Eudora bangkit dan berjalan ke meja rias. Dia menatap pantulan di cermin. Di mana bayangan wajahnya kini terlihat sangat jelas. Wajah yang sangat asing baginya.
Dia semakin menelisik setiap detail wajahnya di dekat cermin lalu mengulurkan tangan untuk melihatnya. Eudora yang kini berada tepat di depan cermin mengulurkan tangan dan menekankan telapak tangannya ke bayangan dirinya yang ada di dalam cermin.
Eudora Circe.
Eudora mengerutkan alisnya. Bibirnya bergerak-gerak dari sisi ke sisi, lalu dia menjulurkan lidahnya. Pun ia juga membuat berbagai ekspresi tajam dan dingin. Berkerut keras seperti seorang antagonis. Lalu dia memiringkan kepalanya, miring dengan satu tangan di dagunya.
Bayangan wanita yang ada di cermin menyalin semua tindakan.
Wanita di cermin itu memiliki rambut yang cukup panjang. Rambut hitam lurusnya menjuntai ke pinggangnya. Matanya juga hitam.
Itu akrab dengan karakteristik luar dari orang-orang di mana Mariane, jiwa yang menempati tubuh Eudora, dilahirkan dan dibesarkan. Namun, sebenarnya, penampilan Eudora Circe benar-benar berbeda dari orang tempatnya tinggal.
Rambutnya tipis dan lembut. Itu sungguh berlimpah, dan bahkan jika itu lurus, itu tidak terasa menempel di kulit kepalanya. Sungguh rambut yang sulit dijelaskan akan keindahannya.
Matanya hitam pekat, seolah-olah telah dicelupkan ke dalam tinta. Jika kalian melihatnya untuk waktu yang lama, warnanya sangat gelap sehingga kalian akan merasa aneh. Pupil dan iris pupil mata hampir tidak bisa dibedakan.
Kerangka itu dekat dengan orang Timur Tengah. Namun, kerangka itu lebih tipis dan lebih lembut daripada orang Timur Tengah pada umumnya. Rasanya seperti peri atau ras heterogen dalam fantasi yang memuliakan orang Timur Tengah sebagai bentuk dasar. Atau lebih tepatnya orang-orang Yunani, Greek?
Jujur, ketika Mariane pertama kali melihat ke cermin, mulutnya terbuka dengan sendirinya. Ekspresi yang terkagum atas pahatan dari wanita cantik penuh dengan aura tinggi, tercetak jelas di pandangannya.
Matanya yang sedikit terangkat dan bibir merahnya seolah-olah dia telah mengoleskan kertas teratai mengeluarkan perasaan menyihir, tetapi suasana keseluruhannya rapi karena anggota tubuhnya yang ramping dan kulitnya yang bersih. Pesona yang tampaknya tidak serasi sangat harmonis.
'Tidak ada hukum yang mengatakan penjahat tidak bisa cantik, tapi ....'
Rasanya aneh. Apa pun itu, cukup sukar di resapi.
Seorang yang memiliki kesan wanita jahat di mana tubuhnya kini ditinggali oleh Mariane. Wanita yang seolah memancarkan sebuah kepribadian bak iblis meski berwajah bak malaikat bersayap putih. Namun dalam satu waktu aura mawar berduri yang pekat, juga menyeruak di sekeliling wanita itu dengan pandangan tajam dan mengunci. Gelap namun seolah menyala dingin dalam kegelapan.
Sungguh aneh Mariane menempati tubuh seperti itu saat ini. Bukankah sekarang tubuh Eudora sudah menjadi rumahnya?
"Tidak seburuk itu ketika aku memikirkannya," gumam Eudora lirih. Mengingat tubuh yang sempurna dengan kecantikan indah itu, benar-benar bukan sesuatu yang buruk.
Itu jauh lebih baik daripada menjadi budak atau orang berdosa. yang kotor dan kumuh, bukan?
"Bagaimana jika dia penjahat. Dia cantik dan dia berstatus tinggi," gumamnya lagi tanpa memutuskan tatapannya dari pantulan bayangan itu.
Eudora merasa lebih baik sedikit demi sedikit.
'Jika itu ratu ... Itu sebelum Eudora menjadi jahat dengan sungguh-sungguh?'
Sebelum Eudora mendapatkan kekuatan melalui teknik Mara, ada periode persiapan yang membuatnya terengah-engah untuk sementara waktu. Selama waktu itu, Eudora menikah dengan Raja Isidore dan menjadi Ratu Kerajaan Deimos.
Jadi dia belum akan melakukan sesuatu yang tidak dapat diperbaiki. Itu hal yang bagus.
'Tapi masalahnya adalah ....'
Ekspresi Eudora menjadi cerah sejenak, dan kemudian menjadi serius lagi.
"Aku tidak tahu tentang periodenya," gumamnya lirih.
Dalam cerita apapun, saat penjahat diperhatikan adalah dari saat dia memulai perbuatan jahatnya. Mariane tidak pernah memikirkan kehidupan normal sebelum Eudora menjadi penjahat. Ini rutinitas seorang penjahat. Tidak ada yang akan bertanya-tanya tentang itu.
"Yang Mulia Ratu!"
Terkejut, Eudora langsung menoleh ke pintu tempat dia mendengar suara itu. Waktu berlalu sementara dia bergumam tanpa menjawab.
"Ratu ...." Suaranya sangat berhati-hati dan gugup.
"Yang Mulia Ratu," panggil seseorang di luar ruangan itu lagi. "Ini adalah berita bahwa Yang Mulia Raja telah kembali."
Mata Eudora membelalak.
* * *
Kuda Raja melewati gerbang lain ke Istana dan datang ke halaman depan Istana KeRajaan. Banyak orang sudah keluar dan menunggu.
Raja membungkus kendali kuda di tangannya dan menariknya dengan kasar. Kuda Kasiar, Bellion, tiba-tiba memekik dan bergemuruh dengan gagah. Sang Raja pun langsung menegangkan kuda kesayangannya itu dengan cara mengelus lembut moncong kuda yang ada di depannya.
"Sssttt ... tenanglah, Bell! Semua baik-baik saja!" gumam sang Raja dengan suara yang rendah dan serak parau. Begitu berat dan terdengar sangat maskulin penuh wibawa.
Mungkin karena dia seorang Raja?
Mereka yang menonton menghela nafas lega di sana-sini. Bahkan jika itu adalah pemandangan yang sering mereka lihat, mereka selalu merasa mati rasa. Tetapi rasa kekaguman akan Raja mereka yang agung tak pernah luntur. Mereka bisa melihat pancaran aura kebesaran yang keluar dari tubuh sang Raja.
Raja mereka yang agung dan penuh kuasa. Raja yang mereka puja.
Kini Raja Isidore, Raja Kerajaan Deimos, itu sedang berdiri sangat dekat dengan kudanya, Bellion. Bercengkrama seolah mereka sangat dekat dan saling mengerti.
Jika ditendang oleh kuku kuda, setidaknya itu adalah cedera serius. Tapi cengkrama itu adalah yang paling riang. Senyum santai yang selalu dikenakan sang Raja dan tidak terpengaruh oleh hal-hal lainnya.
Isidore yang sudah turun dari kudanya pun mulai melepas helmnya. Dia berjalan satu tangan dengan kasar melalui rambut biru cerahnya yang dihancurkan oleh helm hitam pekatnya itu. Ksatria yang dengan cepat meraih helm yang dilempar oleh sang Raja. Ia menerimanya dengan selamat.
Isidore menoleh kembali ke Bellion, yang melemparkan tubuhnya dengan ledakan keras. Mata merah binatang berhelm itu penuh dengan antipati. Dia tampak kesal dan merintih ketika dipukul oleh seseorang.
Isidore menyipitkan matanya. Dia menatap mata merah binatang itu. Energi berputar di mata birunya membentang secara vertikal seperti mata ular.
"Jangan memberontak, Bellion. Tenanglah!" titah Isidore yang tampak tak sabar.
Mata merahnya yang goyah menyelinap ke samping. Sudut bibir Isidore pun bergerak-gerak. Itu adalah momen singkat yang bahkan binatang sensitif itu tidak akan menyadarinya.
Dia peduli dengan rottweiler-nya, tetapi dia tidak pernah lupa bahwa dia adalah pria yang istimewa, baik dalam arti yang baik maupun dalam arti yang buruk. Kesetiaannya didasarkan pada keunggulan kekuasaan. Perintah koersif daripada kasih sayang yang baik lebih efektif dalam menghadapinya.
Isidore pun pada akhirnya menginstruksikan pelayannya untuk mengambil alih Bellion.
"Beri dia makanan favoritnya! Dia sudah sangat lapar!" titah Isidore dengan tegas. Ya, kuda pribadinya itu tampak cukup kelelahan akhir-akhir ini. Makanan adalah hadiah paling disukai oleh seekor kuda.
Tidak dengan makanan yang istimewa yang ia maksud saja. Wortel yang tepat juga merupakan suatu keharusan.
"Baik, Yang Mulia!" jawab sang pelayan patuh.
Pelayan itu kembali bersuara dengan lirih bergumam, "Saya harus mendapatkan seekor sapi." Bellion sangat senang dengan makanan yang akan segera dimakan dan dengan patuh bergerak saat pelayannya menarik. Isidore mengambil langkah dan mengamati sekelilingnya dengan cepat. Dia tidak bisa melihat wajah satu orang pun. Dia adalah orang yang tidak akan pernah jatuh ke posisi ini di mana dia bisa mengingatkan orang-orang di sekitarnya tentang posisinya tanpa banyak usaha. 'Ada yang salah.' Isidore bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Seolah merasakan memang ada sesuatu yang salah. Atau lebih tepatnya ada sesuatu yang kurang? "Hemm sudahlah mungkin hanya perasaanku saja," gumam Isidore lagi dengan lirih. "Yang Mulia, apa ada yang mengganggu Anda?" Versus—salah satu ajudannya, bertanya seolah melihat ada hal yang salah dengan Rajanya. "Tidak, lupakan!" sahut Isidore datar. Verus berdiri berdampingan dengan sang Raja, yang sedang mengiringi dan melayaninya. Para pelayan yang lain juga
Mata Yessa membelalak mendengarkan penuturan dari sang Raja yang tampak kesal saat ini. "Yang mulia. Jika Anda bilang begitu ...," gumamnya lirih sedikit penunjukkan raut khawatir. "Aku tidak bicara omong kosong tentang hal itu, Yessa, jadi apa yang kamu khawatirkan?" Nampaknya Isidore tak setuju dengan Yessa yang seolah menunjukkan kekhawatirannya yang sia-sia. "Yang mulia ... Ratu yang sedikit keras," gumam Yessa lagi, menekankan kalau dia mencoba untuk memahami sang Ratu. "Ck! Kasar yang biasa membuat kematian orang tiap kali ia marah?" sahut Isidore dengan tatapan yang tajam. "Itu tetap akan berlanjut jika aku memaklumi hal itu!" Isidore bergumam kesal. Jumlah abdi dalem yang terbunuh oleh hukuman fisik Ratu cukup besar. Ada alasan untuk hukuman, tetapi dalam pandangan Isidore, tidak ada yang melakukan dosa berat yang pantas mendapatkan hukuman hingga membuat mereka kehilangan nyawa. Ratu sungguh sudah sangat kelewatan! Para pengamat menenangkan Raja dan mencoba untuk memaham
Mariane Vandes yang kini telah merasuki tubuh Ratu terkejam sepanjang sejarah Kerajaan Deimos, seolah sudah menyatu dengan kenyataan yang terjadi. Ini semua bukan mimpi dan bukan khayalan konyol di siang hari. Mariane benar-benar sudah menjadi seorang Ratu Kerajaan Deimos, Eudora Circe. Tentu itu bukan hal yang baik! Setelah mendengar kabar terbaru bahwa Sang Raja telah kembali, Eudora tak bisa menikmati waktu dengan tenang. Seperti saat ini, Eudora sudah cukup lama hanya bolak-balik ke sana kemari dengan menggigit kecil kuku ibu jarinya. Wajahnya yang terdistorsi dengan ketidak tenangan menjadi objek yang jelas. "Raja telah kembali ... Raja ...," gumam Eudora lirih. "Raja Isidore, pria kejam yang menjadi suami Eudora Circe. Pria yang tak lain adalah malaikat maut Eudora. Malaikat maut diriku saat ini!" Seketika ia langsung menghentikan langkah kakinya. Wajahnya bahkan mungkin sudah sangat masam penuh penekanan yang rumit. Dengan pucat dan lesu, ia pun memusatkan pandangannya ke
Rasanya saat ini Eudora ingin meledakkan kekesalannya. Bahkan bibirnya mungkin sudah berkedut akibat menahan amarah. Tetapi dia tidak sebodoh itu!'Aku tak bisa menyerang Raja maut ini dan memakainya begitu saja, bukan? Aku akan langsung mati kalau aku sampai sebodoh itu!' batin Eudora sembari menyunggingkan senyuman simetris dengan terpaksa."Hahaha ... apa yang Anda maksud, Yang Mulia? Memangnya apa yang akan saya lakukan? Saya tidak melakukan rencana kotor apapun itu!" kekeh Eudora yang mencoba untuk terlihat tidak terganggu sedikitpun.Tetapi nyatanya hal itu tidak membuat sang Raja mengendurkan urat tajam tatapannya yang mengunci Eudora. Bahkan tatapannya semakin mendominasi dengan begitu diktator."Ratu," panggil Isidore dengan sangat dingin. Ia juga semakin mengikis jarak yang sudah tipis itu di antara mereka berdua.Menekan Eudora dengan aura dinginnya. Serasa melahap semua udara yang ada. "—hanya karena kau menjadi Ratu di Kerajaanku, bukan berarti semua hal yang ada di tanah
"Ini tidak bisa dibiarkan terus seperti ini! Bahkan Kekaisaran tidak mengirimkan bantuan apapun kepada kita!""Apa yang dikatakan oleh Marquise benar, Baginda. Kita harus melayang protes kepada Baginda Kaisar! Bukankah kita sudah menyetujui pernikahan antar Kerajaan yang diatur oleh Baginda Kaisar sendiri? Tetapi sampai detik ini, setelah satu tahun pernikahan itu dilangsungkan, janji yang diberikan mereka kepada kita belum kita terima!""Ini sangat tidak adil, Yang Mulia. Mereka sudah mengingkari perjanjian pernikahan yang ada!""Ck! Bahkan selama kita melakukan pembasmian monster, mereka tidak mengirimkan bantuan apapun!"Perdebatan yang keras antar para senor pemerintahan Kerajaan Deimos menjadi begitu panas. Segala luapan amarah mereka tunjukan dalam bentuk protes kepada Raja Isidore yang kini duduk di kursi kebesarannya di ruang rapat parlemen.Hari ini adalah hari di mana Isidore dan pasukannya baru saja kembali dalam perburuan monster di ujung utara Benua, selama satu tahun lam
Sang ufuk langit yang dengan paksa melakukan kudeta kepada Mentari, kini dengan bangga menaikkan sang Rembulan untuk naik ke atas tahta. Membuat langit yang tadinya biru dan bercahaya, menjadi gelap dan dingin."Yang Mulia, waktu makan malam sudah siap. Yang Mulia Raja telah menunggu Anda."Salah satu maid yang tadi menemui Eudora dan memberitahukan perihal undangan makan malam sang Raja, telah kembali untuk mengatakan sebuah kabar.Eudora tentu saja sudah sangat siap, secara penampilan. Tetapi secara batin? Rasanya ia ingin kabur sekarang juga!"Benarkah?" beo Eudora sembari menoleh ke belakang—di mana dia sedang berdiam diri di balkon kamarnya sembari memandangi langit malam yang sangat indah. Sebuah langit yang tak pernah ia lihat sebelumnya, penuh bintang seperti lukisan angkasa."Benar, Yang Mulia," jawab Tily—nama maid yang sering mengabari sesuatu ke Eudora. Maid yang seperti gadis kecil ketakutan. Sepertinya Tily adalah maid baru, para maid lainnya tak menunjukkan raut ketakut
"Bukankah dia Mariane?""Ah, jika yang kau maksud adalah Mariane, anak haram yang menjadi perusak rumah tangga orang dan suka menggoda banyak pria ... maka kau benar. Ya, itu adalah wanita tak tahu malu yang kau maksud itu!""Ck! Aku rasa dia tidak secantik itu. Tetapi kenapa bahkan sampai banyak pria yang mengejar-ngejarnya?""Wanita yang lahir dengan cara yang tidak benar, tentu saja akan berakhir dengan tidak benar juga!""Menjijikan."Itu semua bukanlah kata-kata baru yang didengarkan oleh Mariane. Hampir seluruh hidupnya ia selalu mendengar hal itu, sedari kecil.Tidak seperti pertama kali mendengarnya, di umurnya yang sudah menginjak lebih 20 tahun ini Mariane tidak merasakan perasaan apapun saat mendengar segala macam umpatan dan bisikan tak menyenangkan tentang dirinya.Bahkan rasanya ia sudah sangat bosan untuk mendengar semua itu.'Sungguh, tak adakah kata-kata lain yang lebih kreatif dari semua itu? Sungguh membosankan!' Mariane yang tampak tak berpengaruh apapun atas semua
Tidak seperti Kerajaan lain, Kerajaan Deimos memiliki beberapa gelar kehormatan. Salah satunya adalah Yessa yang berarti wanita mulia. Dan gelar itu diberikan kepada Asteria Ternis, sang protagonis cerita ini."Yang Mulia ...," gumam Asteria sembari menatap sendu Isidore.Seolah merasa tak enak hati, Asteria melirik tipis-tipis sang Ratu yang memilih asik untuk makan hidangan miliknya sendiri."Makanlah yang banyak, Yessa!" titah Isidore sekali lagi. Dengan pelafalan dan penekanan yang jelas.Eudora pun tersenyum kecut dengan sangat tipis.'Benar-benar membosankan!' batin Eudora dalam hati. 'Aku tak tahu kalau aku akan mengalami kehidupan yang mematikan seperti ini tetapi juga sangat membosankan. Bagaimana bisa aku harus hidup lagi di takdir sialan seperti ini!'Sungguh demi apapun, Eudora rasanya ingin memaki Dewa sekarang juga.Takdir kehidupan keduanya adalah takdir dari yang paling buruk. Bukan hanya karena dia akan menjadi penjahat kejam yang mati dengan sangat mengenaskan, tetap