Kamar Hotel 444
Perempuan itu menggedor pintu dengan cukup keras seraya berteriak kencang. "Buka ...! BUKA ...!" Suaranya begitu menggelegar, hingga membuat beberapa penghuni kamar lainnya terkejut. Tak berselang lama, pintu itu pun terbuka. Tampak seorang pria dan wanita berdiri hanya mengenakan kimono dengan ekspresi wajah terkejut. "Sayang ...?" lirih sang pria. Ia lalu melempar pandang kepada wanita yang ada di belakangnya. "Hah? 'Sayang' katamu? Masih berani kau memanggilku 'Sayang' setelah berselingkuh di belakangku dengan pela-cur murahan ini? Dasar laki-laki tak tahu diri! Penjahat ...!" teriak Key. "Key, tahan dulu." Pria itu mencoba untuk membuat Key tenang. "Apa?! Jadi ini, perempuan itu? Iya? Sini kamu!" Key maju dan langsung menarik rambut wanita yang ada di depannya dengan sangat kuat. Persis seperti macan yang sedang menerkam mangsanya dan siap menelannya hidup-hidup. "Aw ... sakit, sakit Mas! Bantuin ...!" Jambakan tangan Key di rambutnya, membuat perempuan dengan kimono putih itu mengerang kesakitan. Ia bahkan sampai kesulitan untuk melepaskan diri karena cengkraman tangan Key yang begitu kuat. "Key! Lepaskan! Lepas kataku!" Sang pria tak tinggal diam. Ia pun berusaha untuk melepaskan wanita yang disinyalir sebagai selingkuhannya itu dari amukan Key. Meski sulit, tapi akhirnya ia berhasil juga memisahkan dua perempuan beda generasi tersebut. "Apa-apaan kau ini?! Kenapa datang-datang menyerang Lisa?" tanya sang pria seenak jidatnya. "Aku? Apa-apaan? Aku yang apa-apaan atau pelacur tak tahu diri ini yang apa-apaan?" tuding Key seraya menunjuk tajam ke arah wanita yang ia maksud. "Teganya kau menjambak rambut Lisa. Apa kau tidak tahu jika itu sangat menyakitkan?" tutur pria itu lagi. "Kau juga, teganya kau mengkhianati ku? Dasar pria brengsek!" ucap Key sembari menolak tubuh sang pria hingga mundur selangkah ke belakang. Air mata mulai jatuh membasahi wajah pilunya. Sungguh tak terpikirkan olehnya, jika laki-laki yang saat ini ada di depannya sampai hati bermain api di belakangnya. "Aku bisa jelasin, Key." Pria yang ada di hotel itu bernama Brayan. Dia adalah suami sahnya Key. Namun entah apa yang ia pikirkan, Key justru memergoki dirinya sedang bercinta dengan wanita lain. "Apa?! Kau mau menjelaskan apa lagi, hmm? Semua sudah cukup jelas, Brayan. Kau ... tidak lebih dari seorang keparat sampah yang menjijikkan?" ucap Key dengan suara bergetar karena menahan tangis. Ingin rasanya ia menjerit sekuatnya, melepaskan semua beban yang menghimpit jiwanya saat ini. Namun ia tahu, jika sampai hal itu terjadi, hanya akan membuat dirinya terlihat semakin menyedihkan. "Aku punya alasan, Key." Brayan masih mencoba untuk membenarkan tindakannya itu. Seolah ia tidak mau tahu dengan apa yang Key rasakan. Benar-benar tidak punya perasaan. Padahal Key adalah istrinya yang baru dua bulan ini ia nikahi. Seharusnya, dua bulan adalah waktu untuk menghabiskan bulan madu bersama pasangan, tapi ia justru main serong dengan perempuan lain. "Alasan katamu? Alasan apa yang membenarkan perselingkuhan, hah? Apa kau sedang playing victim di depanku? Dengan mengatakan jika pela-cur ini yang sudah menggoda mu? Atau pela-cur ini tiba-tiba saja nyasar dan salah masuk kamar hotelmu? "Pela-cur, pela-cur. Dia punya nama, Key! Namanya Lisa! Dan dia bukan pelacur! Dia wanita yang berarti di hidupku! Kau puas?" Brayan membela wanita bernama Lisa itu di depan istrinya sendiri, tanpa memikirkan sedikitpun tentang perasaan Key yang sudah ia khianati. Mendengar tutur suaminya, Key pun mangut-mangut seraya tertawa getir, hingga membuat Brayan dan Lisa menjadi tidak mengerti. Untuk kali ini, ia memilih tersenyum meski batinnya hancur lebur. Sebab dari kata atau pun sikap yang suaminya tunjukkan, jelas ... wanita bernama Lisa itu begitu spesial di mata suaminya. "Ok ... tanpa perlu bertanya lagi, aku sudah tahu pada siapa kau berpihak." Key mundur perlahan dengan hati yang begitu sakit. Saking tak percayanya, ia sampai nyaris kehilangan keseimbangan. Melihat hal itu, Brayan pun mencoba untuk memegangnya, tapi Key menepis cepat tangan suaminya itu dan berkata, "Don't touch me!" teriaknya ke wajah Brayan. Key lalu berbalik dan segera meninggalkan kamar hotel dengan nomor 444 tersebut. Kemudian segera menuju lift untuk turun ke lantai dasar. Langkahnya begitu gontai, mirip seperti orang yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol. Ditambah dengan air mata yang tak berhenti mengalir, Key tampak begitu menyedihkan. "Badjingan ...!" Kayla, atau yang biasa di panggil dengan nama Key, menendang tempat sampah yang ada di depannya hingga isinya tumpah dan berserakan di mana-mana. Ia begitu gusar, sampai-sampai melampiaskan amarahnya kepada benda kaleng tak berdosa itu. "Dasar laki-laki buaya, keparat, iblis, Fir'aun, semuanya ...!" Key mengacak-acak rambut panjangnya hingga terlihat kusut dan penampilannya jadi centang-perenang. Napasnya naik turun tak beraturan. Mata memerah dan sedikit berkaca-kaca. Tangan gemetaran dengan tubuh yang mulai panas dingin. Sepertinya apa yang baru saja terjadi berhasil membuat hormon kortisol dan epinefrin di dalam tubuhnya berkolaborasi dengan sempurna. "Brayan, berani sekali kau bermain api di belakangku. Lihat saja, aku pasti akan membuatmu menyesal. Bahkan kalau perlu, akan aku kirim kau ke neraka hari ini juga bersama pela-curmu itu." Tangan Key mengepal erat, menandakan jika ia tidak main-main dengan ancamannya. Sakit hati karena memergoki suaminya berselingkuh membuat Key gelap mata dan nekat ingin membuat suaminya mati mengenaskan. Bahkan tak hanya suaminya, ia juga berharap kalau suaminya itu bisa sehidup semati dengan sang wanita simpanan itu. "Kau sangat mencintainya, kan? Kau juga sangat ingin sehidup semati dengan perempuan itu. Baiklah, akan aku buat cinta kalian abadi dan kekal di neraka." Key berteriak keras hingga menarik perhatian pengunjung hotel lainnya. Namun perempuan berkaos hitam polos dengan celana jeans lebar itu seolah tidak perduli dengan apa yang ia lakukan. Orang-orang juga tidak ada yang mau menegurnya. Sebagian dari mereka bahkan mengira jika Key sedang mabuk sehingga meracau tak karuan. Dasar bedebah, playboy, cowok bangsat, pengkhianat. Lihat saja, aku kirim kau ke akhirat hari ini juga. Monolog Key, seraya terus melangkah ke arah parkiran dan mencari di mana mobil suaminya berada. Tampaknya ia benar-benar akan merealisasikan niat jahatnya saat ini juga. Tak main-main, ia bahkan sampai rela searching di internet CARA MEMUTUS TALI REM MOBIL demi melancarkan aksinya itu. Sungguh gila sekali. Nah, ini dia. Pasti ini tali rem mobilnya? Aku harus segera memotongnya, batin Key seraya menyunggingkan senyum sinis.Di rumah Kayla, dari jauh sudah terlihat jejeran karangan bunga dari berbagai perusahaan dan orang-orang yang pernah kenal, berteman atau bekerja sama dengan perempuan bernama lengkap Kayla Anindita itu. Pelayat juga tampak masih ramai berdatangan untuk mengucapkan turut berduka cita atas kematiannya yang terkesan tiba-tiba dan mendadak itu. Brayan menghentikan mobilnya tak jauh dari rumah. Ia diam sejenak, lalu kemudian menoleh ke arah Lisa dan berkata, "Aku turun lebih dulu. Nanti kau menyusul." Dahi Key bertaut. "Loh, kok gitu Mas?" "Ya ... jadi bagaimana juga, Lisa? Tidak mungkin 'kan kita jalan berdua? Kau lihat orang-orang di sana, mereka itu semua orang-orangnya Lisa. Mereka pasti tahu tentangmu," jelas Brayan. "Tapi aku takut, Mas." Key memegang lengan suaminya. "Ya makanya tadi aku sudah bilang kau jangan ikut, tunggu di hotel saja. Tapi kau malah ngotot." "Kok Mas jadi marah sama aku sih?" Key mulai berlakon lagi. Ia pasang raut wajah cemberut dengan tangan
"Ikut?" tanya Brayan dengan nada yang sedikit kaget. "Iya, ikut. Kenapa? Tidak boleh?" tanya Key balik. Brayan kembali menutup pintu dan berjalan ke arah Key. Langsung menyentuh kedua lengan perempuan itu dan berkata, "Sayang ... dengar, kau kan tahu kalau hubungan kita ini belum resmi. Apa kata orang-orang nanti kalau aku pulang ke rumah Key dengan membawa perempuan lain? Mereka bisa salah paham. Kau tunggu di sini saja ya?" Key menepis kedua tangan Brayan. "Tidak! Pokoknya aku tetap mau ikut. Aku bosan di sini terus. Mas kurung Seperi burung di dalam sangkar emas." Brayan membuang napas kasar. "I know sayang, i know. Tapi untuk saat ini, please ... aku minta kau mengerti. Keadaannya sangat tidak memungkin untuk kau ikut. Aku mohon, mengertilah sedikit." "Mas kenapa sih? Bukannya istri Mas sudah meninggal ya? Kenapa sekarang Mas seperti takut kalau orang-orang tahu tentang kita?" Key terus bersandiwara. "Bukan begitu sayang ...." Key bergerak mengambil tas dan kaca m
'Mati aku, mati ...! Tampaknya Brayan mulai menyadari gelagat aneh ku. Bagaimana mungkin aku tahu semua yang Lisa tahu?' 'Ini baru perkara toilet, bagaimana lagi jika Brayan melihat kulitku yang memerah karena alergi seafood? Come on Key, tetap tenang dan jangan terlihat panik. Kamu harus cari cara agar Brayan tidak curiga jika kamu bukan Lisa.' Key memegang pelipis dengan kedua tangannya. Setelah merasa cukup tenang, ia pun menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Kemudian mulai membongkar tas Lisa dan mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk meredakan sedikit gatal-gatal di tubuhnya. "Astaga apa ini?" tanya Key saat membongkar semua isi tas Lisa. "Pil kontrasepsi? Heh?" Key terkekeh saat mendapati obat pencegah kehamilan di dalam tas Lisa. Tenyata selingkuhan suaminya ini pintar juga. Meminum obat kontrasepsi agar tidak kebobolan saat berhubungan. 'Menjijikkan!' Key lalu mengambil sesuatu yang mirip dengan aroma balsem tapi dalam bentuk roll on. Langsu
Brayan yang melihat apa yang asisten pribadi istrinya itu lakukan pun segera bangkit dan membantu selingkuhnya. "Elena, cukup!" hardik Key. Elena pun segera melepaskan jambakan tangannya dan berdiri sembari bersedekap dada. Sebenarnya, ia masih sangat ingin melanjutkan aksi gilanya itu. Jika perlu, sampai perempuan bernama Lisa itu berdarah-darah. Namun, berhubung Brayan sudah melarangnya, ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Semasa hidup, Elena memang bekerja dengan Key. Namun setelah atasannya itu meninggal, sudah pasti kini yang menggantikan menjadi CEO perusahaan adalah Brayan. Mengingat, Key adalah anak tunggal yang sudah yatim piatu semenjak SMA. Siapa lagi ahli waris perusahaan Key jika bukan Brayan? "Ini makam Key, tolong bersikaplah yang baik," terang Brayan lagi. Heh, bersikap baik konon. Buat apa bersikap baik pada kuburannya? Sedang saat orangnya masih hidup kalian justru bersikap semena-mena. (Monolog Elena) "Lisa, apa kau lapar?" tanya Brayan mengalihkan suasana
Rumah Sakit Langkah Brayan dan Key terlihat lebih cepat dari biasanya. Mereka baru saja tiba di rumah sakit dan akan segera melihat keadaan korban yang diduga Kayla Anindita itu. Dari kejauhan, tampak beberapa orang polisi berjaga di depan sebuah ruangan yang merupakan tempat korban kecelakaan maut itu berada. Tanpa menunda lagi, Brayan pun segera menghampiri mereka. "Pak ... Pak ... di mana istri saya?" tanya Brayan dengan raut wajah cemas. "Apa Bapak suami dari Ibu Kayla Anindita?" tanya salah seorang polisi. "Iya, Pak. Benar ... Saya suami Kayla Anindita. Istri saya baik-baik saja 'kan, Pak? Dia tidak kenapa-kenapa 'kan?" cerca Brayan. Para polisi itu tampak terdiam untuk beberapa saat. Setelah saling melempar pandang satu sama lain, akhirnya salah seorang dari mereka berbicara dan berkata, "Maaf, Pak. Ibu Kayla ... beliau sudah meninggal dunia." What? A—aku mati? I am dead? How can be? Duaar! Seperti mendengar petir di siang bolong, jantung Brayan begitu te
"Morning, sayang. Maaf ya, aku tadi harus balas pesan dari istriku dulu," terang Brayan seraya menyapu wajah Key dengan bibirnya. "Istri?" Key terkejut mendengarnya. Seingatnya, ia dan Brayan sudah menikah resmi secara agama dan negara. Itu artinya, ia adalah istri sahnya Brayan, tapi kenapa sekarang berganti menjadi ani-ani? Key tidak mengerti. Apa semalam aku bermimpi? Apa sebenarnya perselingkuhan Brayan dan perempuan itu tidak pernah terjadi? Tapi ... siapa istri yang Brayan maksud? Berbagai pertanyaan terus menggerogoti hati dan pikiran Key. Tanpa bertanya, ia lantas bangkit dan berkata, "Maaf, aku harus ke kamar mandi dulu. Cuci muka ... iya ...." Key melepas senyum keterpaksaan dan segera berlalu ke toilet. "Aneh, kenapa aku bisa ada di kamar hotel ini. Bukankah semalam aku sudah kembali ke rumah? Lalu apa yang sebenarnya terja—, Aaa ....!" Key berteriak keras saat melihat wajahnya di cermin. Oh ... My ... God! Apa ini? Ke—kenapa wajahku berubah menjadi wajah ...