Tidak! Aku tak kan menyerah sekarang. Mungkin menghilangkan kebiasaan Mas Dirga itu sulit, tapi aku yakin suatu saat dia akan berubah. Akan kucari cara agar suamiku itu tak bisa melanggar lagi janjinya padaku.
Sudah dua jam aku menunggu kepulangan Mas Dirga. Rasa kantuk ini menguap begitu saja, jadi kuputuskan mengambil wudu dan melaksanakan salat malam sembari menunggu suamiku datang. Benar saja, ketika aku sedang melaksanakan sembahyang, Mas Dirga pulang dengan keadaan sempoyongan.Matanya memerah, bau alkohol menyengat di sekujur badannya. Apa yang sebenarnya terjadi? Dari mana suamiku tadi sampai pulang dalam keadaan mabuk seperti ini? Benarkah dia baru saja menemui Anita?Kuhampiri Mas Dirga yang sudah tersungkur di atas ranjang, laku membantu membuka sepatu dan membenarkan posisi tidurnya. Kucium baju suamiku yang juga terdapat tumpahan alkohol di sana. Mungkin aku harus mengganti pakaian Mas Dirga dan menyeka badannya dengan air hangat.Kulipat mukena yang masih melekat di badan bekas salat tadi. Kemudian, aku berlalu dari kamar dan turun ke dapur untuk membawa air hangat.Setelah kembali ke kamar aku mengambil handuk kecil dan baju ganti untuk Mas Dirga dari walk in closet. Kubuka satu persatu kancing kemeja suamiku lalu mengelap badannya secara perlahan-lahan.Ada yang berbeda di dalam dada, ketika tak sengaja aku meraba tubuh atletis Mas Dirga. Bagaimanapun, aku ini wanita normal dan ini pertama kalinya seumur hidup menyentuh tubuh laki-laki selain bapak ketika beliau sakit dulu.Namun, saat semuanya hampir selesai, aku terkejut tangan Mas Dirga menggenggam jari jemariku. Dia menarikku ke dalam dada bidangnya yang belum tertutup sehelai benang pun dan mendekap dengan erat. Aku tak kuasa menghindar ketika dia membalikkan posisi tubuh kami.Kini posisiku ada di bawah suamiku, hingga membuatku merona dengan segala perlakuannya. Bahkan, ini pertama kalinya bibirku bersentuhan dengan seorang laki-laki. Semuanya terjadi dengan cepat, kami sama-sama terbakar dalam lautan gelora.Bahkan, sakit yang kurasakan karena ini pertama kalinya untukku, tak membuat Mas Dirga menghentikan kegiatannya. Aku terbuai dengan segala kemesraan yang diberikan suamiku, pemujaannya. Sampai ketika, saat-saat terakhir, sesuatu yang tak kuinginkan terjadi, hingga membuat hati ini semakin sakit luar biasa."Anita. Aku mencintaimu," pekiknya meluluhlantakan hati ini.Dengan rela hati aku menyerahkan semuanya, mencoba memberikan hak suamiku serta menjadi seorang istri yang utuh. Tapi apa yang kudapat? Ternyata pemujaan yang aku rasakan malam ini bukan tertuju untukku. Dia menganggapku orang lain. Wanita yang menjadi kekasihnya.Ya, dia suamiku menggumamkan nama Anita di akhir penyatuan kami.Istri mana yang tak sakit hati, ketika untuk pertama kalinya menyerahkan sesuatu yang selalu dijaga selama hidup. Saat itu pula sang suami tak memandang dia sebagai seseorang yang disentuhnya, tetapi malah mengkhayalkan wanita lain.Aku tahu Mas Dirga tak sadar dengan apa yang dilakukannya, tetapi itu tak mengurangi rasa sakit di hati ini. Setelah segalanya tuntas, Mas Dirga kemudian tertidur di sampingku.Tak terasa air mata ini tumpah ketika mengingat kejadian barusan. Untuk kesekian kalinya pria yang telah bergelar suami di sampingku ini menorehkan luka di hatiku.Sebegitu cinta kah kamu Mas kepada Anita? Sampai-sampai dalam keadaan sadar ataupun tidak tetap namanya yang kamu ingat.Kucoba bangun dari ranjang. Meski rasanya masih begitu sakit, tetapi tak kuhiraukan. Aku bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri. Berharap dengan mengguyur sekujur badan, membuat hati yang sedang diselimuti kekecewaan akan mereda.Sampai, satu jam aku tak keluar kamar mandi, betah dengan lamunanku tentang Mas Dirga dan Anita serta rasa sakit yang ditorehkan mereka.Haruskah aku memaafkan Mas Dirga? Apakah aku bisa melupakan apa yang telah terjadi malam ini? Apa Mas Dirga ingat dengan apa yang dilakukannya tadi? Semua pertanyaan itu terus berputar di otakku.Setelah mandi selesai, aku merebahkan badanku di samping Mas Dirga, menghadap untuk memindai wajah suamiku. Kulihat tidurnya begitu nyenyak.Ada dorongan dari dalam diri ini ketika melihat mukanya. Tak sadar aku menyentuh wajah Mas Dirga dengan perlahan. Dia memang tampan, wanita mana pun pasti tergila-gila padanya. Apalagi Anita yang tentu sudah lama dikenal Mas Dirga.Aku tahu aku bodoh setelah berkali-kali dia menyakitiku, tetapi diri ini tetap saja ingin bertahan. Tak sadar setelah satu setengah tahun menikah dengannya, makin hari aku semakin jatuh cinta padanya. Namun, hanyalah cinta sepihak, tetapi tak apa. Aku percaya suatu hari hatimu yang sekeras batu ini akan melunak.Pagi ini aku terbangun agak kesiangan. Gara-gara memandang wajah Mas Dirga saat tidur semalam membuatku tertidur saat menjelang pukul tiga pagi.Cepat-cepat aku bergegas membangunkan Mas Dirga. Mulai saat ini dia harus mengubah kebiasaan. Aku harus sering mengajaknya menunaikan ibadah."Mas, Bangun. Kita salat subuh bareng," ujarku menepuk badannya.Mas Dirga menggeliat ketika kubangunkan serta mengajaknya salat subuh. Namun, tetap tak dia hiraukan. Begitu sulit, membuat suamiku berubah. Mustahil baginya menghilangkan kebiasaan yang sejak lama dia lakukan.Aku mencoba membangunkan dia dengan cara menempelkan tangan yang basah ke mukanya, hingga membuat Mas Dirga terbangun serta menatapku tajam. “Apa-apaan kamu ini?” teriak Mas Dirga."Mandi dulu, Mas. Kita salat subuh bareng," suruhku, dia turuti meski dengan dengkusan kesal.Namun, saat Mas Dirga hendak bangun mata dia terbelalak melihat penampilannya yang tak memakai sehelai benang pun. “Hey! Kenapa aku tak memakai apa pun? Memangnya apa yang terjadi semalam?” tanya suamiku dengan raut wajah heran.Aku yang bingung harus menjawab apa hanya bisa diam dan segera berlalu ke kamar mandi untuk mengambil wudu. Sampai ketika, keluar pun aku masih melihat Mas Dirga seperti tengah melamunkan sesuatu. Mungkin sedang mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Aku tak mungkin menjelaskan segalanya. Mana mungkin kukatakan kalau dia telah meniduriku dengan mengkhayalkan wanita lain. Tidak ... aku tak mau lagi menyakiti hatiku dengan hal-hal yang seperti itu.Aku bergegas menggelar sejadah dan menghadap pada-Nya, memohon agar selalu diberikan kekuatan serta kesabaran lebih dalam menjalani rumah tangga ini. “Aku ingat sekarang apa yang terjadi semalam. Aku pikir semalam sudah bercint* dengan Anita, tapi apa aku malah melakukannya denganmu, hah?” tanya Mas Dirga saat aku sudah beres salat dan hendak menyimpan mukena di atas nakas.Aku tak menghiraukannya sedikit pun, lalu segera meninggalkan Mas Dirga. Akan tetapi, langkah ini terhenti ketika Mas Dirga mencekal tangank dengan menatap tajam, meminta penjelasan. Aku tetap bergeming tak bersuara. “Berarti benar kita semalam melakukannya? Anggap saja itu sebuah kesalahan yang aku perbuat.” Kata-kata Mas Dirga sungguh membuatku benar-benar seolah tak memiliki harga diri.Apa katanya? Dia anggap semalam itu hanya kesalahan? Aku tak tahu harus mengatakan apa, dengan perasaan hati yang dongkol, aku lekas berlalu dari hadapan Mas Dirga dengan amarah di dada, lalu keluar dari kamar sambil mengusap air mata yang tak berhenti mengalir.Apa yang harus kulakukan untuk membuatmu menghargaiku, Mas? Bersambung.Aku pergi ke dapur untuk membuat sarapan seperti biasa dengan ibu. Meski kata-kata Mas Dirga masih terngiang di telinga, tetapi tak mungkin aku terus meratapi nasib. Aku harus kuat! Perjuanganku untuk mendapatkan hati Mas Dirga memang takkan mudah. Aku harus banyak-banyak bersabar menghadapi sifat angkuhnya.Sepanjang aku memasak bersama ibu, sedari tadi kulihat beliau memperhatikanku terus menerus, apa ada yang salah? “Ibu ada apa? Kenapa terus melihatku, Bu? Apa ada yang aneh padaku?” tanyaku heran melihat sikap ibu yang menurutku tak biasa.“Bukan ... Ibu hanya heran. Kenapa jalanmu tak biasa, ya, Nak?” jawab ibu meluapkan apa yang ada di pikirannya.“Oh, ehmm ... i-itu enggak apa-apa kok, Bu. Aku baik-baik saja.” Aku gugup dengan kata-kata ibu.Mana mungkin aku bilang kalau semalam habis melakukan malam pertama dengan Mas Dirga. Bisa-bisa ibu terkejut. Satu setengah tahun kami menjalani pernikahan tapi baru kali ini Mas Dirga menyentuhku, itu pun karena dia sedang mabuk sambil me
POV DirgaAku dan Anita sudah mengenal lama sekali. Sejak kita masih di bangku SMA dia yang selalu mengisi hari-hariku yang kesepian. Orang tuaku sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah dengan kesibukannya di perusahaan. Sedangkan Mama, sibuk dengan arisan dan kehidupan sosialitanya. Meski setiap hari kami masih bertemu di pagi hari saat kami sarapan bersama. Mama memang masih meluangkan waktu untukku membagi kehangatan sebagai ibu di sela-sela kesibukannya. Dia tak pernah membiarkanku makan di luar. Selalu membiasakan makan masakan rumah. Kebiasaan ini yang tak hilang sampai sekarang. Itulah yang membuatku selalu merindukannya setelah beliau tiada tujuh tahun yang lalu. Sedangkan Ayah, dia selalu sibuk bekerja untuk menghidupi kami sekeluarga, katanya. Awalnya, dialah panutan dalam hidupku. Sampai ketika kejadian tiga belas tahun yang lalu di mana aku memergoki dia bergandengan tangan menuju sebuah hotel dengan sekretarisnya, rasa hormat itu sirna begitu saja padanya.Aku Dirga
POV Dirga (2)Tengah malam aku baru pulang ke rumah setelah seharian ini menghabiskan waktu bersama Anita di hotel. Bagaimana aku bisa berpaling dari kekasihku itu serta memandang wanita lain. Anita terlalu sempurna untuk dilepaskan. Sebagai lelaki, sikap agresif yang ditunjukkan kekasihku ini di setiap peraduan kami membuatku merasa puas dan beruntung bisa mendapatkan cintanya.Aku sampai ke rumah saat keadaan sudah sangat sepi. Mungkin semua orang sudah tidur di kamar mereka masing-masing. Hanya ada satpam yang bertugas berjaga di pos dekat gerbang masuk.Ketika masuk kamar, betapa terkejutnya aku mendapati Anisa yang masih terjaga, sepertinya dia sedang menungguku pulang. Aku memandang sinis padanya mencoba tak terpengaruh dengan sikap hangat yang dia tunjukkan. Meski, sudut hati ini tak kupungkiri merasa senang dengan perlakuan Alisa.“Kenapa kamu menungguku? Jangan harap aku bisa senang dengan perbuatan manismu seperti ini. Kamu belum mendapatkan balasan karena sudah lancang meng
Setelah pertengkaranku dengan Mas Dirga waktu itu, aku sering banyak diam. Tak pernah sekalipun mengajaknya berbicara. Bahkan, segala pertanyaannya hanya kujawab dengan singkat. Hati ini masih sakit mengingat semuanya. Bagaimanapun, aku manusia biasa pasti merasa kecewa ketika mendapat perlakuan Mas Dirga yang semena-mena.Sampai, ketika aku dikejutkan dengan perintah Mas Dirga malam itu yang menyuruhku mempersiapkan segalanya untuk pergi ke puncak menghadiri undangan Tante Mira.“Lisa, besok kita akan ke puncak jadi siapkan pakaian ganti untuk di sana selama tiga hari,” perintah Mas Dirga saat aku baru selesai salat isya. Sedangkan, dia duduk di sofa sambil menghadap laptopnya.Aku mendongak menatapnya. Apa maksudnya? Bukannya dia bilang tak akan mengajakku sebab malu mengenalkanku sebagai istrinya? Apa aku tak salah dengar?“Hei, kamu dengar tidak yang aku ucapkan barusan?” tanya Mas Dirga sambil berteriak. Mungkin merasa jengkel karena aku tak menjawab ucapannya.“Apa? Ah iya, akan
Setelah pertengkaranku dengan Mas Dirga waktu itu, aku sering banyak diam. Tak pernah sekalipun mengajaknya berbicara. Bahkan, segala pertanyaannya hanya kujawab dengan singkat. Hati ini masih sakit mengingat semuanya. Bagaimanapun, aku manusia biasa pasti merasa kecewa ketika mendapat perlakuan Mas Dirga yang semena-mena.Sampai, ketika aku dikejutkan dengan perintah Mas Dirga malam itu yang menyuruhku mempersiapkan segalanya untuk pergi ke puncak menghadiri undangan Tante Mira.“Lisa, besok kita akan ke puncak jadi siapkan pakaian ganti untuk di sana selama tiga hari,” perintah Mas Dirga saat aku baru selesai salat isya. Sedangkan, dia duduk di sofa sambil menghadap laptopnya.Aku mendongak menatapnya. Apa maksudnya? Bukannya dia bilang tak akan mengajakku sebab malu mengenalkanku sebagai istrinya? Apa aku tak salah dengar?“Hei, kamu dengar tidak yang aku ucapkan barusan?” tanya Mas Dirga sambil berteriak. Mungkin merasa jengkel karena aku tak menjawab ucapannya.“Apa? Ah iya, akan
Mas Dirga menghampiriku dengan amarah yang memuncak. Dia menghempaskan tubuhku dengan kasar kembali. Diri ini terus memohon agar dia mau mendengarkan segala penjelasanku tapi Mas Dirga yang sudah dalam keadaan emosi, tak mengindahkannya sedikit pun. Aku terus meronta ketika dia mengunci tubuhku, beberapa kali juga dia layangkan tamparan ke wajah ketika kucoba melepaskan diri darinya. Hati ini makin hancur berkeping-keping, bukan ini yang kuinginkan. Bulan purnama yang menyorotkan sinarnya menjadi saksi ketika suamiku memaksakan kehendaknya padaku. Tanpa kelembutan, tanpa pemujaan seolah diri ini hanya sebuah benda mati yang tak bisa terluka.Air mataku tak henti-hentinya terus mengalir di pipiku. Setelah penyatuan kami Mas Dirga meninggalkanku sendiri di dalam kamar yang sepi ini. Entah ke mana dia, namun yang kulihat Mas Dirga masih dikuasai amarah yang masih memuncak. Bukan hanya bagian tubuhku yang terasa perih tetapi juga hatiku juga kurasa remuk tak berbentuk. Setelah membersihkan
Sejak pembicaraanku dengan Mas Dirga pada saat anniversary pernikahan kami yang kedua tahun itu. Kami tak pernah saling sapa. Bahkan sikap Mas Dirga kepadaku kembali dingin seperti pertama kali kami menikah dulu.Semakin hari hati ini semakin terluka. Kebahagiaan yang diimpikan selama enam bulan terakhir ini ternyata hanya fatamorgana. ‘Rupanya cintamu padanya lebih besar dibandingkan padaku, Mas.’ Tidak ... mungkin yang dia rasakan selama ini bukan cinta, melainkan hanya simpati. ‘Jika memang dengan merelakanmu itu yang terbaik untuk kita. Akan kulakukan untukmu, Mas.’Kukatakan permintaan itu kepada Ayah mertua kalau aku mengizinkan Mas Dirga menikah lagi dengan alasan belum bisa memberinya keturunan. Namun, reaksi yang ditunjukkan Ayah ternyata membuatku terkejut. Beliau murka ketika mendengar semuanya. Bahkan kudengar dia sampai memanggil suamiku serta mengancam akan menghancurkan segala usaha Mas Dirga jika sampai menikahi Anita. Aku menguping di balik pintu, penasaran dengan ap
Keadaan Ayah Mertua sudah mulai stabil, namun beliau masih belum juga sadarkan diri. Mengenai pernikahan Mas Dirga dan Anita, Ibu sama sekali belum tahu akan masalah ini. Entah bagaimana reaksinya jika dia tahu anak semata wayangnya ini akan mendapatkan madu. Mungkin saat itu pula hari-hariku akan diselimuti kesepian. Tidak! Aku tak bisa begini. Bagaimanapun diri ini takkan sanggup melihat kemesraan tiap kemesraan yang akan ditunjukkan suamiku nanti. Jika saja hatiku belum tertanam nama Mas Dirga di dalamnya, mungkin aku takkan seberat ini menerima semuanya seperti saat awal kami menikah dulu. Sayang, hati tak bisa dikendalikan, siapa yang boleh dicintai dan tidak.Mulai saat ini aku sudah bertekad akan pergi dari kehidupan Mas Dirga setelah pernikahan mereka berlangsung. Diam-diam tanpa orang lain tahu. Kuhubungi temanku yang ada di Aceh, lalu menceritakan semua yang terjadi di dalam rumah tanggaku. Ami memang sahabatku dari kecil di kampung, dia pindah ke Aceh setelah ibunya menika