Share

Lorong bawah tanah

Penulis: Rafasya
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-09 08:40:54

Setelah makan malam selesai dan ruang makan kembali sunyi, Zavier kembali ke kamarnya yang sempit dan pengap. Ia duduk di ujung ranjang, membuka ranselnya dan menarik keluar ponsel jadulnya. Layar kecil itu masih menyala samar dalam gelap. Ia menekan nomor yang sudah dihafalnya sejak kecil.

Tuuut ... tuuutt!

klik!

“Halo?”

Suara itu langsung menggetarkan dadanya. Suara ibunya terdengar lemah tapi hangat di seberang.

“Zavier, kau sudah sampai di kota? Kenapa tidak mengabari ibu? Ibu sangat khawatir sejak tadi.”

Zavier mengusap wajah, menyembunyikan raut letihnya. Ia berbaring sebentar, lalu menjawab pelan, “Sudah, Bu. Aku sekarang di tempat kerja.”

“Kau ... betah, Nak?”

Pertanyaan itu terdengar polos. Tapi bagi Zavier, seperti ditusuk dari dalam.

Matanya melirik dinding kamar yang dingin. Ia masih bisa mengingat tatapan tajam Eliza tadi, kata-katanya yang mengancam, dan sikap semua pelayan lain yang seperti boneka hidup.

“Iya, Bu, betah kok.”

Zavier memaksa senyum yang tak bisa dilihat siapa-siapa.

“Orangnya baik-baik. Tempatnya juga besar dan nyaman.”

“Syukurlah, Ibu jadi tenang dengarnya.”

Suara ibunya bergetar sedikit. “Ibu selalu doakan kamu dari sini, Zavier.”

Zavier memejamkan mata. Jika doa itu bisa mengubah tempat ini jadi rumah, mungkin ia tak akan merasa seperti narapidana sekarang.

“Aku merindukanmu, Bu,” bisiknya.

“Ibu juga. Hati-hati di sana ya ... jangan sampai sakit.”

“Iya, Bu.”

Sambungan terputus.

Zavier menatap layar kosong. Wajah ibunya masih terbayang dalam benaknya.

Ia merasa bersalah. Ia berbohong.

Tempat ini tidak sehangat kata-katanya tadi. Bahkan sejak pagi, ia seperti hidup dalam labirin tak bernyawa yang hanya diisi tatapan sinis dan perintah keras.

Belum sempat ia menarik napas lega, pintu kamarnya diketuk.

Tok! Tok!

“Zavier, ini Bibi Ruby.”

Zavier segera bangkit dan membuka pintu. Ruby berdiri di sana dengan wajah serius.

“Cepat, ikut ke ruang bawah tanah. Semua pelayan berkumpul untuk bersih-bersih besar.”

“Ruang ... bawah tanah?” Zavier mengernyit.

Ruby tak menjawab, hanya berbalik dan melangkah cepat. Zavier buru-buru mengikuti, menyusuri lorong-lorong panjang yang mulai gelap. Lampu-lampu temaram menyala redup, menambah kesan menyeramkan.

Akhirnya mereka sampai di sebuah pintu besi berat di ujung koridor. Dua pelayan laki-laki lain sudah menunggu di sana. Salah satunya membuka pintu, dan hawa dingin langsung menyergap.

Tangga spiral batu menurun ke bawah tanah, remang-remang dan bau tanah lembap menyeruak dari bawah.

“Ayo, jangan diam saja,” desis salah satu pelayan.

Zavier menelan ludah dan mengikuti mereka turun.

Ruang bawah tanah itu lebih seperti gudang tua raksasa. Penuh rak berdebu, perabot lama, dan kotak-kotak besar yang tak berlabel. Jaring laba-laba menggantung di mana-mana, dan debu tebal menutupi hampir setiap sudut.

Zavier ikut menyapu, mengepel, dan membantu memindahkan barang-barang berat. Keringat mengalir dari dahinya, tubuhnya mulai terasa pegal.

Di tengah kesibukan itu, ia berdiri di dekat seorang pelayan pria yang kelihatannya lebih senior. Wajahnya tegas, tapi ramah. Mereka mulai berbincang ringan.

“Kamu baru, ya?” tanya pria itu.

“Iya. Namaku Zavier.”

“Aku Bram.”

Zavier mengangguk. Saat hendak kembali mengangkat peti, matanya terpaku pada pergelangan tangan Bram. Ada bekas luka melingkar, masih merah, seperti hasil jeratan atau bakaran.

“Eh tunggu, tanganmu itu kenapa?” tanya Zavier tanpa sadar.

Bram sempat diam. Lalu tersenyum miris.

“Hukuman.”

“Hukuman?”

“Aku ketahuan mencuri roti dan buah dua minggu lalu. Perutku kosong dan aku terlalu lambat waktu itu. Akhirnya ketahuan.”

Zavier terdiam. Suasana di sekelilingnya terasa lebih dingin. Ia berpaling ke pelayan lain di sudut ruangan, seorang pemuda kurus yang sedari tadi tak bicara.

Wajah pemuda itu terlihat aneh. Ada bekas luka robek di pipinya, seperti sayatan pisau yang sudah mengering.

“Dan kamu, kenapa pipimu begitu?”

Pemuda itu, bernama Gilang, menjawab singkat. “Aku jatuh. Tergesa-gesa waktu dipanggil Tuan. Tangga licin ... dan aku terlambat dua menit.”

Zavier tak bisa berkata-kata. Ia memandangi mereka berdua dengan jantung berdegup lebih cepat.

Tempat ini, bukan rumah. Tempat ini seperti penjara yang dibalut kemewahan.

**

Zavier duduk sendirian di tepi rak tua, tepat di sudut ruang bawah tanah yang mulai remang. Tangan kirinya memegang sapu, tapi tak lagi bergerak. Peluh masih mengalir di pelipis, sementara pandangannya kosong menatap ubin kusam yang retak-retak.

Pikiran Zavier melayang jauh.

Tentang ibunya. Tentang kebohongan kecil yang baru saja ia sampaikan tadi di telepon. Tentang luka-luka yang menghiasi tubuh para pelayan. Tentang ruangan-ruangan sunyi yang seakan menyimpan rahasia. Dan tentang Eliza, wanita cantik yang nyaris menancapkan pisau ke wajahnya, lalu tersenyum manis di depan suaminya yang tak peduli.

“Tempat ini … bukan tempat untuk orang sepertiku,” bisiknya pelan.

Matanya menerawang, seperti ingin menembus dinding tebal mansion itu dan kembali ke rumah, tempat ibunya menunggu.

Namun, tiba-tiba ...

“ZAVIER!”

Suara lantang itu menusuk, memekakkan telinga.

Zavier tersentak keras.

“A-aku di sini Nyonya ... ada apa?”

Tubuhnya langsung tegak. Ia berbalik cepat ke arah sumber suara.

Di sana berdiri Eliza. Wajahnya teduh tapi matanya tajam, menatap lurus ke arah Zavier seakan tahu apa yang baru saja ia pikirkan. Gaunnya berkibar pelan tertiup angin dari ventilasi bawah tanah.

“Ikut aku sekarang.”

“A-aku Nyonya?”

“Iya! Kau tuli?”

Deg!

“Hm, baiklah.”

Zavier menurut, mengikuti Eliza dari belakang. Jantungnya langsung berpacu lebih cepat.

Dia dalam hati, Zavier bertanya-tanya, apakah dia telah membuat kesalahan?

Tapi apa?

“Semoga aku selamat dari singa betina seperti dia,” batinnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Ada yang ingin kukatakan ...

    “Apa yang Anda lakukan, Nyonya? Anda ingin bunuh diri?”Nada suara Zavier tajam. Napasnya masih memburu. Ia masih menahan Eliza dalam genongannya, memeluknya dengan erat. Tapi masih belum benar-benar percaya bahwa wanita di pelukannya barusan hampir saja mengakhiri hidupnya sendiri.Eliza mendongak perlahan, matanya membelalak. Rambutnya berantakan tertiup angin malam, gaun tipisnya berkibar tak karuan. Suaranya tercekat saat menyebut nama itu …“Za-Zavier …”Satu-satunya pria yang muncul seperti malaikat pelindung di malam tergelapnya.“Aku tidak tau apa masalahmu sebenarnya,” lanjut Zavier, suaranya mulai lebih tenang, tapi masih terdengar nada getir. “Tapi satu hal yang ingin kukatakan …”Ia menatap mata hazel Eliza tajam. “Bunuh diri bukanlah solusi.”“Banyak orang kehilangan arah, tapi mereka bertahan. Lalu kau? Kau yang selama ini begitu angkuh, segalak singa … ternyata kau justru yang paling lemah. Cih!”Wajah Eliza memerah, entah karena malu, marah, atau keduanya. Tapi lidahn

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Bunuh diri

    Pukul 22:00.Tap! Tap! Tap!Mark keluar dari ruang kerja menuju kamarnya dengan lesu. Raut wajahnya penuh beban, kerutan di dahinya semakin dalam, dan kantuk menggayuti kelopak matanya. Ia hanya ingin mandi sebentar, lalu tidur.Kriet!Daun pintu kamar didorong pelan, seketika alisnya langsung mengernyit tajam.“... Apa-apaan ini?” gumamnya nyaris tak percaya.Lampu kristal utama diredupkan, digantikan cahaya temaram dari lilin aromaterapi yang tersebar di beberapa sudut ruangan. Kelopak bunga mawar merah menghiasi permukaan tempat tidur king-size, tersusun hati di atas seprai satin putih. Wangi vanila dan melati menyeruak perlahan, sekaligus membuat bulu kuduknya berdiri.“Siapa yang menyuruh—”“Sayang ...”Langkahnya terhenti. Dari balik kamar mandi yang pintunya setengah terbuka, muncul sosok Eliza.Ia mengenakan gaun lingerie tipis berwarna merah, berbahan nyaris transparan, menempel sempurna di tubuh langsing dan buah dada besarnya. Rambutnya digerai, mengilap dalam sorotan cahay

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Susu enak

    “Maaf, Tuan, saya tidak akan mengulanginya,” ucap Zavier dengan suara lirih, menunduk dalam-dalam, rasa malu membungkam seluruh pembelaan.Namun permintaan maaf itu tak cukup.Mark melangkah mendekat, dan dalam sekejap ...Bruk!Tangannya mencengkeram keras kerah seragam Zavier, menariknya ke depan hingga tubuh pria muda itu sedikit terangkat, napasnya tercekat.“Sekali saja aku lihat kamu mencuri makanan lagi …” bisiknya pelan tapi tajam, nyaris seperti desisan ular. “… akan kupotong tanganmu! Kau dengar itu?”Wajah Mark begitu dekat hingga Zavier bisa mencium aroma parfum maskulin bercampur amarah yang membara. Mata cokelat tajam itu menusuk seperti pisau yang siap menghujam lehernya kapan saja.Zavier hanya bisa mengangguk cepat, napasnya sesak, wajahnya memerah karena kerah bajunya terlalu ketat menahan lehernya.Mark mendorong Zavier ke belakang, membuat pemuda itu nyaris terhuyung jatuh, sebelum akhirnya Mark berbalik dan melangkah cepat meninggalkan dapur. Semua pelayan yang me

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Mencuri makanan

    TOK! TOK! TOK!Pintu diketuk keras dari luar membuat Zavier terlonjak kaget.“Zavier, buka pintunya!”Zavier yang baru saja menyeka wajahnya, langsung refleks menoleh. Tubuhnya masih lemas, napas belum sepenuhnya teratur usai pembicaraan emosional dengan ibunya. Ia melangkah pelan dan membuka pintu.Kriek!Tampak Pak Gustav, kepala pelayan tua dengan raut wajah kaku, berdiri tegak dengan alis menyatu.“Ada apa, Pak Gustav?” tanya Zavier dengan suara lelah.Mata Gustav tajam menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. Seakan ingin menelanjangi semua alasan dan membongkar kelemahan.“Pekerjaan di luar belum selesai, dan kau malah enak-enakan di dalam kamar.”Zavier menelan ludah, berusaha tetap sopan meski hatinya berdesir geram.“Tapi ... tadi saya sudah membersihkan halaman belakang. Sampai lantainya mengkilap, Pak.” Nadanya masih sopan tapi sedikit terdengar getir.“Kau pikir mansion ini hanya punya halaman belakang, hah?!” Suara Gustav meninggi. “Kamar Nyonya Eliza belum dibersihkan.”

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Berbohong pada ibu

    “Ah, sebaiknya aku pulang. Itu bukan urusanku,” gumam Zavier sambil menggeleng pelan.Langkahnya kembali menuju mansion Willson terasa berat. Sepanjang perjalanan, pikirannya masih dipenuhi bayangan kota: gedung tinggi, jalanan padat, dan Mark yang mengomel sepanjang jalan. Hatinya gamang. Seumur hidup ia hanya mengenal tenangnya desa, suara jangkrik malam, dan aroma tanah basah. Kini, dia seperti dilempar ke dunia yang serba cepat, dingin, dan kejam.Setibanya di mansion, dua pengawal kepercayaan Mark membuka gerbang. Zavier melangkah masuk, napasnya yang belum sepenuhnya tenang, dia malah mendapati kepala pelayan laki-laki, Pak Gustav, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi mengintimidasi.“Hei, kau ke mana saja?” suara berat itu menyambutnya, seperti palu godam.“Saya baru saja mengantar Tuan Marck ke kantor,” jawab Zavier, mengatur napasnya.“Bagus, sekarang bantu bersihkan halaman belakang. Seluruh pelayan sedang bekerja menyiapkan mansion untuk tamu penting malam ini. Nyonya El

  • Menjadi Simpanan Nyonya Muda   Mark murka

    Ruangan makan mendadak sunyi. Zavier masih berlutut dengan tisu di tangan, sedangkan Eliza duduk anggun dengan kaki terjulur, seolah tak terjadi apa-apa.Mark mendekat dengan langkah berat. Dia menatap tajam ke arah Zavier, lalu berpindah ke Eliza.“Kau tahu peraturannya, Eliza. Tidak ada pelayan yang boleh menyentuh istri pemilik rumah ini. Apalagi seperti ini.” Nada suara Mark dingin dan penuh ancaman.Eliza mengangkat bahu, senyumnya tak bergeming.“Tenanglah, sayang. Dia hanya membersihkan sup di kakiku.” Eliza berdiri perlahan, memiringkan kepalanya, membelai dada suaminya yang bidang. “Aku yang memintanya. Lagipula kau tahu sendiri … pelayan-pelayan tua di rumah ini lambatnya seperti siput.”Mark tidak langsung merespons. Tatapannya tetap menusuk Zavier yang masih berlutut.Zavier buru-buru berdiri, menunduk dalam. “Maaf, Tuan. Saya ... hanya mengikuti perintah Nyonya.”Huh!Mark mendengus pelan. Namun kilatan curiga di matanya mulai surut karena sikap tenang Eliza.“Lain kali,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status