"Berhenti mengganggu orangku atau kamu akan tahu akibatnya!" gertak Davian tak segan menendang wajah pria berpakaian serba hitam itu.
"Argh ...!" Bugh! Tubuhnya melanting dan membentur dinding gelap di sana. Lelaki itu makah tertawa, seolah hal ini adalah lelucon yang bisa dia atasi, pria bernama Giovanni itu bangkit. Berjalan sempoyongan sambil menyeka sudut bibir dimana beberapa cairan merah kental menetes. "Orangmu?" katanya meremehkan. Tawa terpatah-patah dia pamerkan. "SALAH!" bentak Giovanni bermata tajam dan memerah. Di hadapan Davian yang membuka beberapa kancing kemeja dan dasi menggantung berantak di lehernya, Giovanni menyambar leher Davian, menggenggamnya erat, pertarungan tatapan itu terjadi dan tak terelakkan. "Wanita s*al*n itu milik saya! Sampai kapanpun! Dia adalah barang yang gak akan pernah lepas dari genggamanku!" gertak Giovanni tertawa layaknya seorang psikoSecara frontal mereka menggeser kursi dari meja lain untuk bergabung ke meja yang sama dengan Vemilla dan dua sahabatnya yang lain.Theliza dan Ghania tergemap, mereka menggeser kursi untuk saling berdekatan. "Siapa mereka? Kamu kenal, Ghan?" Theliza berbisik tepat di telinga Ghania.Kepala model cantik itu menggeleng, ini kali pertama dia melihat ke-tiga dari pria itu. "Entahlah, gak pernah lihat aku, apa mungkin temen-temennya mendiang Kak Ian, ya?" jawab Ghania sambil menerka-nerka.Bobby berada di sisi kanan dan dua temannya berada di sisi berlawanan dengannya. "Illa, kamu tahu 'kan? Kalau ulangtahun Davian itu besok?" tanya Bobby pada Vemilla.Gadis yang mendapatkan pertanyaan tersebut sempat terhenyak, wajahnya mengembang dan bola matanya melebar, kemudian dia menggelengkan kepala."Besok ..., tanggal berapa, ya?" seru Vemilla seraya dia termangu mengingat tanggal berapa di hari esok.Ghania yang ada di belakang Zay segera
*** "Taraa ..., strawberry sundae ice cream dan strawberry shortcake ice cream datang ...." Penuh bahagia, Vemilla membawa nampan berisikan tiga buah mangkuk beling berkaki satu dan tiga mangkuk banana split. Kafe hits dekat dengan studio ballet menjadi pelabuhan tiga gadis untuk meluapkan rasa lelah dan nostalgia antara Ghania dan Vemilla dilangsungkan. Mata mereka berbinar ketika memandangi enam wadah dengan dua jenis hidangan berbeda, hanya saja bahan dasarnya sama, strawberry menjadi pionir mereka. "Kalian beneran gak papa?" tanya Vemilla, ragu, jika dua temannya akan menyukai ini, "Yang suka strawberry itu aku, kalian kalau mau pesen hidangan lain, gak apa-apa, kok, nanti aku traktir." Theliza tertawa tipis-tipis. "Eyy, gak apa-apa lah, aku juga suka strawberry, ditambah ini gratis dapat dua wadah lagi." Sahabat gadis cantik itu mulai berkaca-kaca, dia merasa bangga pada sahabat cantiknya
Mereka semua terkesiap, wajah mereka menjadi kaku dan tubuh ikut membeku, sebelumnya bahu para Ballerina itu melompat kecil sebelum akhirnya mereka memutar tubuh secara bersamaan.Ada sekitar tujuh Ballerina cantik tersengih, satu per satu dari mereka berlarian, berhamburan ke posisi mereka masing-masing seperti di awal tadi."Sip, Bu Ketua." Seruan itu yang didengar Theliza sepanjang dia melihat mereka semua ka. lang kabut ke posisinya masing-masing.Theliza tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Latihan harus lebih efektif ya girls, lawan kita bukan hanya dari negara kita tercinta, melainkan seluruh dunia," tegur Theliza bersikap layaknya seorang ketua.Dengan masih mempertahankan sikap tenang dan layaknya seorang teman pada umumnya. Gadis Ballerina di sudut ruangan mengangkat tangannya. "Kak Theliza, apa Illa pacaran sama CEO kaya raya itu?" tanyanya dengan bahagia.Pertanyaan konyol. Namun, Theliza pun mengharapkan demikian, menginga
Hanya membutuhkan waktu kirang dari setengah jam, Davian telah berhasil menempuh jarak panjang dan tiba di gedung studi ballet dimana Vemilla berlatih, mobil itu dihentikan dan pria yang mengemudikan kendaraan segera melepaskan sabuk pengaman."Tunggu di sini, saya harus minta izin pelatihnya untuk bertemu dengan Illa," ucap Davian memberikan arahan pada Ghania.Hatinya bergejolak, rasa rindu yang selama ini selalu dia bunuh dan harapan demi harapan yang telah lama dia kumandangkan nampak tak sabar, meskipun Ghania menganggukkan kepala, tetapi wajahnya tak bisa bersembunyi.Gadis ini sungguh tak sabar melihat sang sahabat yang telah lama tak bertemu. Davian keluar dari mobil dan melangkah masuk ke gedung studio ballet, menemui Theliza yang menjadi ketua dari semua peserta ballet."Vemilla lagi latihan, dan sekarang sedang penilaian evaluasi, mungkin sebentar lagi, ya, Pak." Theliza sungkan berkata demikian.Namun, gadis ini harus mematuhi
Bryan sempat terdiam bisu, tubuhnya secara impulsif membeku, seolah ada partikel yang merasuki tubuh, menggeliat perlahan dan menciptakan suasana merinding hingga Bryan tampak tegang.Ghania apalagi, wajahnya seketika murung mendengar lelaki di depannya secara terang-terangan membincangkan Radzian. Petra mendongak, dengan paras pilu, pria itu berusaha menguatkan hati."Pak Ian ..., udah gak ada dua Minggu lalu, beliau kecelakaan hebat di depan gedung ice skate di pusat kota," celetuk Petra, matanya berkisar antara kiri dan kanan.Degh!Jantung Bryan berdegup, ia mencelus hingga terasa melayang tanpa sadar, mata itu berkabut nyaris meneteskan air mata. "I-ini serius, Pak?" Bryan terlihat enggan memercayai.Menatapi raut bingung sekaligus terkejut, Petra menganggukkan kepalanya. "Benar, selama berhari-hari waktu itu, Pak Davian jarang masuk kantor karena dia harus menjaga adiknya Pak Ian," urai Petra, menekan udara dalam dada.Tera
Jakarta, pukul 10.11 wib, Petra dan Ghania sukses mendarat dengan sempurna, mengalami keterlambatan dari jadwal yang sudah ditetapkan oleh Davian.Tiga hari menjadi melebar hingga satu minggu lebih, Ghania harus mengurus banyak dokumen serta beberapa hal lainnya atas kepindahannya dari Bali ke Jakarta.Ditambah drama orangtuanya yang seolah tidak bisa merelakan putri mereka berjauhan darinya, tetapi mendengar perusahaan milik Davian akhirnya mereka merelakannya dengan terpaksa."Pak Davian sudah menunggu kamu di perusahaan, jadi kita langsung ke perusahaan sebelum saya antarkan kamu ke apartemen deket dengan rumah Nona Vemilla," urai Petra memimpin Ghania yang berjalan di belakang.Menyusuri bandara internasional sembari mendorong koper mereka masing-masing, berangsur keluar dari bangunan megah tersebut. Petra membawa Ghania ke dalam sebuah taksi online yang telah dia pesan sebelum mereka tiba di luar gedung tersebut. "Kemungkinan Nona V