Share

06. Kegalauan Rieka

Rieka melirik jam dinding di atas kulkas dapur. Sudah lebih dari jam enam sore. Kok mas Edwin masih belum pulang aja ya? Apa rapatnya molor? Apa terjadi perdebatan sengit dan alot selama rapat berlangsung?

Rieka sama sekali tak bisa tenang sepanjang siang dan sorenya. Tentu saja kepikiran dengan keadaan Edwin, suaminya di sana. Seharusnya aku ikut saja tadi ya? Tapi kok kayak tidak pada tempatnya untuk hadir. Gak etis rasanya bagi Edwin bawa-bawa istri saat sedang urusan resmi begini.

Apa mas Edwin baik-baik saja ya? Apa dia tidak lupa meminum obatnya? Apa dia kuat duduk lama untuk menghadiri rapat yang molor dengan segala tekanannya? Apa dia gak pusing mendengar suara-suara yang pastinya bising? Gimana kalau tiba-tiba dia kumat lemesnya dan ngedrop lagi tekanan darahnya?

'Kamu pasti baik-baik saja kan mas Edwin?' Rieka mencoba menghalau kecemasannya sendiri.

Kegalauan Rieka terus berlanjut sampai pada sesi memasak sorenya. Rieka memang sengaja memasak sore ini, ingin membuatkan Chap Cay goreng sebagai menu makan malam untuk Edwin. Menyambut kepulangan suami yang lelah bekerja dengan masakan istri, konsep yang sangat romantis bukan?

Tapi bisa gak Rieka masaknya? Bisa donk, kalau cuma masakan China dengan bumbu yang tinggal iris dan main cemplung begitu saja.

Seharusnya si begitu, dan tidak ada masalah berarti bagi Rieka untuk memasaknya. 

Tetapi nyatanya? Mungkin karena kegalauan kronisnya, membuat Rieka sama sekali tak bisa fokus dalam memasak. Alhasil Rieka salah mengenali lengkuas sebagai jahe. Rieka juga salah memasukkan ketumbar yang dikiranya sebagai merica. 

Jadinya rasa Chap Chay bikinannya tidak jelas. Lagi-lagi tidak layak untuk disajikan sebagai menu makan malam untuk suaminya.

"Sudah biar saya saja yang masak, Nya." Ijah merasa tak tega melihat Rieka yang lagi-lagi gagal membuat menu masakan untuk Edwin.

'Bu Rieka ini biasanya pinter banget, tapi kok kalau soal masak-memasak benar-benar payah ya?' batin Ijah bingung melihat kemampuan memasak Rieka yang dibawah rata-rata sebagian besar wanita dewasa.

Rieka membuang napas keras-keras karena kesal, tapi tidak menolak tawaran Ijah. Pasrah saja. Karena memang waktu sudah semakin malam, takutnya keburu datang mas Edwin sebelum masakannya siap.

"Bikinin sup daging sapi dengan bayam dan kacang merah saja, Bi." Rieka menentukan menu makan malam untuk Edwin. 

"Air kaldu dari rebusan dagingnya dibuang dulu nanti, cuci dulu sebelum dimasak lagi dan dikasih bumbu." Rieka menjelaskan prosedur memasaknya.

"Baik, Nyah." Ijah menurut saja.

Rieka tahu tentang prosedur dan cara memasak makanan rendah lemak begini, teorinya saja. Tapi untuk masalah praktek memasak dan meracik bumbu adalah perkara lain. Entah mengapa Rieka masih saja sulit membedakan macam-macam jenis dan bentuk bumbu dapur. Masih sulit pula memadukan bumbu untuk menjadi suatu kesatuan rasa yang enak. Belum dapat feelsnya kali ya.

Beberapa lama kemudian sup daging lezat bikinan Ijah sudah siap dan disajikan di atas meja makan. Tapi Edwin masih tetap belum datang juga. 

Rieka semakin galau dan khawatir saja jadinya, gak tenang banget rasanya. Semakin tidak tenang karena suaminya itu tak ada kabar dari tadi, sejak berangkat ke kantor. Edwin tidak membalas pesan atau panggilan sama sekali.

'Pasti ada yang tidak beres ini, gak mungkin kan rapat diteruskan sampai semalam ini? Ini kan rapat besar dewan direksi, bukan rapat internal dengan staff pilihan. Pasti masih ikut aturan jam kerja kantor kan?' Rieka membatin.

Rieka tak dapat menahan dirinya lagi untuk mengambil ponsel dan menghubungi nomer Edwin. berkali-kali Rieka menelpon Edwin tapi tetap tak ada jawaban. 

'Kamu kemana si mas Edwin? Kamu gak pa-pa kan? Jangan bilang kalau kamu kenapa-napa.'

Akhirnya karena saking cemasnya Rieka mencari nomer ponsel Joko dan menelponnya. Joko pasti tahu kan keadaan bosnya sekarang?

"Halo Joko?" Sapa Rieka tak sabaran saat Joko mengangkat panggilannya disana.

"I, Iya halo Bu Rieka." Joko menjawab sapaan Rieka dengan sedikit ketakutan.

'Mampus dah, bininya nyariin, dan si pak bos masih belum bangun juga. Harus bilang apa coba?' batin Joko menjerit panik.

"Mas Edwin mana, Jok?" tanya Rieka tanpa basa-basi.

"Ada bu."

"Ada dimana? kenapa dari tadi gak bisa dihubungi? kenapa juga belum pulang sampai jam segini?" Rieka nyerocos saking khawatirnya.

"Ada di kantor, Bu. Pak Edwin lagi tiduran dan belum bangun sampai sekarang." Joko bingung harus menjelaskan mulai dari mana?

"Tidur? Ngapain dia tidur disana? Ayo cepet bangunin dan anterin pulang. Biar nanti lanjut tidur di rumah saja." Rieka gemas mendengar jawaban Joko.

"Eeehm... kata Pak Mahes tadi disuruh nungguin pak Edwin bangun dulu baru boleh dibawa pulang." Joko memberikan alasan kenapa tidak memulangkan Edwin.

"Tunggu-tunggu, mas Edwin tidur apa pingsan, Jok?" Nada suara Rieka makin curiga.

"Nah itulah Bu saya gak tahu..." Joko mengakui ketidaktahuannya tentang perbedaan orang tidur dan pingsan.

"Astaga Joko! Kenapa kamu gak bilang dari tadi?" Bentak Rieka marah dan langsung menutup panggilan telponnya. 

Ternyata beneran kekhawatirannya dari tadi berhubungan dengan keadaan Edwin. Ternyata benar mas Edwin tidak baik-baik saja.

Rieka segera memerintahkan Ijah untuk membungkus sup dan nasi tim untuk Edwin dan meletakkannya di mobil. Kemudian Rieka beranjak bersiap ke kamarnya, serta mengambil obat Edwin di sana. 

Tak lama kemudian Rieka sudah melaju membelah jalanan kota Surabaya dengan diantarkan oleh Pak Soleh, supir lain yang stand by di Pradana Mansion.

Semua fasilitas ini didapatkan Rieka dan Edwin sebagai hadiah pernikahan mereka dari mama Kartika dan papa Erwin. Pradana Mansion dan seisinya, tak perlu lagi untuk membeli rumah baru. lhawong rumah ini saja kosong gak ada yang menempati setelah Linggar lulus kuliah.

Kemudian beberapa crew yang siap melayani segala kebutuhan mereka berdua. Ijah sebagai kepala pelayan yang sudah biasa mengurusi Edwin sejak kecil. Tugas utama Ijah hanya sebagai koki. Masih ada tiga orang maid lain yang mengurusi kebersihan dan segala hal di rumah. Dua orang sopir untuk mengantar Rieka dan Edwin. Dan beberapa orang satpam juga.

Praktis hidup Rieka berubah dari gadis sederhana yang tinggal di komplek perumahan sederhana menjadi tuan putri yang tinggal di sebuah mansion mewah. Rieka hanya perlu menyebutkan jika ingin ini itu, pasti akan langsung ada dan tersedia di hadapannya. 

Seolah bagaikan sulap dan sim salabim saja. Tapi terasa sangat membosankan bagi Rieka yang sudah terbiasa hidup mandiri.

Saat mobil Porsche Caiman yang ditumpangi Rieka tiba di lobi kantor, Rieka langsung turun dan bergegas setengah berlari ke arah lift dan menuju ke ruangan kantor Edwin di lantai tiga.

Begitu sampai di ruangan Edwin, Rieka langsung memberondong masuk. Ruangan sedang tidak dikunci tentunya karena Joko tahu Rieka akan datang.

"Mana mas Edwin, Jok?" tanya Rieka langsung menanyai Joko yang menyambutnya di area depan kantor, office room.

"Di kamar Bu," Joko mempersilahkan Rieka masuk lebih dalam ke kamar pribadi Edwin.

Rieka bergegas ke arah kamar Edwin. Disana didapatinya Edwin yang tengah terbaring di ranjangnya. Dengan sekujur tubuhnya yang terbungkus bed cover super tebal.

Rieka langsung menghampiri Edwin, memeriksa keadaan suaminya itu secara menyeluruh. Meletakkan telapak tangan di dahinya serta mengecek detak nadi dari arteri radialis di tangan Edwin. 

Syukurlah sudah tak terlalu panas dan tensinya juga tak terlalu drop meski masih rendah. Rieka juga melakukan pemeriksaan GCS untuk mamastikan nilai kesadaran Edwin. (GCS adalah pemeriksaan kesaradan meliputi tiga aspek. Yaitu eye, verbal dan movement).

Rieka membuang napas lega saat mendapati Edwin cuma tertidur saja. Syukurlah dia tidak pingsan seperti yang ditakutkan Rieka disepanjang perjalanan tadi.

"Mas Edwin kenapa bisa sampai begini, Jok?" Rieka mulai menghampiri dan menginterogasi Joko setelah memastikan keadaan Edwin tidak lagi berbahaya.

Joko diam saja, tak sanggup menjawab.

"Bukannya tadi aku sudah titip pesen sama kamu dengan detail dan panjang kali lebar? Jangan bilang kamu lupa! Kamu pasti lupa kan?" Rieka sudah sangat kesal dan marah kepada asisten Edwin yang tidak kompeten ini.

Gemes banget sama si dodol Joko ini. Pengen pecat dia saja rasanya, tapi entah kenapa Edwin masih sabar menghadapi segala blunder yang disebabkan oleh Joko ini. 

Hal yang membuat Rieka tidak bisa mentolerir adalah karena kealpaan Joko yang lupa memberitahukan pihak hotel bahwa Edwin menderita alergi parah terhadap kelengkeng. Hal yang membuat Edwin nyaris meregang nyawa dan harus dilarikan ke UGD bahkan masih sakit sampai saat ini.

"Ma, maaf Bu..." Joko hanya bisa meminta maaf kepada Rieka, merasa bersalah.

"Bisa bisanya kamu, Jok! Tega banget kamu sama mas Edwin. Kamu ada dendam ya sama dia? Terus kamu biarin dia jadi kayak gini sebagai balas dendam?" Cerocos Rieka.

"Pemberian obat tiga kali sehari itu berarti setiap delapan jam sekali. Artinya masa efek obat maksimal cuma delapan jam. Dan mas Edwin tadi terakhir minum obat jam tujuh pagi. Berarti maksimal dia harus minum obat sebelum jam tiga sore." Rieka menjelaskan tentang obat dan aturan minumnya.

"Terus tadi jam berapa kamu ngasih dia obat?"

"Jam setengah lima Bu," jawab Joko, ingat benar waktu ketika dirinya membawa masuk Edwin ke kamar ini.

"Astaga! Berarti satu jam setengah dia menderita, Jok! Tanpa pengaruh anti nyeri, anti demam serta obat untuk menaikkan tensi darahnya. Pantesan saja dia langsung demam nge-drop dan kesakitan begitu. Jahat banget kamu, Jok!" Rieka ngomel panjang kali lebar setengah histeris pada Joko. Saking marahnya Rieka ingin membuang saja si dodol ini ke kutub utara biar main sama pinguin.

'Waduh Bu Rieka ini omelannya bahkan lebih tajam dan ngeri daripada Bu Kartika kalau soal kesehatan pak Edwin,' batin Joko. Berasa dikasih tausiyah tentang dosanya sama Rieka.

Joko diam saja tak berkutik, tak sanggup untuk menjawab pula. Sadar benar kalau memang dirinya yang bersalah. Pak Edwin celaka sekali lagi karena kecerobohannya. Joko takut untuk bersuara, takut salah omong terus semakin kena semprot lagi.

"Yaudah kamu ambilin bekal makan malam mas Edwin di mobil, bawa kesini. Abis itu kamu urus dan siapkan semua keperluan mas Edwin. Biar dia nginep disini saja malam ini." Rieka sudah pasrah menghadapi Joko ini. Mau diomelin terus juga kasian, dan capek sendiri jadinya karena Joko tetep diam saja.

Setelah Joko pergi dari kamar, Rieka kembali mendekat dan mengamati Edwin dengan seksama. Rieka mendapati suaminya itu mulai bergerak-gerak badannya. Sepertinya baru bangun dari tidurnya.

"Hubby, gimana keadaan kamu? Udah enakan?" Rieka langsung menghambur mendekat pada Edwin, duduk di sebelah ranjangnya. Senang dan lega sekaligus mengetahui Edwin sudah bangun dan terjaga. Berarti sudah aman keadaanya.

"Honey?" tanya Edwin dengan nada masih lemah dan mengantuk. Sedikit kaget mendapati wajah cantik Rieka berada di hadapannya. Bukankah dirinya sedang di kantor? Kok bisa istrinya ini ada di kantor juga?

"Iya...ini aku," ujar Rieka menjawab menyakinkan Edwin akan kehadirannya sambil meraih sebelah tangan Edwin. Rieka tersenyum dan meraih jemari tangan Edwin. Menggenggamnya dengan sangat erat, seakan tak ingin melepasnya lagi.

Edwin hanya membalas dengan senyuman ringan yang tersungging di bibirnya. Seneng banget rasanya Rieka ada di sini untuknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status