공유

Bab 6. Hujan

작가: Rifat Nabilah
last update 최신 업데이트: 2024-07-08 18:00:17

"Wiliam! Keluar dari sini atau aku akan berteriak untuk mengusir kamu! Kamu sudah masuk tanpa izinku dan kamu membahas hal yang tidak pantas!"

Seketika itu juga Wiliam bangun dan bertatapan langsung dengan Vea yang sedang marah besar, keempat bola mata bertemu, Wiliam seakan berkaca mata itu adalah dirinya sendiri.

"Izin istri sendiri? Hal tidak pantas adalah kewajiban kamu sebagai seorang istri, apa aku salah? Rasanya aku hanya mengingatkan kamu untuk tidak menunda apa yang harus kamu berikan pada suamimu," tuturnya menambah kemarahan istrinya sendiri.

Bersamaan mulut Wiliam yang tertutup, Vea menaikan tangannya untuk memukul wajah rupawan Wiliam, dia tidak tahan didesak dan dipaksa melakukan sesuatu yang tidak mau dia lakukan.

"Istri? Kewajiban? Aku tidak akan mau! Lebih baik kamu hilangkan niat kamu Wiliam! Aku tidak akan sudi tidur denganmu dan aku minta segera lepaskan aku dari jerat pernikahan ini. Aku menolak menjadi istri keempat kamu! Aku muak melihat tingkah kamu seperti ini," balasnya meninggikan suara.

Tangan Wiliam menangkap tangan Vea yang hampir menamparnya, pria yang selama ini ditakuti dan dihormati banyak orang ternyata tidak sedikitpun membuat Vea tunduk padanya.

"Jangan kamu pikir bisa lari dari aku! Menikahi kamu bukan sebuah permintaan, tapi keputusan aku sendiri, maka kamu harus siap setiap waktu jika aku membutuhkan kamu, kamu mengerti itu kan?!"

Tidak disangka Wiliam lebih berani lagi berkata-kata di depan Vea yang sekarang menciut, mana mungkin ada orang lain yang berani melawan seorang Wiliam jika dia sudah menginginkan sesuatu.

"Kamu yang seperti ini hanya membuat orang sengsara Wiliam, sikap dan tingkah laku kamu berbeda dari yang orang pikirkan, karena ternyata kamu memiliki banyak istri dan mereka mau dibodohi kamu untuk berbagi suami, itu yang membuat aku tidak mau. Aku tidak akan mau berbagi!"

Masih Vea terus memaki suaminya, sebagaimana dirinya ingin dibebaskan dari pernikahan yang tidak diinginkannya. Namun, Wiliam tetap tidak menginginkan perpisahan Vea.

"Ikut denganku!"

Tarikan tangan Wiliam membuat pergelangan tangan Vea rasanya sakit, pria sekeras Wiliam mampu mematahkan tangan seseorang begitu juga yang bisa dilakukannya pada Vea.

"Lepaskan!"

Wiliam benar melepaskan tangan Vea, mereka ada di luar rumah kontrakan petak kecil tersebut, kemarahan keduanya membuat langit tiba-tiba turun hujan cukup deras, keduanya masih terus bertatapan.

"Ikut pulang denganku, Vea. Kamu tidak akan rugi menikah denganku dan jangan buat aku marah lagi, cukup kamu jadi istri yang baik, aku akan memenuhi segala kebutuhan kamu, lihat diri kamu tinggal di rumah sekecil ini."

Air hujan terus mengguyur keduanya, Vea tidak akan bisa menuruti kemauan Wiliam saat ini. Cukup bersabar menghadapi Wiliam, Vea memberanikan diri untuk kembali bicara.

"Stop! Jangan paksa aku Wiliam! Kamu pergi atau aku teriak agar orang-orang datang dan memukuli kamu sekarang juga, aku minta kamu pergi karena aku sudah capek pulang kerja dan jangan paksa aku semau kamu, berikan aku waktu untuk sendiri, aku mau menenangkan pikiranku."

Saat ancamannya tidak digubris oleh Wiliam, Vea mulai memohon hingga dirinya harus berlutut di tengah hujan, rasanya memalukan dan harga dirinya sangat jatuh untuk sebuah kebebasannya. Wiliam mematung melihat Vea yang berlutut di depannya, tidak mungkin jika dia membiarkan istrinya merendahkan diri sendiri hanya untuk memohon padanya.

"Baik, aku pergi sekarang. Aku rasa kamu belum mengerti kenapa pernikahan ini terjadi begitu saja, suatu hari nanti kamu akan mengerti dan memahami alasan aku menikahi kamu, berdirilah dan tegakkan kepalamu lagi, sungguh aku tidak akan membiarkan siapapun menyakiti kamu walaupun itu aku sendiri," ucapnya membangunkan istrinya yang berlutut dengan tangisan keputusasaan.

Gerakan kaki Wiliam sangat cepat, dia hanya perlu memastikan dari dalam mobilnya Vea sekarang perlahan masuk ke dalam kontrakan petak yang kecil itu, Wiliam tidak benar-benar pergi dari sana, dia tetap mengawasinya sebagai bentuk rasa pedulinya pada istri keempatnya ini.

"Aku akan menjaga kamu Vea, walaupun badanku harus basah kuyup atau sakit, aku tidak peduli, yang pasti aku mau tetap membawamu pulang bersamaku."

Keputusan Wiliam membuatnya harus membatalkan janji pekerjaan yang sudah dijadwalkan hari ini, semua urusannya dia berikan pada Silvi sebagai istri yang bisa dia andalkan selama ini. Sedangkan Vea masih terus menangis meratapi hidupnya yang begitu rumit semenjak ada di panti asuhan sampai bertemu dengan pria yang begitu memaksanya memberikan anak.

"Mengapa hidupku seperti ini, kenapa aku harus tinggal di panti asuhan waktu dulu? Dan aku harus mengenalnya? Tidak bisakah aku mau kehidupan yang layak seperti orang lain? Pernikahan yang dilandasi cinta dan kasih sayang, orang tua yang utuh? Di mana keadilan untuk hidup aku?"

Bagaikan tidak memiliki semangat hidup lagi untuknya, tangisan masih terus menemani hingga ribuan pertanyaan terus berdatangan. Tetapi tiba-tiba, suara pintu terketuk dua kali. Vea berpikir pasti ibu kontrakan yang akan menagih uang yang belum dia lunaskan karena masih menunggak. Namun, ternyata salah, seseorang berdiri dengan pakaian yang masih basah kuyup dan rambut sudah berantakan.

"Hey, aku membawakan kamu pakaian hangat dan makanan, kamu juga bisa meminum vitamin agar daya tahan tubuhmu meningkat," ucap Wiliam menyodorkan semua itu pada Vea.

Wanita itu menghela nafas, rupanya Wiliam belum pergi dari sana dan tetap dengan keputusannya, Vea mendorong Wiliam agar tidak lagi menghalanginya menutup pintu, daun pintu di tarik dan segera dia kunci rapat-rapat.

"Pergi dari sini Wiliam! Aku bilang pergi! Jangan ganggu dan peduli padaku! Kamu tidak akan pernah mengerti betapa kesepian dan menderitanya aku selama ini. Tolong jangan menambah beban hidupku!"

Perkataan Vea membuat Wiliam harus meletakkan semua yang dibawanya di depan pintu, selama ini memang Wiliam tidak pernah mengalami yang namanya penderitaan semacam kesepian, karena hidupnya sudah ramai, banyak istri dan banyak pekerjaan, serta banyak uang.

"Sepertinya dia sudah pergi, astaga dia meninggalkan semua ini di sini, aku rasa dia tidak sejahat yang aku pikir, tapi aku tetap tidak bisa menjadi istri yang dia inginkan."

Terpaksa Vea membawa semua pemberian Wiliam masuk ke dalam, dia melihat ada satu ponsel android yang cukup bagus dan bermerk dan sepucuk surat yang sudah disisipkan di sebelah ponsel tersebut.

Isi surat: "Ponsel ini digunakan untuk bisa menghubungi aku, semua nomor adalah milikku, dan nomor telepon rumah juga tertera di sini, jaga dirimu dan makan yang banyak, pastikan juga badanmu tetap hangat dengan sweater yang aku berikan."

Tangan Vea mengambil sweater hangat yang dimaksud Wiliam. Wiliam benar, baru saja jemarinya menyentuh sweater hangat itu ternyata bisa dia rasakan jika rajutan bahan benang wol memang cocok digunakan saat dingin.

"Aku rasa dia berlebihan, tapi aku baru merasakan kepedulian semacam ini. Eh, aku tidak boleh luluh hanya karena semua barang-barang ini, dia hanya sedang membeli aku dengan uang yang dia punya," ucapnya segera merapihkan lagi barang-barang tersebut.

Dibukanya pintu, Vea berjalan menuju tempat yang seharusnya bisa membuang apa yang dipegangnya itu, benar saja ada mobil keluaran terbaru berwarna putih hitam terparkir tidak jauh dari tempatnya. Diketuknya tiga kali kaca mobil, terlihat jika pemiliknya mengetahui betul kalau Vea sudah berdiri di samping mobilnya.

Saat kaca mobil terbuka, Vea melemparkan apa yang dipegangnya.

"Ambil semua milikmu ini! Sampah buatku!"

Dilemparkan ke wajah Wiliam secara kasar, pria itu geleng-geleng kepala tidak memperdulikan perlakuan istri keempatnya, dia segera membuka pintu mobil dan mengejar Vea.

"Tunggu dulu Vea! Tunggu dan dengarkan aku baik-baik. Aku mencintai kamu, sangat-sangat mencintai kamu, ikutlah denganku, aku mohon padamu. Berikan aku kesempatan untuk membahagiakan kamu, detik ini dan selamanya," kata Wiliam dengan sungguh-sungguh, apalagi sekarang dia berani berlutut di depan wanita yang dia cintai.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 126. Akhir Yang Bahagia

    ["Silvi, apa ini kamu?"] ["Benar, Mas. Ini jelas aku, ada yang bisa aku bantu untuk membantu Mas?"] ["Tolong aku, berikan apa yang Vea minta sama kita waktu di rumah sakit, kamu tolong investasi ke tempat kerja Vea, tapi kamu juga harus berikan penjagaan ketat untuk setiap yang masuk ke dalam sana, aturlah bagaimana caranya, itu terserah kamu."] ["Baiklah Mas, aku akan lakukan sekarang."] ["Terima kasih Silvi, kamu bisa aku andalkan, sekarang aku baru sampai di rumah sakit, nanti hubungi aku kalau kamu sudah selesai mengurus semuanya."] ["Ok, Mas."] Wiliam memutus sambungan teleponnya. Ria menunggu apa yang dibicarakan Silvi dengan Wiliam membuatnya penasaran. "Ada apa?" "Mas Wiliam meminta aku membuka kembali tempat kerja Vea, tapi kali ini harus jauh lebih aman daripada kemarin. Aku harus pergi dulu, kamu di rumah sama Cici." "Baik, Kak Silvi." Silvi pergi sesegera mungkin dari rumah itu menuju ke tempat kerja Vea untuk mengecek tempat itu secara langsung dan mencari info

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 125. Bijaksananya Mertua

    "Permisi!" Sumber suaranya ada di depan rumah, dan Silvi berjalan membukakan pintu karena ada di ruang tamu bersama Ria. "Ayahnya Vea, kan?" Tentu Silvi tahu tamunya sekarang adalah ayahnya Vea yang bertemu waktu di rumah sakit, begitu juga Ria yang tahu seperti Silvi begitu melihat wajah tamunya. "Benar, bisa bertemu sama suami kalian?" Silvi berpikir sebelum menjawab permintaan ayahnya Vea, apakah harus saat ini bertemu dengan Aziz atau nanti saja. "Bisa, Pak." Ria yang lebih dulu menjawab karena Silvi diam memikirkan akibatnya nanti. Sekarang Silvi bernafas lega karena yang mengambil keputusan bukan dirinya. "Baiklah, terima kasih." "Sama-sama, aku panggilkan dulu, tapi nanti Bapak silakan tunggu di ruang tamu bersama Kak Silvi." Menurut Ria ini kesempatan suaminya bicara berdua dengan mertuanya untuk meluruskan masalah yang terjadi, karena terlihat Aziz tidak sedang marah. "Mas, kamu ada di dalam?" Ria mengetuk pintu kamar Vea beberapa kali sampai terdengar suara

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 124. Dipaksa Pulang

    "Dengarkan aku, Vea!" Wiliam membentak istrinya dengan penuh kemarahan, selama ini Wiliam sangat sabar terhadap sikap Vea, tetapi kali ini dia tidak mau mengalah lagi. "Dengarkan aku! Kamu akan bersama denganku walaupun kamu masih mau bersama keluarga kamu dan meminta aku mengembalikan apa yang sudah aku tutup. Aku tidak membutuhkan persetujuan kamu, sekarang kamu diam dan turuti kemauan aku, kita akan segera pulang ke rumah kalau kamu sudah membaik." Tatapan tajam Wiliam membuat Vea diam dan tidak berpikir lagi, karena suaminya kalau sudah marah tidak ada yang bisa menahannya. "Baiklah," ucap Vea. Wiliam mengendus kesal di depan istrinya yang terpaksa menurutinya, dia tidak peduli apa pun yang dipikirkan oleh Vea, yang terpenting dirinya bisa membawa pulang Vea. Bahkan jika harus berseteru lagi dengan Aziz dirinya akan memberanikan diri. Pria itu keluar dari ruangan Vea dan segera menemui dokter untuk Vea bisa pulang sebelum kedua orang tua Vea akan datang menjemput istriny

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 123. Tetap Ingin Menjaganya

    "Ayo Mas pulang!" Silvi tetap memaksa suaminya pulang bersama dengan mereka bertiga lagi. Silvi hanya tidak mau juga Vea bertambah parah sakitnya harus marah-marah seperti tadi. "Silvi! Aku masih mau bersama dengan Vea, tolong kamu kalau mau pulang, pulang duluan saja bersama Ria dan Cici, aku masih mau di sini sama Vea." Posisi mereka sudah ada di luar ruangan Vea, dan Vea menghubungi ayahnya untuk menjemput dirinya malam ini juga karena tidak mau bertemu dulu sama suaminya. "Vea sakit Mas, kamu harus mengerti itu," bisik Silvi. Wiliam akhirnya berjalan mengikuti ketiga istrinya pergi dari sana pulang dengan kesalahpahaman lagi. "Wiliam ini, dia selalu bertindak sendiri tanpa meminta pendapat aku, setidaknya dia bisa mengatakan hal ini, pekerjaan itu juga penting buat semua temanku." Vea masih terus marah-marah sendiri di dalam sana, dia sendirian tanpa ada yang menemani, tetapi lebih baik seperti ini daripada dirinya ditemani Wiliam yang selalu membuat dirinya kesal. Wil

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 122. Keputusan Vea

    "Maaf kamu bilang? Bukankah kamu yang mau kita berkumpul? Tapi kenapa kamu mematahkan harapan kedua orang tuamu yang sudah menerima kamu? Aku tidak habis pikir dengan cara pikirmu yang ingin menghargai pernikahan sama menantuku, seharusnya dia paham kalau istrinya mau tinggal sama kedua orang tuanya dulu, tidak akan lama juga, dia bisa menjemput setiap saat." Aziz sungguh tersinggung putrinya tidak mau membahas semua itu langsung di depan Wiliam dan dirinya. Bahkan lebih mau dirinya pergi dengan alasan membeli perlengkapan mandi. "Aku minta Ayah tenang. Karena Wiliam jauh lebih emosi daripada Ayah, aku takut kalau Wiliam bisa melakukan sesuatu lagi pada keluarga kita, biarkan aku tetap tinggal bersama suamiku, dia sangat bertanggung jawab dan memenuhi segalanya, jadi tolong mengerti anakmu ini karena mau bersama kehidupan barunya, aku akan menginap beberapa pekan ke rumah kalian saat Wiliam mengizinkannya, tapi aku tidak janji akan hal itu." Vea menenangkan ayahnya yang mau tingga

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 121. Pilihan Yang Sulit

    Wiliam menunggu tanpa henti di luar ruangan Vea, tetapi keluarga Vea masih belum juga mau pulang setelah dirinya kesal mendengar pembicaraan satu keluarga itu. Sampai subuh Wiliam baru menyadari kalau Vea memanggilnya, "Wiliam, tolong bantu aku," ucapnya sudah melihat suaminya di depan pintu. "Ya," jawab Wiliam singkat karena masih mau bicara berdua dengan istrinya. Saat Wiliam masuk ternyata ibu mertua dan adik iparnya langsung berpamitan, sekarang hanya ada Aziz bersamanya di sana. "Wiliam, tolong jaga anakku," pamit ibu Vea. "Baik," balas Wiliam. Mereka berdua pergi, Vea mau dibantu ke kamar mandi oleh suaminya karena ingin membuang air kecil, apalagi tadi minum banyak sekali membuat Vea tidak nyaman terbaring di tempat tidurnya. "Pelan-pelan sayang." "Iya, Wiliam." Mereka berdua ke kamar mandi, sedangkan Aziz mengamati menantunya begitu menyayangi putri pertamanya itu. "Ternyata Wiliam sayang sama istrinya, aku paham mengapa Vea mau dijadikan istri keempatnya, pa

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 120. Vea Sadarkan Diri

    "Angkat Mas!" Silvi mau suaminya mengangkat panggilan masuk dari rumah sakit tersebut karena mau tahu kabar terbaru Vea. "Baiklah," ucap Wiliam. ["Hello, selamat malam, bisa bicara dengan Bapak Wiliam?"] ["Benar, ini dengan saya sendiri, ada apa ya? Apa ini ada hubungannya dengan kondisi pasien bernama Vea?"] ["Benar Bapak. Pasien sudah sadarkan diri, dia mau suami dan keluarganya datang, apa bisa sekarang ke rumah sakit karena ini permintaan pasien sendiri."] ["Bisa-bisa, terima kasih sudah memberitahukan Informasi ini kepada saya."] ["Sama-sama."] Wiliam menutup panggilan tersebut dan melihat ke arah ketiga istrinya dengan wajah yang bahagia. "Kalian harus ke rumah sakit sekarang," ucap Wiliam. "Ada apa dengan Vea, Mas?" Ria semakin penasaran dengan apa yang didapatkan suaminya, apalagi wajah suaminya berubah ceria. "Vea sudah sadarkan diri. Dia mau kita semua ke rumah sakit, tapi Vea juga mau keluarganya datang, aku akan memberitahukan ini pada Tuan Aziz." "Kalau

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 119. Menunggu Cici

    "Cici!" Silvi berteriak dari luar kaca mobil milik madunya itu. Ada Ria juga yang berusaha membantu untuk mengetuk beberapa kali tetapi Cici tidak juga membukakan pintu mobilnya. "Sepertinya Cici pingsan, Ria." "Benar, Kak Silvi. Mata Cici tidak bangun juga saat kita ketuk-ketuk kaca mobilnya, apa Cici sakit?" "Entahlah, kita harus segera menolongnya, tapi gimana caranya membuka mobil ini sedangkan kuncinya ada di dalam?" Silvi kebingungan begitu juga Ria. Silvi menghubungi Wiliam yang ada di rumah sakit karena Cici belum juga sadarkan dirinya. "Aku akan hubungi Mas Wiliam dulu, kamu jaga Cici." "Kak Silvi, sebaiknya jangan hubungi Mas Wiliam, seperti yang kita tau kalau Mas Wiliam masih mengurus Vea, aku yakin Cici tidak akan lama pingsan di dalam, kita harus menunggu sampai beberapa menit membiarkan Cici sadarkan diri dengan sendirinya." Apa yang dikatakan Ria ada benarnya karena suami mereka tidak mau diganggu oleh siapapun saat sedih atau sibuk, dia mengerti suaminya sen

  • Menjadi Istri Ke Empat CEO   Bab 118. Masih Di Rumah Sakit

    "Iya, tadi aku mengikuti kamu, ternyata kamu ke tempat kerja Vea, lihat tempat kerja Vea banyak polisi, ada apa?" Cici menggelengkan kepala, dia juga belum tau apa yang terjadi di tempat itu, tetapi dia akan menceritakan kenapa dirinya ada di sana. "Aku bermimpi Vea pergi jauh, jadi aku datang ke tempat ini. Entahlah ada apa di sini, sebaiknya kita tanya langsung ke polisi." Ria memberanikan diri bertanya sendiri sedangkan Cici masih di tempat tadi yang dekat dengan mobilnya. "Gimana Kak Ria?" "Jadi Vea dibawa ke rumah sakit karena korban menusukkan penjahat yang hampir merampok tempat ini, katanya sudah ada pria dan wanita yang menolongnya." "Jangan-jangan itu Mas Wiliam sama Kak Silvi!" "Kamu benar, kita harus ke rumah sakit sekarang. Aku sudah tau nama rumah sakitnya, kita harus memastikan mereka baik-baik saja." "Iya, Kak Ria." Cici masuk ke dalam mobilnya sendiri, begitu juga Ria yang masuk dan mengendarai di depan mobil Cici yang belum tau tempat rumah sakitnya. "Ki

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status