Share

Madu dari Dafa

Hujan mengguyur deras dini hari. Suasana malam kian terasa amat sepi. Bahkan, dinginnya hawa malam ini terasa menikam bagi Aruna.

Aruna masih duduk bersimpuh di kamar seorang diri, berulang kali diliriknya jam dinding. Sudah pukul dua dini hari. Kenapa suaminya tak kunjung pulang?

Biasanya, jika Dafa pulang dini hari Aruna tidak pernah gusar sampai menanti kepulangan sang suami, malahan Aruna sudah tertidur lelap karena esok harus bekerja.  Dafa kerap menjelaskan, ia kerap pulang dini hari lantaran orderannya saat tengah malam akan semakin ramai sebab banyak customernya yang notaben anak kosan menggunakan jasa delivery makanan tengah malam.

Namun, hari ini konteksnya berbeda.

Hati Aruna kian terasa hancur lebam. Membayangkan hal yang tidak – tidak perihal Dafa dengan wanita seksi yang membersamainya semalam. Sedang apa mereka, sejak kapan mereka sedekat itu dan kenapa kebohongan Dafa terkemas apik selama ini, sampai – sampai Aruna merasa kecolongan tidak mengendus bau kebohongan yang disimpan suaminya rapat – rapat.

Sampai tiba  - tiba terdengar suara motor matic yang mesinnya dimatikan tepat di depan teras, disusul dengan suara gemercik kunci pintu yang dimainkan. Aruna menebak, Dafa akhirnya pulang juga.

“Jelaskan Mas, siapa perempuan tadi.” Sebuah pertanyaan langsung ditodong Aruna kala Dafa melangkahkan kaki di ruang tengah.

Mata Aruna memerah padam dengan wajah sembabnya usai menangis semalaman. Hatinya terasa amat getir kala mengingat adegan yang sungguh membuatnya nyaris tak percaya. Satu – satunya orang yang amat ia cinta, ternyata bermesraan dengan wanita lain.

Dafa menelan saliva sebelum kemudian melangkahkan kaki mendekati Aruna. Namun, dengan sigap Aruna melangkahkan kaki mundur menjaga jarak.

Kedua bahu Aruna terkoyak dengan tangisnya yang kembali pecah.

“Aruna, dengarkan aku.”

“Apa? Mau jelasin apa? Semua sudah jelas kok, kamu mesra – mesraan sama wanita itu.”

“Apa kurangku mas! Sampai kamu bisa berpikiran mendua? Hah?”

Melihat wajah Aruna kian murung, membuat Dafa menghela nafas berat seraya mengusap surai legam dengan kasar. Pandangan mereka bersirobok. Namun, bukan tatapan saling cinta yang terpancar di netra masing – masing.

Tatapan Aruna terpancar nanar, mewakili seberapa ambruknya dia dengan kenyataan pahit yang harus ditelan. Selama ini, Dafa lah alasan ia semangat menjalani hidup.

Aruna sangat yakin hanya Dafa yang bisa membuatnya bahagia. Hanya Dafa yang membuatnya nyaman, tanpa harus berpura – pura menjadi orang lain.

“Selama ini, ternyata aku bodoh dong, dibohongi kamu? Capek – capek aku banting tulang kerja, kamu malah enak – enakan ndusel sama perempuan lain!”

“Nggak nyangka aku mas.” Omel Aruna dengan tatapan nyalang. Ia begitu murka kepada pria yang selama ini selalu ia puja – puja sampai rela melakukan segala cara agar tetap bersama.

“Aruna! Jangan kencang – kencang, nanti Franda bangun!”

Aruna tersenyum memincingkan mata menatap manik mata Dafa lekat. Sungguh, ia benar – benar merasa diprank dengan jalan hidup yang ia pilih sendiri.

“Kasihan Franda, punya ayah minim tanggung jawab kayak kamu!” Hardik Aruna kemudian.

“Diam Aruna, akan aku jelaskan.”

Bukannya mengakui kesalahan, Dafa justru mencengkeram kedua lengan Aruna dengan pegangan yang kuat. Kemudian menggoncang tubuh Aruna gemas dengan manik matanya yang membola sempurna.

“Jangan sela omonganku! Dengarkan!” Pekik Dafa mematut manik Aruna dengan tatapan tak kalah nyalang.

“Oke aku mengaku, namanya Desika. Kita sudah lama dekat dan sebentar lagi kita akan menikah,” jelas Dafa sembari meloloskan nafas panjang.

Mendengar pelafalan suaminya yang berencana menikah dengan wanita lain, kontan membuat Aruna terhenyak,“Maksudmu gimana? Menikah? Bangga banget kamu selingkuh terus bilang mau menikah,” nafas Aruna kian tersengal – sengal. “Kamu waras nggak sih Daf?”

“Justru aku harus bangga karena berani jujur sama kamu dek!”

“Jangan panggil aku dek, aku muak sama semua yang sudah kita lalui. Bodoh banget, bisa – bisanya aku nikah sama cowok murahan kayak kamu!”

“Bisa – bisanya mas, kamu bisa suka sama wanita lain selain aku”

“Aruna diam!”

“Jahat kamu mas.”

“Aku sama Desika belum kenal lama, kami berencana menikah siri jika kamu belum merestui. Tapi karena semua sudah jelas seperti ini, sekalian saja aku jelaskan aku mau menikah sama dia. Secara resmi”

“Bodo amat kalian mau menikah siri apa resmi, harusnya kamu malu ketahuan dustanya Dafa”

“Terserah Aruna, yang penting aku sudah jujur. Maaf sudah membuatmu kecewa. Awalnya, aku tidak berniat menikah dengan dia, namun lama – lama kami saling nyaman”

“Syukurlah Tuhan memudahkan niatku dan Desika dengan mempertemukanmu di klinik kemarin”

“Mas! Kamu waras nggak sih. Aku sakit hati lihat kamu sama wanita lain, malah mikirin kesenanganmu sendiri. Laki – laki egois!”

 “Aruna, jangan ngomel – ngomel terus! Nanti Franda bangun. Mendingan aku pergi saja kalau kamu terus ngomel kayak gini”

“Pergilah!”

“Oke, aku pergi saja besok”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status