kamu pulang untuk menyelesaikan masalahmu.” Jawab Deniz tanpa melihat ke arah, Marissa.

“Masalah? Aku tidak punya masalah. Apa yang sedang kamu bicarakan, Deniz?” gadis itu mengernyitkan dahinya.

“Setelah apa yang terjadi padamu. Apa kamu akan tetap pulang ke rumah itu? Ayolah! Aku sangat tahu siapa dirimu sebenarnya.” Deniz menjawabnya dengan sebuah pertanyaan yang ditujukan pada gadis berambut ikal tersebut.

Marissa terdiam, bibirnya seolah terkunci rapat. Tiba-tiba saja memori tentang perselingkuhan Kevin dan Joanna melintas di depan matanya. Bayangan itu seakan berputar layaknya adegan di layar lebar.

“A-Aku,” Marissa menelan salivanya dengan paksa, ia merasa kerongkongannya begitu kering hingga tidak bisa menelan saliva dengan baik.

“Walau bagaimanapun, aku adalah suamimu. Apa yang terjadi padamu adalah tanggung jawabku sekarang,” ujar Deniz yang membuat marissa menatap tidak percaya.

Gadis itu menunduk, ia meremas tas selempang yang ada di pangkuannya. Ia menyayangkan nasib sial yang dialaminya dalam satu hari. Apalagi saat Tuhan mengabulkan permintaannya menikah dengan pria selain, Kevin. Marissa merasa jika kesialannya semakin bertambah ketika ia berjumpa dengan Deniz, teman masa lalunya.

“Bisa kita turun kembali?” suara Deniz membuyarkan lamunan, Marissa.

Ia mengangkat wajahnya dan mendapati pemandangan halaman rumah sudah ada di depan mata. Pagar berjeruji besi itu menjulang tinggi bak sebuah istana, tapi kenyataannya Marissa tidak menemukan kebahagiaannya di dalam sana. 

“Oh, i-iya.” Marissa yang merasa gugup mencoba untuk bisa mengendalikan emosinya.

“T-Tapi ….” gadis itu tidak meneruskan kalimatnya.

“Tidak apa-apa. Jangan takut! Ada aku,” kalimat yang diucapkan oleh Deniz membuat hati Marissa sedikit tenang.

Tanpa banyak kata, Marissa turun dari dalam mobil sesuai apa yang diperintahkan oleh Deniz. Gadis itu berdiri terpaku beberapa saat hingga Deniz menyentuh tangannya yang terasa dingin. Pria itu menggenggam dengan erat, tanpa Marissa sadari suhu tubuhnya kini sedikit menghangat.

“Bagaimana jika mereka menolak kedatangan kita?” bisik Marissa saat keduanya berjalan menuju teras kediaman keluarga, Sawyer.

“Tidak akan,” berulang kali Deniz meyakinkan agar Marissa tidak perlu mengkhawatirkan soal apapun. 

Hingga mereka sampai di depan ruang tamu yang berukuran tidak seberapa besar. Keduanya telah disambut dengan wajah yang tidak menyenangkan. Entah bagaimana ceritanya, Kevin pun sudah hadir di tengah-tengah mereka. Tentu saja pria itu menatap tajam pada, Marissa. Seakan-akan Kevin hendak menelan gadis itu hidup-hidup.

“Jadi, kamu masih berani menampakkan diri di rumah ini?” tanya tuan Sawyer yang tak lain adalah ayah kandung, Marissa.

“Bukankah Anda adalah ayahnya? Kenapa berkata seperti itu pada putri Anda, Tuan?” dengan sikapnya yang tenang, Deniz balik bertanya pada tuan Sawyer.

“Kau! Beraninya Kau memotong kata-kataku. Memangnya kamu siapa, hah? Kenapa kamu mencampuri urusanku?” bentak ayah Marissa dengan penuh emosi. 

Deniz tetap santai, ia tidak terpancing dengan jari telunjuk tuan Sawyer yang mengarah kepadanya. Berbeda dengan Marissa yang merasakan gemetar di seluruh tubuhnya. Andai saja Deniz tidak memberikan lengannya, bisa saja Marissa terjatuh karena kakinya tidak bisa menopang karena lemas.

“Perkenalkan, saya Deniz Ansel Ghazy. Saya suami putri Anda, Marissa.” Deniz berusaha mengulurkan tangannya, tapi sampai beberapa detik tidak ada sambutan baik dari tuan Sawyer.

Dengan terpaksa Deniz menarik kembali tangannya. Ia melihat perubahan gestur dari keluarga Sawyer yang kini tengah mengintimidasi mereka berdua.

“Lancang kamu menikah tanpa restu dariku,” ujar tuan Sawyer dengan bola mata yang melotot.

“Maafkan saya jika sudah tidak sopan melanggar batas di keluarga ini. Tapi saya tulus menikah dengan putri Anda.” 

“Alah! Alasan saja kamu. Mana ada lelaki normal yang mau menikah tanpa tahu asal usul calon pengantinnya.” Sahut Kevin yang tidak mau kalah dalam perdebatan ini.

“Oh, hai! Kita bertemu kembali ya, Bro!” Deniz menawarkan senyuman pada, Kevin. Meski ia tahu, jika pria itu tidak membalasnya.

“Tahukah kamu? Perempuan yang kamu nikahi itu adalah calon istriku. Dia telah kabur dengan membawa hutang yang cukup banyak.” Kevin memojokkan Marissa kali ini.

“Tidak! Bukan begitu ceritanya. Jangan bohong kamu, Kevin!” Marissa maju satu langkah, ia menunjuk wajah Kevin dengan murka.

“Kenyataannya begitu,” ujar Kevin dengan santai. 

Deniz melihat jika ada keanehan di dalam keluarga, Sawyer. Entah kenapa mereka menyerang putri kandungnya sendiri tanpa memberi ruang pada Marissa untuk membela diri.

“Berapa hutang yang dia tanggung untuk menyelamatkan keluarganya?” 

“Apa ….?!” Marissa menoleh ke samping, di mana Deniz tengah memasukkan tangan kanannya di balik jas yang dikenakan. Ia tidak menyangka jika Deniz bisa menebak skenario ya kini tengah dijalankan oleh keluarganya.

“Tulislah di sini! Berapa angka yang kamu inginkan untuk menebus hutang yang dibebankan pada istriku?” 

Rupanya Deniz mengeluarkan secarik kertas cek. Ia meletakkannya di atas meja, tak lupa Deniz meninggalkan sebuah pulpen diatas kertas tersebut. Marissa menatapnya dengan rasa tidak percaya. Ekspresi yang sama pun ditunjukkan oleh mereka—keluarga Sawyer.

“Dengan satu syarat. Jangan pernah mengganggu, Marissa! Atau kalian berurusan denganku,” kali ini wajah Deniz terlihat begitu serius. 

“Ayo kita pulang!” Deniz langsung menarik tangan Marissa yang sedari tadi bengong tanpa banyak tingkah.

Gadis itu hampir saja terjungkal ketika belum siap mengimbangi aksi dari suaminya. Mereka pun pergi dari kediaman Sawyer tanpa pamit.

“Jangan menatapku seperti itu! Belum tahu kalau suami kamu ini sangat keren?” ujar Deniz sambil menggandeng tangan Marissa menuju mobil yang terparkir rapi di halaman rumah mewah itu.

“Hah, apa? Ish ….” buru-buru Marissa mengalihkan pandangannya. tanpa ia sadari, pesona Deniz membuat hatinya meleleh bagaikan sebatang coklat.

“Marissa,” panggil Deniz saat mereka sudah berkendara di jalanan.

“A-Apa?” Marissa akui ia sangat gugup saat ini, sehingga ia meremas kedua tangannya.

“Bukankah malam ini adalah malam pertama bagi kita?” bisik Deniz dengan lembut. Kalimat yang diucapkan oleh Deniz disambut Marissa dengan kelopak mata yang melebar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   120. RENCANA KEVIN DI BALIK KEBAHAGIAAN MARISSA

    ​Apartemen, Pukul 07:00 Malam​Setelah badai emosi berlalu, keheningan yang penuh kebahagiaan menyelimuti kamar. Deniz tidak lagi mengenakan jas biru mudanya. Ia hanya memakai kaos putih dan celana piyama, duduk di tepi ranjang sambil memeluk Marissa yang bersandar di bahunya. Kotak mint itu tergeletak di karpet, terlupakan, digantikan oleh kenyataan yang jauh lebih berharga.​“Kenapa kamu tidak memberitahuku lebih awal?” tanya Deniz lembut, mengelus rambut Marissa.​Marissa mendongak, matanya masih sedikit bengkak karena tangisan bahagia. “Aku menunggu saat yang tepat, Mas. Aku nggak mau membebani pikiranmu dengan ini saat kamu sedang berjuang di kantor.”​Deniz mencium keningnya. “Sayang, kamu adalah alasan aku berjuang. Kamu bukan beban. Kamu adalah rumahku yang sesungguhnya.”​Ia kemudian bangkit. “Aku harus melakukan sesuatu. Kabar gembira ini butuh perayaan besar.”​“Tapi, Mas,”​”Sttt… aku nggak mau dengar alasan apa pun.”​Deniz meraih ponselnya dan mengirim pesan singkat.​Li

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   119. CAHAYA BARU

    Kantor, Pukul 11:30 Pagi ​Ruang rapat direksi terasa seperti arena gladiator modern. Lampu kristal di langit-langit memantul pada permukaan meja mahoni yang mengkilap, menciptakan siluet tajam bagi 12 pasang mata yang menatap Deniz. Mereka adalah para veteran bisnis, pemegang saham yang kuat, dan juga para opportunist yang sigap dan tanggap jika terjadi bahaya sekecil apa pun. ​Kevin tidak hadir, tetapi kehadirannya terasa melalui ketegangan yang menggantung. “Dasar pecundang,” gumam Deniz. ​Deniz berdiri di ujung meja, menyandarkan tangan di permukaan meja. Tidak ada proyektor, tidak ada PowerPoint. Hanya dia, dan ketenangannya. Jas biru mudanya terlihat mencolok di antara setelan abu-abu tua dan hitam. Ia membiarkan keheningan itu berlarut selama beberapa detik, membiarkan detak jam dinding seolah menjadi hitungan mundur. ​“Selamat siang. Saya tahu mengapa kita semua ada di sini,” Deniz memulai, suaranya pelan tapi menusuk, “Kecemasan. Sebuah emosi yang disebarkan dengan sangat

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   118. AROMA MINT JAHE

    Kantor, Pukul 11:00 Pagi​Deniz memasuki markas besarnya, lantai eksekutif yang biasanya tenang kini terasa berdenyut tegang. Aroma kopi premium di pantry tidak bisa menutupi bau kecemasan yang samar. Mark, orang kepercayaan Deniz, sudah menunggu di ambang pintu, wajahnya kaku seperti patung marmer.​“Bos, direksi sudah berkumpul. Mereka menuntut penjelasan yang sangat spesifik,” kata Mark tanpa basa-basi.​Deniz hanya mengangguk. Ia melepas mantelnya dan memberikannya kepada asistennya, gerakannya lambat dan penuh perhitungan. Jas biru muda yang dipilih Marissa membuatnya tampak tenang di tengah pusaran kegaduhan.​“Bagus. Biarkan mereka menunggu sebentar lagi,” jawab Deniz, nadanya datar. “Apa yang sudah kita siapkan untuk menghadapi serangan Kevin?”​Mark menyerahkan sebuah tablet. “Dokumen rahasia klien. Kevin membocorkan info tentang proyek akuisisi di Timur Tengah yang tertunda. Mereka memutarbalikkan fakta, mengatakan ini adalah tanda kegagalan finansial besar. Tentu saja, itu

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   117. SANG PEWARIS

    ​Pintu kamar tertutup. Keheningan apartemen yang mewah itu seketika dipenuhi suara desahan tertahan, derit kepala tempat tidur yang berirama pelan, dan bisikan-bisikan gairah yang hanya dimengerti oleh dua jiwa yang saling merindukan. Aroma teh jahe, tembakau, dan single-origin coffee yang melekat pada Deniz bercampur dengan parfum lavender samar di kulit Marissa, menciptakan campuran yang memabukkan—perpaduan antara dunia pebisnis yang dingin dan dunia seni yang hangat.​Bagi Deniz, momen ini bukan sekadar pelampiasan lelah; ini adalah validasi. Di kantor, ia adalah seorang pemimpin yang harus bersikap tanpa cela. Di sini, di dalam pelukan Marissa, ia adalah manusia yang rentan, yang kerinduannya ingin diakui dan dipenuhi. Setiap sentuhan, setiap ciuman yang dalam, adalah pengakuan bahwa ia punya alasan untuk mnjadi pemenang di luar sana. Bukan hanya untuk aset dan kekayaan, tapi untuk kembali ke tempat ini, ke pelukan yang nyata, beraroma cat dan tawa.​Marissa merespons intensitas

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   116. MERINDUKANMU SETIAP WAKTU

    Keesokan paginya, Deniz tiba di kantor tepat pukul delapan. Udara di lantai eksekutif terasa tipis dan berenergi. Mark sudah menunggu di luar ruangannya, memegang dua cangkir kopi single-origin yang mahal."Rapat darurat, Bos. Tim Legal baru saja mengirim notifikasi gugatan dari 'Pihak Lama'—mereka mencoba memblokir aset operasional kita, mengklaim bahwa restrukturisasi ini melanggar perjanjian penangguhan utang lama," jelas Mark, nada suaranya sedikit tegang.Deniz menerima kopi itu, menyesapnya perlahan. Ia tidak menunjukkan reaksi terkejut sama sekali, seolah sudah mengantisipasi langkah ini. Kevin dan Joanna tidak akan membiarkannya bergerak tanpa perlawanan."Sajikan kopi ini untuk Tim Legal. Minta mereka siapkan berkas. Aku tidak butuh drama, Mark. Aku butuh solusi. Biarkan mereka bermain kotor, kita bermain lebih cerdas," kata Deniz, sorot matanya tajam. "Aku sudah memprediksi ini. Angka kerugian kita sudah kita hitung, dan itu sebanding dengan kemenangan yang akan kita dapatka

  • Menjadi Istri Jaminan Tuan Miliarder   115. SEBUAH JANJI

    Deniz tidak membuang waktu. Kota menyambutnya dengan desakan yang familiar: kemacetan, rapat mendadak, dan aroma kopi mahal. Ruangan pertemuan di gedung pencakar langit yang dulu ia hindari kini ia masuki kembali, bukan sebagai pelarian, melainkan sebagai penakluk. “Pagi Bos,” sapa Mark dan Sam hampir bersamaan. “Siap kembali ke dunia bisnis?” lanjut Mark. “Silahkan masuk, Tuan.” Sam membuka pintu ruangan. Terlihat begitu tenang, dengan aroma lavender saat ia memasukinya. ​Rapat pertama berjalan tegang. Deniz meletakkan komitmennya di atas meja, bukan sebagai permintaan, tetapi sebagai dekrit. ​"Aku akan kembali memimpin. Tapi syaratnya mutlak," ucap Deniz, suaranya tenang, namun memiliki resonansi karang yang tak tergoyahkan. "Perusahaan ini, mulai hari ini, akan kembali beroperasi. Kita mulai dari nol, dan membuktikan bahwa Deniz Ansel Ghazy tidak akan menyerah hanya karena sandungan kecil.” ​Ronan Blaire, yang dikenal pragmatis, mencoba menyela. "Kita bisa buat kembali strukt

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status