Share

Menjadi Istri Kedua Kakak Ipar
Menjadi Istri Kedua Kakak Ipar
Penulis: Setia_AM

1 Dipaksa Jadi Istri Kedua

“Mas, aku sudah menemukan calon yang cocok untuk kamu!”

Shara menarik seorang wanita muda berumur dua puluh tahunan ke hadapan suaminya, Rio.

“Via?!” Jelas saja Rio terkejut karena wanita yang dibawa istrinya adalah Slavia, adik iparnya. “Kamu sudah gila, Ra?”

Shara menarik napas keras. “Aku sudah suruh Via buat periksa, Mas! Kandungannya sehat, dia bisa hamil anak kita!”

Rio memegang keningnya. Hanya karena ambisinya untuk memiliki momongan, Shara rela melakukan segala cara.

“Aku memahami keinginan kamu sebagai istri yang ingin menjadi seorang ibu, tapi bukan begini caranya.” Rio berkata penuh wibawa, meskipun ada otot berkedut di punggung tangannya. “Kamu suruh aku menikahi adik iparku sendiri, di mana pikiran kamu?”

“Aku tertekan, Mas! Teman-temanku sudah memiliki momongan semua, paling tidak satu! Aku malu kalau mereka kumpul bawa anak-anaknya!”

“Ya sudah, kalau begitu untuk sementara kamu menghindar saja dan tidak usah ikut nongkrong.”

“Nggak bisa begitu, aku ini ketua perkumpulan ... Tolonglah, Mas—lakukan ini demi aku!”

Sementara pasangan suami istri itu beradu pendapat, Slavia lebih memilih diam. Dia tidak ingin terjebak dalam persoalan rumah tangga kakaknya, tapi kenapa justru sang kakak sendirilah yang membawanya masuk ke ranah pribadi mereka?

“Dokter menyatakan kita berdua sehat, itu artinya kamu Cuma diminta bersabar untuk menunggu.” Rio mencoba memberikan pengertian. “Aku dan keluargaku tidak pernah menuntut soal anak, kenapa malah kamu sendiri yang membuatnya rumit?”

“Sabar sampai kapan, Mas?” sentak Shara dengan kedua bahu naik turun.

“Kamu suruh aku menikahi adik ipar aku sendiri, memangnya siapa yang menjamin kalau Via langsung bisa hamil?”

“Setidaknya kita coba dulu, Mas!”

“Dan kalau ternyata tidak berhasil, kamu mau membuang Via begitu saja? Di mana perasaan kamu?”

Demi apa pun Slavia ingin sekali menyingkir pergi dari hadapan mereka berdua supaya tidak harus mendengarkan perdebatan mereka lebih jauh lagi.

“Ya itu sudah risiko, Via juga sudah setuju—iya kan?”

Rio langsung menoleh ke arah Slavia yang menghindari tatapannya.

“Kan Kakak yang maksa, pakai ngancam-ngancam segala ....”

“Via!” tegur Shara disertai dengan pelototan.

Rio menarik napas. “Aku tetap tidak setuju, kasihan Via—dia juga memiliki masa depan, rencana kamu Cuma akan membuatnya terjebak masalah yang tidak seharusnya.”

“Terus kamu nggak kasihan sama aku, begitu?”

“Mau bagaimana lagi? Dokter sudah bilang kita tidak ada masalah apa pun soal kesuburan, Ra!”

Namun, Shara tidak peduli. Dia sudah merancang rencana cerdas untuk bisa mendapatkan buah hati impiannya dengan memanfaatkan kepolosan Slavia. Setelah keinginannya itu terwujud, dia akan memberikan kompensasi yang besar kepada Slavia untuk biaya hidup di tempat yang terpisah dari anaknya kelak.

Sementara itu, Slavia sangat lega karena Rio menolak ide Shara. Sejak awal, Shara yang selalu menekannya dan mengungkit jasa-jasa yang pernah dia lakukan untuk membantu Slavia meraih pendidikan yang layak sejak usaha toko orang tua mereka mengalami kemunduran.

“Ingat ya Vi, biaya sekolah dan kuliah kamu tuh nggak sedikit! Kamu pikir ongkos transpor dan jajan kamu itu dibayar pakai daun?” gerutu Shara saat itu.

“Aku tahu, Kak. Suatu saat nanti aku pasti akan balas semua kebaikan Kakak sama aku ....”

“Kamu bisa membalasnya sekarang dengan cara menikahi Mas Rio dan jadi istri keduanya untuk sementara.”

“Tapi Kak, itu nggak mungkin! Kak Rio kan kakak ipar aku, kenapa sih Kakak nggak memilih bayi tabung saja?”

“Pikir dong, Vi! Kamu pikir biaya untuk bayi tabung itu nggak mahal?” semprot Shara sambil berkacak pinggang. “Kalau kamu yang hamil kan aku bisa menekan biaya supaya nggak semahal bayi tabung.”

Slavia menghela napas.

“Pokoknya kamu harus mau melahirkan anak untuk aku, setelah lahiran kamu bisa pergi jauh dari sini dengan uang yang sangat besar!”

“Terus aku nggak boleh sama sekali bertemu sama anak aku?” tanya Slavia sambil menatap wajah ambisius kakaknya.

“Ya iyalah, bisa lengket bayi itu kalau dari awal sudah kenal sama ibu kandungnya. Makin susah pisahnya, tahu nggak?”

Slavia mengerjabkan matanya dan tidak menjawab.

“Kamu mau kan bantu kakakmu ini?” tanya Shara dengan intonasi suara yang jauh lebih rendah, seakan sedang memohon. “Aku sangat ingin punya anak, lima tahun pernikahan dan aku belum hamil sampai sekarang ... Sebagai perempuan, kamu pasti tahu gimana rasanya ....”

Melihat Shara memohon seperti itu, demi apa pun Slavia menjadi tidak tega.

“Aku ... cuma kalau Kak Rio bersedia,” kata Slavia akhirnya. “Apa pun alasannya aku nggak mau dianggap sebagai orang ketiga di dalam rumah tangga kakakku sendiri.”

Shara langsung menerbitkan senyum di bibirnya.

“Kamu tenang saja, biar aku yang menjelaskannya ke orang tua kita. Ini semua keinginan aku, jadi kamu sama sekali nggak bisa disalahkan.” Dia memeluk Slavia erat. “Percaya sama aku, Vi. Aku akan menyayangi anakmu seperti darah dagingku sendiri, aku janji.”

Slavia tidak berkata apa-apa, dia bimbang dan juga tertekan.

***

“Mas, kamu kok tega sama aku sih?”

Sore itu Rio baru saja tiba di rumah, dan langsung disambut dengan omelan Shara.

“Tega bagaimana?”

“Kenapa kamu nggak mau menikah sama Via?”

Rio menghentikan langkahnya, kemudian menatap Shara.

“Apa masih kurang jelas? Via itu adik ipar aku,” jawab Rio tegas.

“Tapi Mas, ini demi kebaikan kita bersama! Aku sudah susah payah membujuk Via biar mau menikah sama kamu, tapi kamu malah seperti ini ... Tolong kamu ngertiin aku, Mas.”

Rio membuang napas berat. Pulang kerja dalam kondisi capek, sampai rumah bukannya disambut dengan penuh cinta malah disambut masalah baru.

“Kita terapi saja, bagaimana? Meskipun aku juga nggak tahu apa yang harus diterapi, kata dokter kita ini sehat kok—atau kamu mau cari dokter lain buat second opinion?”

Shara menggeleng tegas. “Kelamaan, Mas. Aku yakin banget kok kalau Via bisa cepat hamil kalau menikah sama kamu ....”

“Sudahlah, aku capek.”

“Mas, aku belum selesai ngomong! Jangan pergi dulu, Mas!”

Rio tidak mendengarkan teriakan istrinya. Dia sudah hapal karakter Shara yang keras. Semakin ditentang, justru wanita itu akan semakin memaksa.

Apa dia pikir Rio juga tidak memiliki keinginan yang sama? Sebagai suami, tentu saja dia juga menginginkan keturunan sebagai pelengkap rumah tangganya.

Namun, apa harus dengan cara mengorbankan adik ipar sendiri?

Sejak pembicaraan sensitif itu, Slavia memilih untuk menyibukkan diri dengan mengelola toko kelontong milik ayah ibunya yang mau tidak mau harus mengalami kemerosotan akibat kalah bersaing dengan toko online yang menjamur.

Toko itu bukannya sepi atau tidak laku lagi, hanya saja omzet penjualan mengalami penurunan yang cukup besar.

“Apa aku cari kerja saja ya, Bu?” celetuk Slavia. “Biar kalau toko ini nggak bisa diharapkan lagi, aku punya pemasukan untuk bantu-bantu kebutuhan kita.”

“Ngapain kamu bingung-bingung, ada kakak kamu yang selama ini kasih uang bulanan yang lebih dari cukup.” Ibu menyahut sembari merapikan stok sabun cuci di etalase.

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status