Share

Bab 6. Malam Pertama yang Memilukan

Tidak! Aku tak kan menyerah sekarang. Mungkin menghilangkan kebiasaan Mas Dirga itu sulit, tapi aku yakin suatu saat dia akan berubah. Akan kucari cara agar suamiku itu tak bisa melanggar lagi janjinya padaku.

Sudah dua jam aku menunggu kepulangan Mas Dirga. Rasa kantuk ini menguap begitu saja, jadi kuputuskan mengambil wudu dan melaksanakan salat malam sembari menunggu suamiku datang. Benar saja, ketika aku sedang melaksanakan sembahyang, Mas Dirga pulang dengan keadaan sempoyongan.

Matanya memerah, bau alkohol menyengat di sekujur badannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Dari mana suamiku tadi sampai pulang dalam keadaan mabuk seperti ini? Benarkah dia baru saja menemui Anita?

Kuhampiri Mas Dirga yang sudah tersungkur di atas ranjang, laku membantu membuka sepatu dan membenarkan posisi tidurnya. Kucium baju suamiku yang juga terdapat tumpahan alkohol di sana. Mungkin aku harus mengganti pakaian Mas Dirga dan menyeka badannya dengan air hangat.

Kulipat mukena yang masih melekat di badan bekas salat tadi. Kemudian, aku berlalu dari kamar dan turun ke dapur untuk membawa air hangat.

Setelah kembali ke kamar aku mengambil handuk kecil dan baju ganti untuk Mas Dirga dari walk in closet. Kubuka satu persatu kancing kemeja suamiku lalu mengelap badannya secara perlahan-lahan.

Ada yang berbeda di dalam dada, ketika tak sengaja aku meraba tubuh atletis Mas Dirga. Bagaimanapun, aku ini wanita normal dan ini pertama kalinya seumur hidup menyentuh tubuh laki-laki selain bapak ketika beliau sakit dulu.

Namun, saat semuanya hampir selesai, aku terkejut tangan Mas Dirga menggenggam jari jemariku. Dia menarikku ke dalam dada bidangnya yang belum tertutup sehelai benang pun dan mendekap dengan erat. Aku tak kuasa menghindar ketika dia membalikkan posisi tubuh kami.

Kini posisiku ada di bawah suamiku, hingga membuatku merona dengan segala perlakuannya. Bahkan, ini pertama kalinya bibirku bersentuhan dengan seorang laki-laki. Semuanya terjadi dengan cepat, kami sama-sama terbakar dalam lautan gelora.

Bahkan, sakit yang kurasakan karena ini pertama kalinya untukku, tak membuat Mas Dirga menghentikan kegiatannya. Aku terbuai dengan segala kemesraan yang diberikan suamiku, pemujaannya. Sampai ketika, saat-saat terakhir, sesuatu yang tak kuinginkan terjadi, hingga membuat hati ini semakin sakit luar biasa.

"Anita. Aku mencintaimu," pekiknya meluluhlantakan hati ini.

Dengan rela hati aku menyerahkan semuanya, mencoba memberikan hak suamiku serta menjadi seorang istri yang utuh. Tapi apa yang kudapat? Ternyata pemujaan yang aku rasakan malam ini bukan tertuju untukku. Dia menganggapku orang lain. Wanita yang menjadi kekasihnya.

Ya, dia suamiku menggumamkan nama Anita di akhir penyatuan kami.

Istri mana yang tak sakit hati, ketika untuk pertama kalinya menyerahkan sesuatu yang selalu dijaga selama hidup. Saat itu pula sang suami tak memandang dia sebagai seseorang yang disentuhnya, tetapi malah mengkhayalkan wanita lain.

Aku tahu Mas Dirga tak sadar dengan apa yang dilakukannya, tetapi itu tak mengurangi rasa sakit di hati ini. Setelah segalanya tuntas, Mas Dirga kemudian tertidur di sampingku.

Tak terasa air mata ini tumpah ketika mengingat kejadian barusan. Untuk kesekian kalinya pria yang telah bergelar suami di sampingku ini menorehkan luka di hatiku.

Sebegitu cinta kah kamu Mas kepada Anita? Sampai-sampai dalam keadaan sadar ataupun tidak tetap namanya yang kamu ingat.

Kucoba bangun dari ranjang. Meski rasanya masih begitu sakit, tetapi tak kuhiraukan. Aku bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri. Berharap dengan mengguyur sekujur badan, membuat hati yang sedang diselimuti kekecewaan akan mereda.

Sampai, satu jam aku tak keluar kamar mandi, betah dengan lamunanku tentang Mas Dirga dan Anita serta rasa sakit yang ditorehkan mereka.

Haruskah aku memaafkan Mas Dirga? Apakah aku bisa melupakan apa yang telah terjadi malam ini? Apa Mas Dirga ingat dengan apa yang dilakukannya tadi? Semua pertanyaan itu terus berputar di otakku.

Setelah mandi selesai, aku merebahkan badanku di samping Mas Dirga, menghadap untuk memindai wajah suamiku. Kulihat tidurnya begitu nyenyak.

Ada dorongan dari dalam diri ini ketika melihat mukanya. Tak sadar aku menyentuh wajah Mas Dirga dengan perlahan. Dia memang tampan, wanita mana pun pasti tergila-gila padanya. Apalagi Anita yang tentu sudah lama dikenal Mas Dirga.

Aku tahu aku bodoh setelah berkali-kali dia menyakitiku, tetapi diri ini tetap saja ingin bertahan. Tak sadar setelah satu setengah tahun menikah dengannya, makin hari aku semakin jatuh cinta padanya. Namun, hanyalah cinta sepihak, tetapi tak apa. Aku percaya suatu hari hatimu yang sekeras batu ini akan melunak.

Pagi ini aku terbangun agak kesiangan. Gara-gara memandang wajah Mas Dirga saat tidur semalam membuatku tertidur saat menjelang pukul tiga pagi.

Cepat-cepat aku bergegas membangunkan Mas Dirga. Mulai saat ini dia harus mengubah kebiasaan. Aku harus sering mengajaknya menunaikan ibadah.

"Mas, Bangun. Kita salat subuh bareng," ujarku menepuk badannya.

Mas Dirga menggeliat ketika kubangunkan serta mengajaknya salat subuh. Namun, tetap tak dia hiraukan. Begitu sulit, membuat suamiku berubah. Mustahil baginya menghilangkan kebiasaan yang sejak lama dia lakukan.

Aku mencoba membangunkan dia dengan cara menempelkan tangan yang basah ke mukanya, hingga membuat Mas Dirga terbangun serta menatapku tajam.

“Apa-apaan kamu ini?” teriak Mas Dirga.

"Mandi dulu, Mas. Kita salat subuh bareng," suruhku, dia turuti meski dengan dengkusan kesal.

Namun, saat Mas Dirga hendak bangun mata dia terbelalak melihat penampilannya yang tak memakai sehelai benang pun.

“Hey! Kenapa aku tak memakai apa pun? Memangnya apa yang terjadi semalam?” tanya suamiku dengan raut wajah heran.

Aku yang bingung harus menjawab apa hanya bisa diam dan segera berlalu ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Sampai ketika, keluar pun aku masih melihat Mas Dirga seperti tengah melamunkan sesuatu. Mungkin sedang mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.

Aku tak mungkin menjelaskan segalanya. Mana mungkin kukatakan kalau dia telah meniduriku dengan mengkhayalkan wanita lain. Tidak ... aku tak mau lagi menyakiti hatiku dengan hal-hal yang seperti itu.

Aku bergegas menggelar sejadah dan menghadap pada-Nya, memohon agar selalu diberikan kekuatan serta kesabaran lebih dalam menjalani rumah tangga ini.

“Aku ingat sekarang apa yang terjadi semalam. Aku pikir semalam sudah bercint* dengan Anita, tapi apa aku malah melakukannya denganmu, hah?” tanya Mas Dirga saat aku sudah beres salat dan hendak menyimpan mukena di atas nakas.

Aku tak menghiraukannya sedikit pun, lalu segera meninggalkan Mas Dirga. Akan tetapi, langkah ini terhenti ketika Mas Dirga mencekal tangank dengan menatap tajam, meminta penjelasan. Aku tetap bergeming tak bersuara.

“Berarti benar kita semalam melakukannya? Anggap saja itu sebuah kesalahan yang aku perbuat.” Kata-kata Mas Dirga sungguh membuatku benar-benar seolah tak memiliki harga diri.

Apa katanya? Dia anggap semalam itu hanya kesalahan? Aku tak tahu harus mengatakan apa, dengan perasaan hati yang dongkol, aku lekas berlalu dari hadapan Mas Dirga dengan amarah di dada, lalu keluar dari kamar sambil mengusap air mata yang tak berhenti mengalir.

Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu menghargaiku, Mas?

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status