Beranda / Mafia / Menjadi Istri Mafia Berbahaya / 06. Yang Tak Bisa Kau Sentuh

Share

06. Yang Tak Bisa Kau Sentuh

Penulis: Marfia Aphro
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-03 14:43:41

Alexa tak pernah membayangkan dirinya akan berada di dalam toko perhiasan terbesar dan paling eksklusif di kota ini. Semua pelayan di sana mengenakan sarung tangan hitam dari bahan satin. Etalase kaca memajang rapi perhiasan-perhiasan dari berbagai logam. Alexa mengedipkan mata beberapa kali, merasa tak percaya.

Mereka terlalu mewah, terlalu berkilau, terlalu asing untuk seseorang yang masih merasakan sisa-sisa hujan dan lesung luka di hatinya. Caspian menggandeng lengannya dengan lembut, sentuhan yang tidak memaksa, namun tegas seolah mengatakan kau aman denganku.

“Pilih apapun yang kau suka.” ucapnya.

“Kau akan memakainya di pernikahan kita,”

Pernikahan.

Kata itu masih terasa aneh bagi Alexa, begitu cepat, begitu tiba-tiba. Tapi yang lebih aneh, tidak terasa sesak seperti ketakutan yang biasa ia rasakan.

Alexa mengangguk pelan dan mulai melihat-lihat cincin pernikahan yang dipajang di etalase. Ia memperhatikan satu cicin berdesain sederhana, tipis namun elegan. Tak semewah yang lain, tapi ada sesuatu yang membuatnya merasa itu seperti dirinya.

“Yang itu,” ucapnya pelan.

Caspian melirik cincin pilihan Alexa, lalu tersenyum kecil. “Hmm, sederhana. Tapi indah.” ia memegang tangan Alexa, membuat jantung gadis itu lagi-lagi berdegup tak beraturan.

“Pilih yang lain juga, aku menunggu di sofa.” lanjutnya.

Alexa mengangguk, ia kemudian bergeser untuk melihat etalase sebelahnya. Saat ia hendak menanyakan sesuatu pada staf toko, suara yang sangat ia kenal muncul dari belakang

“Alexa?”

Seketika tubuh Alexa menegang. Ia menoleh perlahan, berharap telinganya salah dengar. Namun tidak. Di sana berdiri Valery, mantan sahabatnya, dengan pose angkuh dan tatapan merendahkan.

Dan di sampingnya…

Henry.

Alexa merasa udara tersedot dari dadanya. Mereka terlihat sangat cocok, Valery dengan gaun ketat merah darah yang sengaja dipilih untuk menarik perhatian. Dan Henry yang berdiri terlalu dekat dengannya. Seolah mereka ingin mempertontonkan betapa bahagianya mereka setelah menusuk Alexa dari belakang.

Valery melipat tangannya di depan dada dengan senyum yang mengejek. “Astaga… kamu sedang apa disini? Menghabiskan tabunganmu?”

Alexa menelan salivanya.

“Aku tidak–”

“Oh ya, pasti. Kau ‘kan lugu dan bodoh sekali. Bahkan waktu aku bilang Henry lembur, kamu percaya saja. Padahal kalian mau menikah, bagaimana bisa kamu sebodoh itu, Alexa?” Valery memotong ucapan Alexa dengan kasar.

“Valery!” Alexa memperingatkan dengan suara gemetar namun berusaha tegar.

Tapi Valery justru terkekeh, memamerkan tatapan puas. “Kau memang terlalu polos dan membosankan, makanya Henry berpaling padaku. Dia butuh wanita yang… ya, lebih dari sekadar anak manja yang tak berguna.”

Alexa merasa punggungnya panas menahan amarah, nafasnya tersengal-sengal. Luka lama itu terkuak lagi, tapi tak dengan rasa sakit yang membuatnya runtuh. Kali ini, ada bara kecil yang menyala dalam dirinya.

Henry ikut maju, seakan merasa benar. “Valery benar, Alexa. Aku tidak cocok denganmu, jadi sudah saatnya kamu tahu diri dan berhenti membuat drama.”

Apa? Drama? Kalimat itu menghantam Alexa bagai tamparan kedua.

Ia membuka mulut, hendak berbicara untuk membalas perkataan busuk mereka. Tapi, sebuah tangan yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya membuatnya berhenti.

Seseorang yang tatapannya sedingin es, tubuh tinggi tegap.

Caspian.

“T-Tuan Caspian?” suara Henry tercekat begitu melihat siapa pria yang berdiri di sisi Alexa. Lututnya terasa gemetar.

Alexa menoleh pada Caspian yang memandang Henry dan Valery tanpa senyum. Bukan sekadar tanpa senyum, tapi tatapan yang begitu tajam, menusuk dan sangat dalam seolah bisa menelanjangi niat seseorang sampai ke tulang-tulang.

Caspian tidak langsung berbicara. Ia hanya berdiri, dengan tangan yang masih melingkar di pinggang Alexa. Halus, tapi cukup jelas untuk menunjukkan kepemilikan.

Henry menelan ludah, “K-kau mengenal Alexa? Bagaimana bisa?”

“Iya, bagaimana kau mengenalnya? Apa Alexa menggodamu? Dia itu licik, punya niat busuk.” Valery menimpali.

“Kenal? Aku tidak mengenalnya,” Caspian menaikkan alis kecil.

“Syukurlah, memang bagusnya kau tak usah dekat-dekat dengan gadis ini. Dia berbahaya, bisa menjadi ular.” ucap Valery. Henry hanya diam, seolah membenarkan semua ucapan Valery.

“Aku tidak mengenal lukanya, tapi dia adalah istriku.” ucap Caspian begitu dingin dan penuh penekanan.

Semua orang di sekitar menoleh. Bahkan staf toko yang biasanya profesional pun terperangah.

Alexa tersentak, tapi Caspian menunduk sedikit dan berbicara pelan di telinganya. Seperti sebuah penegasan lembut namun tak terbantahkan.

“Katakan,” bisiknya.

“Bilang pada mereka siapa dirimu!”

Alexa merasakan kekuatan baru mengalir dalam dirinya. Ia mengangkat dagu, mengapa Henry dan Valery yang kini wajahnya pucat.

“Ya, aku calon istri Caspian!” katanya tegas.

“Dan aku tidak butuh penjelasan apapun lagi dari kalian. Tak usah terkejut, kalian ‘kan memang selalu menilai tanpa tahu kebenarannya.”

Valery terbatuk kaget, ia memegang lengan Henry yang sudah terlihat sangat tidak nyaman dengan situasi ini.

“Caspian,” Henry berusaha tersenyum, mencoba tak menghiraukan apa ucapan Alexa.

“Kita… kita punya kontrak kerjasama. Perusahaanmu dan perusahaan ayahku bekerja sama sejak–”

“Ah, ya. Aku baru ingat,” Caspian melengkungkan senyum sinisnya, menatap Henry dingin.

“Well… kita mungkin bisa membicarakan ini baik-baik.” Henry tersenyum menjilat.

Caspian tak menjawab, ia justru mengambil ponselnya, menekan satu kontak tanpa menatap layar, seolah ia hapal nomor itu di luar kepala.

“Putuskan semua kerjasama dengan Ward Corporation, sekarang juga!” suaranya datar, menghantam ruangan lebih keras dari teriakan.

Henry terbelalak, nyaris tersedak salivanya sendiri. “A-apa? C-caspian, tunggu! Aku– kita bisa bica–”

“Aku tidak butuh penjelasan apapun!” ucapnya dingin, sedingin baja.

Henry tampak seperti baru saja ditampar ribuan kali. “K-kenapa?” suaranya nyaris parau.

Caspian menoleh padanya dengan tatapan yang bisa membuat seseorang jatuh berlutut. “Kau masih bertanya kenapa? Kau sudah berani mengganggu ISTRIKU!” tegasnya dengan penekanan di kalimat terakhirnya.

Valery menahan nafas, memegangi Henry.

Masih belum cukup, Caspian melangkah setengah langkah ke depan. Suaranya rendah, hampir terdengar seperti geraman.

“Kau masih beruntung aku tidak menghancurkanmu!”

Toko itu sunyi, seolah memendam suaranya dalam-dalam, tidak ada helaan napas yang terdengar. Bahkan Alexa pun terpaku, tak menyangka Caspian akan bertindak sejauh ini untuknya. Caspin tidak berbohong. Di balik ketenangannya, ada sesuatu yang brutal. Kekuatan yang tidak ditunjukkan pada dunia, namun begitu nyata.

Henry mundur satu langkah, wajahnya sudah sangat pucat. Valery memelotiti Alexa dengan penuh kebencian dan kecemburuan.

Sementara Caspian kembali berdiri di sisi Alexa dan menggenggam tangannya. “Sayang, kita pergi.” ucapnya lembut, kontras dengan ancaman mematikan beberapa detik lalu.

Alexa hampir goyah mendengar nada lembut itu. Ia mengangguk dan membiarkan Caspian membawanya pergi, melewati Henry dan Valery yang terpaku seperti dua patung yang baru dipatahkan.

Begitu mereka melangkah keluar toko, Alexa akhirnya dapat bernapas lega. Tapi hatinya berdebar, bukan karena takut, melainkan lebih ke rasa terpukau, terkejut dan bingung.

Caspian membelanya tanpa ragu sedikitpun.

Ia menoleh pada pria itu, melihat garis rahangnya yang tegang, seolah masih berusaha menahan amarahnya.

“Caspian…” Alexa berhenti. “Kau tidak seharusnya–”

“Dia menyakitimu.” Caspian memotong cepat, tatapannya menukik serius.

“Tentu aku harus melakukannya.”

Alexa kehilangan kata-kata.

“Mulai sekarang,” Caspian melanjutkan dengan suara yang sangat perlahan namun mencengkeram. “Tak ada seorang pun yang boleh mempermalukanmu dan membuatmu menangis.”

Ia meraih tangan Alexa dan mencium lembut punggung tangannya.

“Kau milikku,” bisiknya. “Dan aku akan memastikan semua orang tahu itu.”

Alexa merasakan sesuatu bergetar di dalam dadanya. Takut, gugup, terpesona, semuanya bercampur jadi satu.

Bersambung...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   12. Indah Tapi Mencekam

    Dua minggu dilalui Alexa dengan penuh pertanyaan yang tak memiliki jawaban. Pagi ini, sinar matahari menembus jendela besar ballroom dengan lembut. Menari di permukaan marmer yang berkilau. Setiap sudut dihias dengan bunga-bunga putih dan pastel yang memantulkan cahaya, mencipatakan suasana manis yang tak hanya cantik untuk dilihat, tapi juga memabukkan bagi setiap tamu yang hadir. Alexa mematut diri di depan cermin, tubuhnya yang ramping dibalut gaun pengantin dengan renda tipis yang menjuntai hingga lantai. Setiap detail dihias sempurna, dari korset yang pas ditubuhnya hingga veil yang jatuh lembut menutupi bahunya. Rambutnya disanggul rapi, menonjolkan wajah cantik dan ekspresi tegang yang tersembunyi di balik senyum manisnya. Caspian berdiri tak jauh dari sana, mengenakan jas hitam elegan yang membuatnya terlihat lebih tegas dan memesona dari biasanya. Matanya tak lepas dari Alexa, memandang setiap gerak-geriknya dengan perhatian yang tidak biasa. Ia tahu, hari ini bukan sekada

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   11. Manis Gula

    Hujan malam itu telah reda, tapi udara tetap basah, membekas di kulit Alexa seperti jejak-jejak emosi yang belum ia lepaskan. Di dalam mobil Caspian, hanya ada suara putaran wiper dan detak jantungnya sendiri yang terasa begitu nyaring. Alexa menundukkan kepala, menahan air mata yang tak bisa lagi dibendung.“Kenapa ayah… kenapa harus seperti itu?” suaranya pecah, hampir seperti bisikan, namun terdengar begitu jelas di telinga Caspian.Caspian hanya menatapnya diam. Ia tak berkata apa-apa, hanya membiarkan Alexa melepaskan semua yang menumpuk di dadanya. Ia tahu, kata-kata terkadang tak cukup, hanya kehadiran yang bisa memberikan rasa aman.Alexa menutup wajahnya dengan kedua tangan, napasnya terengah. Ia merasa dunia runtuh, dunia yang selama ini ia kenal, yang seharusnya penuh rasa aman dari seorang ayah, kini berubah menjadi medan perang yang tak ia mengerti.Caspian meraih tangannya perlahan, tanpa paksaan, dan menggenggamnya. Sentuhan itu sederhana, tapi cukup untuk memberi sinya

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   10. Bukan Hanya Sebuah Ancaman

    Udara malam terasa dingin ketika mobil Caspian berhenti di depan gerbang tinggi kediaman keluarga Draxen. Rumah itu besar, kokoh, dipenuhi lampu-lampu besar yang terlihat megah. Tetapi bagi Alexa, rumah itu hanya tembok yang menyimpan trauma berlapis-lapis. “Kita bisa kembali jika kamu merasa tak siap.” ujar Caspian, mematikan mesin mobilnya sambil melirik Alexa. Alexa menatap gerbang itu beberapa detik, ada perasaan aneh yang berkecamuk dalam dadanya. Ia menghela napas dalam, “Aku harus menghadapinya.” Caspian mengangguk pelan. “Oke. Aku tunggu disini, panggil saja aku kapanpun kau butuh.” Alexa tak menjawab, ia membuka pintu mobil dan melangkah keluar. Cahaya lampu teras menyambutnya, terang, dingin dan palsu. Caspian masih memperhatikan Alexa hingga punggung gadis itu hilang dibalik pintu besar rumah itu. Entah kenapa rahangnya mengeras, tempat ini layaknya jeruji emas untuk Alexa. Dan Caspian benci akan hal itu. Begitu masuk, Alexa langsung disambut dua orang yang tersenyum

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   09. Kesempatan

    “Brengsek!” Caspian melepaskan cekalannya, berjalan mundur untuk memberikan Alexa ruang bernapas. “Dia mau apa?” tanya-nya kemudian. Alexa menggigit bibir bawahnya, suaranya lirih, nyaris tak terdengar. “Aku tak tahu, dia mengirimiku pesan semalam, katanya ingin bertemu.” Caspian terdiam, ia tahu hubungan Alexa dengan ayahnya tidak baik. Sejak Alexa pindah ke rumah ini, tidak sekalipun ia menyebut nama ayahnya dengan nada hangat. Dan ia tahu—lebih dari apapun, bahwa Alexa pernah ditolak mentah-mentah oleh pria itu. Hari ketika Alexa pulang membawa kabar bahwa ia ingin mandiri, pria itu menatapnya seolah ia tidak layak dicintai. Caspian tidak pernah melupakan bagaimana Alexa menceritakannya sambil menahan napas agar suaranya tidak pecah. “Kenapa tiba-tiba?” Caspian bergumam. “Entah, aku takut. Ketakutan yang tak tahu karena alasan apa.” balas Alexa. Ia menatap Caspian, tatapan yang terlihat sangat rapuh. Berpikir sejenak, sebelum akhirnya berkata. “Em, apa kau bisa me-menganta

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   08. Diamnya Alexa

    Pagi ini, sunyi menyapa rumah besar Caspian. Tak ada satu pun suara, bahkan suara kecil dari helaan napas seseorang. Caspian berdiri di ambang pintu, menyandarkan diri pada kusen. Matanya sibuk memerhatikan Alexa yang tengah duduk di sofa dengan selimut tipis menutupi kakinya. Tatapannya kosong ke arah tv yang bahkan tidak menyala. Caspian menghela napas panjang, selama ini ia selalu bisa menahan amarah seseorang, bahkan teriakan sekali pun. Tapi diamnya Alexa, terasa begitu menyiksa. Alexa bahkan enggan untuk duduk sarapan bersamanya. Caspian hanya bisa terus memerhatikannya dari jauh, namun ia tak bisa menahannya lagi. Diamnya Alexa, adalah hal yang paling berat dari apa yang pernah ia rasakan sebelumnya. “Alexa..” panggilnya pelan, sambil berjalan untuk meraih punggung sofa. Alexa tidak menoleh, tidak menjawab, bahkan tidak bergerak. Caspian menutup matanya sejenak, dadanya bergemuruh. “Aku tak suka kamu seperti ini. Setidaknya kamu bisa marah, teriak, atau bentak aku. Jangan

  • Menjadi Istri Mafia Berbahaya   07. Kecemburuan Gila

    Setelah kejadian memalukan dengan Henry dan Valery, ia hanya ingin pulang dan bersembunyi di balik selimut. Namun rencana itu buyar, karena Caspian masih ingin menyelesaikan urusan pernikahan mereka. Menuntun Alexa menuju butik terbesar di pusag kota, tempat yang biasa digunakan kalangan elite untuk memilih gaun pernikahan. Ruangan itu terang, mewah dan penuh sutra menggantung dimana-mana. Alexa merasa canggung berada di tengah-tengah kilau kristal. Sementara tangannya masih gemetar akibat kejadian tadi. “Pilih yang kau suka,” ujar Caspian sambil duduk di sofa kulit hitam, menyilangkan kakinya dengan satu tangan yang menopang dagu. Nada suaranya terdengar normal, tapi Alexa tahu ia sedang menahan sesuatu. Alexa mencoba mengabaikan dengan berjalan ke deretan gaun putih yang memanjang. Ia menyentuh kain satin itu dengan hati-hati. “Aku tidak tahu mana yang bagus…” gumamnya pelan.“Ambil semuanya kalau perlu.” timpal Caspian datar. Alexa menghela napas, lelaki itu benar-benar tid

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status