"Argh, dasar wanita kampung sialan!" gerutu Tania sambil menghentakkan kakinya dengan kesal.
Kini mereka telah bersih sepenuhnya dari noda lumpur air danau. Bahkan tubuh Lina masih agak gemetar karena merasakan dinginnya air danau itu.Melly sedang mengeringkan rambutnya yang basah, dia tidak ingin terkena flu. Cuaca saat ini sedang semakin dingin karena memasuki musim gugur."Darimana kamu tahu bahwa Alice tidak bisa berbahasa asing, Tan? Kenyataannya dia berpura-pura bodoh mendengar kita membicarakan dirinya, lalu kemudian berbalik menjebak kita."Lina merasa tidak terima dengan kejadian hari ini, betapa memalukannya. Banyak orang yang hadir di dalam pesta dan melihatnya basah kuyup dan kotor karena lumpur."Ya, seharusnya bukan kita yang dipermalukan, tapi wanita kampung itu!" sahut Melly dengan geram."Apa kalian lihat? Bahkan Tuan Muda Gavin yang konon katanya tidak memperdulikan istrinya itu, juga lebih mempercayai dia ketimbang kita."Setelah mereka memikirkannya, Alice bukanlah gadis yang mudah untuk diperlakukan semena-mena, dan Gavin Welbert juga tampak peduli kepadanya."Apa mungkin Selena menipu kita dengan memberikan informasi yang salah? Bisa saja, karena dia tidak berani menindas Alice makanya lalu meminta kita untuk melakukannya," ujar Melly menebak.Tania terlihat memikirkan perkataan Melly, "Tidak, aku pernah menyaksikan sendiri ketika tidak sengaja berpapasan di pusat perbelanjaan. Ketika itu Alice memegang tas belanja yang sangat banyak, milik Selena dan ibunya. Bahkan ketika salah satu tas belanja itu terlepas dari tangannya, mereka tidak segan-segan menamparnya."Tania kemudian mengambil telepon selulernya dan menekan tutsnya, terdengar nada panggilnya berbunyi."Halo. Ada apa Tania?""Selena, kami melakukan apa yang kamu minta. Kami mencoba mengerjai kakak ipar tersayangmu itu. Tebak, bagaimana hasilnya?""Hahaha..Apakah kalian berhasil mempermalukannya?" terdengar suara gembira Tania di ujung sana."Tidak, justru kami yang dipermalukan olehnya! Dia membuat kami semua tercebur ke dalam danau.""Bagaimana bisa?" Tania merasa bingung, ketiga gadis itu bisa dikalahkan oleh satu orang."Kami membicarakan rencana kami dalam Bahasa Perancis, dan dia memahami percakapan kami. Dia juga fasih berbicara Bahasa Perancis."Alice? Dia begitu bodoh, bagaimana mungkin dia bisa berbicara bahasa asing.""Selena, pokoknya kami sekarang sedang merasa sangat kesal. Wanita itu tidak selemah yang terlihat."Kemudian Tania mematikan panggilannya tanpa aba-aba.Selena yang belum selesai berbicara, "Halo, Tania..?"Laura yang baru saja masuk ke dalam kamar Selena, sempat mendengarkan sekilas percakapan Selena dan Tania."Ada apa, Sel?""Tania, Ma. Mereka hari ini mencoba mengerjai Alice, ingin menceburkannya ke dalam danau. Namun justru mereka yang didorong ke danau. Katanya, Alice bisa berbicara Bahasa Perancis. Mustahil kan, Ma?"Laura tampak berpikir, belakangan Alice memang memberikan sedikit perlawanan kepada mereka. Dia lebih berani. Tapi, mungkin saja itu hal yang lumrah terjadi, ada saatnya seseorang memberikan perlawanan untuk meluapkan emosinya."Apa mungkin setelah kecelakaan itu, dia kerasukan roh halus di lokasi kecelakaan, Ma?""Hush, mikir apa sih kamu?" potong Laura."Memang agak aneh, mobil Alice rusak separah itu. Tapi, dia tidak terluka banyak. Hanya beberapa bagian tubuhnya saja yang lecet." Selena merasa janggal.Laura telah memerintahkan orang suruhannya untuk mengambil hasil pantauan kamera pengawas jalan di sekitar lokasi kejadian. Namun anehnya, semua video rekaman itu telah terpotong tepat setelah kecelakaan terjadi."Apa mungkin, Gavin yang telah mengambil rekaman video pengawas di lokasi terlebih dulu?" gumam Laura, namun Selena masih mampu mendengar suara gumaman ibunya."Kalau benar Kakak yang mengambilnya, apa tujuan dan alasannya Ma?""Mungkin saja Gavin sekarang menyadari, bahwa dengan membunuh Alice, dia akan lebih mudah menguasai saham milik Alice. Jika dia menyingkirkan Alice, dia tidak perlu repot mengurusi perempuan kampungan itu lagi.""Tapi, segel kepala keluarga Rayes kan masih belum ketemu, Ma. Tanpa segel itu, baik Alice maupun Kakak tidak akan bisa memegang kuasa atas saham milik keluarga Rayes di perusahaan.""Ya, kamu benar Selena."Mereka berbicara tanpa menyadari bahwa kini pembicaraan mereka sedang didengar sepenuhnya oleh sesosok di atas atap kamar Selena.Benar, sosok itu adalah Alice.Sepulang dari pesta, dia langsung masuk ke kamarnya dan berpura-pura tidur. Namun, dia kemudian mengendap diam-diam ke rumah mewah yang ditinggali oleh Laura dan Selena.Sesuai harapannya, sekarang dia memiliki sedikit gambaran tentang kemungkinan yang terjadi kepada adiknya, Elisa."Saham keluarga Rayes? Segel kepala keluarga Rayes?" gumam Alice.Apa itu semua? Setaunya, ayahnya, Roland Rayes, tidak pernah mengungkit apa pun soal segel kepala keluarga Rayes. Jika benar, dimanakah segel itu sekarang?Jika seseorang telah menemukannya, dan seseorang itu adalah Gavin. Maka besar kemungkinan bahwa dialah yang merencanakan kecelakaan Elisa.Benar, setelah semua yang terjadi. Jika segel itu benar berada di tangan Gavin, maka dia lah orang yang diuntungkan jika Elisa mati. Dia akan menjadi kepala keluarga Welbert yang tidak tergoyahkan dengan saham sebesar itu di tangannya."Bajingan kamu Gavin! Jika sampai aku menemukan bahwa kamu pelaku yang berusaha mencelakakan Elisa, akan aku bunuh kamu!' geram Alice.Alice pun pulang kembali menuju ke rumah yang dia dan Gavin tinggali saat ini dengan mengendap-endap.Awalnya semua baik-baik saja.Namun, ketika Alice akan memanjat ke atas kamarnya, kebetulan Gavin sedang berdiri di balkon dengan menghisap sepucuk rokok di tangannya.Gavin menatap kepada sosok bayangan hitam yang mengendap-endap itu."SIAPA DISANA?!""Sial!" umpat Alice. Dia dengan gesit segera berlari dan memanjat melewati bagian lain dari rumah itu. Gavin berusaha mengejar Alice, namun sayangnya dia kalah cepat dengan sosok itu. Sosok itu telah menghilang, tepat di arah kamar yang ditempati Alice. "Kemana perginya? Apa dia masuk ke kamar Alice?" gumam Gavin. Gavin segera menuju ke kamar Alice. Duk duk duk "Alice, buka pintunya!" perintah Gavin. Setelah beberapa saat, pintu kamar tidak juga kunjung dibuka. Gavin mulai kehilangan kesabarannya. Duk duk duk "Hei, Alice jika kamu tidak membuka pintunya, maka aku akan...." Ceklek "Ada apa sih? Malam-malam begini." Alice terlihat keluar dengan menggunakan piyama mandi dan rambut basahnya tergerai. Dia tampaknya sehabis berendam di air panas, wajahnya tampak kemerahan. Dia terlihat sangat seksi dan cantik dengan penampilan seperti itu. Gavin sempat terpana dan terdiam beberapa saat melihat penampilan Alice. "Emm, aku..bolehkah aku masuk ke kamarmu? Aku harus memeriksa
Di pagi hari seperti biasanya Alice bermeditasi. Hanya ini yang bisa dilakukannya sementara ini. Biasanya dia akan berolahraga dan melatih kemampuan bertarungnya. Namun dia tidak bisa melakukannya selama dia tinggal di kediaman Welbert. Alice membuka gorden kamarnya. Kebetulan jendela kamar dan balkon kamar Alice tepat menghadap ke arah taman belakang. Taman belakang rumah ini dihiasi dengan berbagai macam tanaman dan bunga-bunga yang indah. Semua yang ada di sana ditata dengan sangat terampil dan rapi. "Eh, sedang apa orang-orang itu?" Alice mengamati beberapa orang yang sedang berlalu lalang disana dengan menggunakan pakaian bertuliskan 'Teknisi Kamera Pengawas'. "Sial, pria itu sepertinya memergokiku semalam. Sekarang tidak ada lagi titik buta kamera pengawas di sekeliling rumah ini." "Huh, dia waspada juga." Duk duk duk "Nyonya, Tuan Gavin, Nyonya Laura, dan Nona Selena sedang menunggu di meja makan," panggil Weni dari depan pintu kamar Alice. "Aish! Aku benar-benar bersusa
Malam harinya Alice pergi diam-diam ke ruang perawatan Elisa, saudara kembarnya. Namun, sebelumnya dia memanggil salah satu bawahannya untuk mengawasi ruang perawatan miliknya. Dia mengantisipasi, jika Gavin ataupun James tiba-tiba datang kesana untuk menjenguknya.Ketika dia membuka pintu ruang perawatan itu, tampak disana seorang gadis yang mirip dengannya. Kepalanya masih diperban, dan salah satu kaki, juga sebelah tangannya memakai gips.Bibirnya yang biasanya berwarna merah muda, tampak pucat pasi. Pada tubuhnya juga terpasang alat bantu pernapasan dan pemantauan fungsi detak jantung."Bos, ini hasil penyelidikanku tentang kecelakaan Nona Elisa," ujar Jake menyerahkan beberapa foto, dan catatan-catatan hasil investigasinya.Setiap kali membuka dan membaca lembar demi lembar, wajah Alice tampak semakin muram dan di penuhi amarah. Pada foto-foto itu tampak sehari sebelum kecelakaan, James yang merupakan orang kepercayaan Gavin mengendarai mobil Elisa dan membawanya ke bengkel. Pad
Alice mengalah dan melepaskan cengkeramannya pada tangan Selena. Namun tangan Laura menarik rambut Alice dengan kuat setelahnya."Jangan sekali-kali kamu berani melawan kepadaku dan Selena, karena aku jamin kamu tidak akan bisa menemui dia dalam keadaan hidup! Kami tidak akan memberitahukan keberadaan ibumu. Kalau berani, tanya saja kepada Gavin!"Laura kemudian melepaskan tangannya pada rambut Alice dengan mendorongnya kuat."Ayo, Sel!" Laura membawa Selena keluar dan pergi dari sana.Alice mengepalkan kedua tangannya. Matanya memerah karena menahan amarah. Hatinya sakit mengetahui semua hal yang menimpa ibu dan juga adiknya Elisa."Seandainya saja aku kembali lebih cepat ke Albain..ahh, hiks, hiks.." Alice kehilangan ketegarannya.'Ini sebabnya, kenapa Elisa terlihat gugup dan takut waktu Laura meneleponnya hari itu. Ini juga sebabnya Elisa menerima begitu saja setiap dirinya ditindas oleh keluarga Welbert,' batin Alice."GAVIN! TUNGGU PEMBALASANKU!"* * *Setelah beberapa hari Alic
Alice berjalan menuju ke lantai tiga. Dia sambil mengamati sekeliling dan juga jumlah kamera pengawas yang ada di sana.Sampailah Alice pada pintu ruang perpustakaan itu. Namun matanya pertama tertuju ke arah ruang kerja yang terletak di seberang.Alice mencoba mendorong pintu ruang kerja Gavin.CeklekPintu itu terbuka dengan mudah.Alice mengamati di dalam ruang kerja, tidak ada satu pun kamera pengawas yang terlihat."Pintunya terbuka dengan mudah, dan tidak ada kamera pengawas di dalam sini. Apa mungkin kamera pengawas tersembunyi?"Alice mengeluarkan alat detektor kamera dari dalam saku celananya. Dia berkeliling untuk memeriksa setiap sudut dan benda-benda."Hmmm, tidak ada satupun kamera pengawas."Alice juga memeriksa, siapa tahu ada ruang rahasia di sana.Setelah beberapa saat, dia tidak menemukan apapun yang tersembunyi di sana. Bahkan pada meja kerja dan lemari pun hanya terdapat berkas-berkas penting tentang pekerjaan saja."Tidak, dia tidak mewaspadai seisi ruangan ini. A
"Mau pergi kemana? Tumben kamu sudah terlihat rapi pagi ini?" tanya Gavin sambil memasukkan salad sayur ke dalam mulutnya."Mama memintaku mengambilkan pakaian pesanannya di butik pusat perbelanjaan di pinggir kota."Alice telah menyelesaikan makannya dan bersiap beranjak dari meja makan."Kebetulan pagi ini aku ada meeting di kota tetangga. Bagaimana jika....""Aku akan meminjam salah satu mobil yang ada di garasi. Aku pergi dulu. Bye."Belum selesai Gavin berbicara, Alice sudah pergi dari meja makan.Gavin menggelengkan kepalanya menatap kepergian Alice.Alice berjalan menuju garasi mobil. Di dekat pintu garasi, terdapat etalase khusus untuk menyimpan kunci mobil.'Banyak sekali kuncinya, berapa banyak mobil yang dia miliki memangnya'.Alice asal memilih dan mengambil kunci. Ketika dia melihatnya lebih dekat, dia sedikit terkejut dengan logo yang terdapat pada kuncinya.'Maybach?'"Ah, sudahlah. Pinjam sesekali juga kok."Alice membuka pintu garasi mobil. Mata Alice membulat karena t
"Tuan, sepertinya itu Nyonya...dan..."James melihat ke arah wanita yang baru saja keluar dari mobil Bugatti La Voiture Noire berwarna hitam. Awalnya ketika dia melihat Alice, dia ingin menyampaikannya kepada Gavin. Namun setelah dia melihat bahwa seorang pria keluar dari kursi kemudi, James menjadi gugup dan terdiam.'Semoga Tuan tidak melihatnya..Semoga dia tidak mendengar apa yang aku katakan barusan,' batin James.Namun James salah. Bahkan sebelum dia mengatakannya, Gavin sudah melihat terlebih dulu sosok Alice. Dia kini menatap tajam kepada pria yang sedang bersama dengan Alice. Pria itu memiliki tinggi badan 185 sentimeter, kulitnya putih, wajahnya cukup tampan dan maskulin, dan tubuhnya meskipun kurus tapi terlihat bahwa otot-ototnya terbentuk sempurna dibalik pakaiannya."James, catat nomor kendaraan pria itu, selidiki siapa dia!"Sebuah perintah dengan aura kedinginan di dalamnya, membuat bulu tengkuk James bergidik.Gavin masih terus memandang ke arah Alice dan pria itu, hin
"Apa-apaan sih kamu Gavin? Ini sakit!" Alice menatap tangannya yang ditarik Gavin sedari tadi.Kini, mereka telah masuk ke dalam kamar Gavin.BRUKGavin menutup pintu kamar dengan kasar dan melempar Alice ke tempat tidur.Gavin mengungkung tubuh Alice tepat di bawahnya, dan wajah mereka hanya berjarak beberapa sentimeter."Katakan padaku, siapa pria yang bersamamu di pusat perbelanjaan tadi?""Pria? Kamu memata-matai aku?" pelotot Alice."Katakan, apa dia kekasih rahasiamu?""Kekasih? Bukan urusanmu!" ujar Alice.Dengan kesal, Gavin mencengkeram dagu Alice dan menatap tajam kepadanya."Dengar Alice, kamu adalah Nyonya Gavin Welbert! Jangan berani bertindak tidak senonoh di belakangku! Kamu akan mempermalukan aku dan keluarga ini!"Emosi Alice seketika hampir meledak, "Tidak senonoh? Mempermalukan keluarga? Cih!""Tidak banyak orang mengenalku sebagai anggota keluarga Welbert! Lagipula selama ini aku diperlakukan sebagai budak dan disiksa oleh ibu dan juga adikmu itu. Aku tidak pernah m