Share

10. Hari Pertama Kerja

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2022-11-09 22:02:53

Pagi yang cerah membuat hariku semakin berwarna, kupersiapkan semua agar dapat segera berangkaat kerja tidak terlambat. aku pun mulai bersiap untuk mandi, kesegaran air pagi hari membuatku semakin bersemangat dalam memulai hari.

Kulangkahkan kaki ini menuju halte bis yang menuju kantor tempat aku memulai karierku dalam bidang desain yang sudah lama aku tinggalkan sejak menikah dengan Mas Jasen tujuh tahun yang lalu.

Sekarang aku harus bisa mandiri tanpa sosok suami yang akan selalu ada dalam seetiap aktifitasku, meskipun dulu Mas Jasen selalu melupakan aku sejak kelahiran Amel. Entah ap sebabnya hingga perubahan sikap suamiku begitu drastis tanpa ada tanda-tanda yang pasti.

Bus way dengn jurusan kantorku telah tiba, aku pun naik dan langsung mengedarkan pandanganku untuk mencari tempat yang kosong. Akhirnya aku menemukan tempat yang kosong tersebut tepat di samping seorang pemuda yang masih kuliah jika dilihat dari gestur wajahnya.

"Turun mana, Mbak?" tanya pemuda itu.

"Aku turun di perusahaan desain kontruksi dan bangunan, Mas," jawabku asal.

Jujur aku lupa menanyakan apa nama perusahaan yang akan menaungiku selama proses berkarierku. Pemuda itu tampak mengernyitkan dahi tanda dia tidak mengerti akan alamat perusahaan yang aku katakan tadi.

Kini aku sadar apa yang membuat pemuda itu sedikit berpikir akan alamat yang aku katakan barusan. Lalu terlihat bibir pemuda itu hendak mengucap sebuah kata, tetapi tujuanku sudah terlihat didepan mata. Akhirnya akupun pamit pada pemuda itu untuk turun lebih dulu.

"Aku pamit turun dulu ya, Mas. Maaf permisi!" aku pun beranjak pergi berjalan menuju pintu bus way.

" Ough iya Mbak, silahkan! Hati-hati dijalan ya, Mbak!" kata pemuda itu.

Aku pun turun dengan hati- hati karena baru pertama kali itu aku naik bus way, dulu saat masih bersama dengan Mas Jasen satu kali pun aku tidak pernah naik bus way. Jika bepergian selalu disiapkan sebuah mobil lengkap dengan seorang sopir, sekarang semua tinggal kenangan.

Dulu hidupku bagaikan burung yang tinggal di sangkar emas. Apapun yang aku inginkan selalu terpenuhi, apalagi sejak aku melahirkan Yoga. Sejak kelahiran Yoga Mas Jasen semakin protect akan semua atifitasku. Bahkan penamoilanku di rubah secara drastis oleh Mas Jasen. Aku yang dulu berhijab harus terbuka demimengikuti kata suamiku. Semua gamisku berganti dengan pakaian kurang bahan yang menampilkan paha mulusku. tetapi itu dulu, setelah kelahiran Amel aku semakin tenggelam dalam kegiatan seorang ibu muda.

Semua kini tinggal kenangan saja, ada rasa syukur dengan jatuhnya talak tiga. Kini aku kembali berhijab lagi, menutup aurat yang seharusnya tidak di konsumsi oleh kaum adam. Kepalalu tengadah menatap gedung yang tinggi di hadapanku. PT. Smart Desain. Di sinilah aku akan memulai karierku setelah berhenti kurang lebih selama delapan tahun terakhir.

Dengan bismillah aku melangkah berawal dengan kaki kanan memasuki gedung tersebut. Ku lihat di meja resepsionis sudah ada petugas, maka kuhampiri mereka terlebih dahulu.

"Pagi, Mbak. Saya Annasta, sudah ada janji dengan pihak HRD untuk wawancara terkait lamaran untuk posisi desain interior dan ekterior," kataku.

"Pagi, juga Bu Annasta. Mari saya antar untuk menemui Bu Irene, beliau tadi sudah berpesan agar jika Ibu datang segera diantar ke ruang HRD," kata gadis resepsionis itu ramah.

Aku pun mengikuti langkah Ratna - si resepsionis. Ratna mengantarkan aku hingga depan pintu ruangan HRD, selanjutnya gadis itu pergi meninggalkan aku dalam ruang HRD.

"Selamat pagi!" sapaku.

Kursi kerja sang HRD pun berputar menghadap ke arahku, wajah cantik HRD tersenyum di depanku. Aku pun terhenyak mendapati wajah Irene ada di kursi tersebut.

"Tara ...." sapa Irene dengan senyum khasnya.

"Anda, ini gila!" umpatku seketika kala wajah itu tersenyum bahagia.

"Ini pasti ulah kamu, Irene!?" decihku kesal.

"Haha, buat sahabat sekaligus rekan kerja apa yang tidak bisa bagi seorang Irene Hadiwinata. Putri bos besar segala usaha desain seluruh Indonesia," ujar Irene membanggakan usaha keluarga miliknya.

"Sayang masih jomblo!" ejekku.

"Baik, Ibu Annasta. Saya sudah melihat CV Anda, jadi untuk posisi yang pas buat Anda adalah desain interior. Ruangan Anda ada di samping ruang saya. Ini berkas yang harus dipelajari untuk beberapa hari kedepan," kata Irene terlihat tegas dan berwibawa, sangat pas intonasi dan nada bicaranya.

"Siap, Bu."

"Hihihi, bagaimana aktingku, Ann?" ucapnya disertai tawa lirih yang keluar dari bibirnya.

"Bagus, aku terpesona. Jadi hari ini saya bisa mulai kerja, Bu Irene?" tanyaku dengan logat resmi.

"Iya hari ini Ibu Annasta bisa mulai bekerja, silahkan. Dan selamat bekerja, semangat!" kata Irene penuh semangat.

Aku pun tersenyum dan pamit undur diri untuk segera masuk dalam ruangan kerja. Kuketuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk, setelah ada suara mempersilahkan masuk maka kubuka pintu ruangan tersebut.

Kuedarkan pandangan keseluruh ruang, ada meja kerja berjajar dua lajur. Lajur kanan terdapat empat meja dan lajur kiri tiga meja yang sudah terpenuhi. Hanya sisa satu meja kerja yang berada di tengah. Aku pun mulai memperkenalkan diri.

"Selamat pagi, nama saya Annasta, mohon kerja sama dari kalian semua!" kataku memcoba berramah tamah.

"Pagi juga, Bu. Selamat datang, kami mohon bantuannya dan bimbingannya!" ucap semua secara kompak.

Aku pun membola, timbul tanya dalam hati, "Ada apa ini, mengapa mereka berkata seperti itu? Apa jabatanku disini?"

###SA###

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   183. Akhir yang Pilu

    "Bunda?" Aku langsung terhenyak kala mendengar panggilan Amelia, segera kuanggukkan kepala tanda membenarkan pertanyaannya. Sungguh saat melihat anggukan kepalaku, putriku itu seketika menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan abangnya. Sementara Quinsa sedikit merapat pada palukan Yoga. Kepalanya menelusup pada dada abangnya.Pandangan matanya terlihat ketakutan pada Amelia, aku semakin heran dengan perilaku Quinsa. Beberapa kali kudengar Yoga bersenandung islami untuk menenangkan emosi adik tirinya tersebut. Dahiku langsung mengernyit kala mengenal senandung itu. "Yoga, tolong jelaskan pada bunda, apa yang terjadi dengan adik kamu itu!" desakku."Sini, Sayang. Quinsa ikut kak Amel dulu. Biarkan Abang ngobrol sama Bunda, ya. Ayo!" ajak Amelia lembut.Perlahan pelukan Quinsa mengurai dan mulai mengendur, tatapannya menatap sendu pada Yoga. Begitu ada anggukan dari putraku, barulah Quinsa mau turun dari pangkuan sang abang. Amelia segera melebarkan senyumnya agar adik tirinya mau

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   182. Quinsa

    Setelah menghabiskan satu roll roti gulung, Quinsa tertidur di sofa. Aku hanya memandang kasian pada anak tersebut. Sedangkan Yoga masih terlelap di pangkuanku. Sangat terlihat jika aura di wajahnya begitu lelah. Kusurai rambutnya yang sedikit panjang, jariku menelusuri setiap lekuk wajah putraku tersebut."Sungguh indah pahatan ini, satu kata untuk mengambarkan seluruhnya. Tampan!" lirihku."Tampan saja tidak akan cukup untuk menatap dunia, Bunda!" kata Yoga dengan mata masih terpejam.Seketika kutarik ujung jariku yang sudah menyusuri hidungnya yang tinggi. Sungguh hampir kesemua permukaan wajahnya menirukan Jasen. Mungkin hanya bentuk hidung dan bibir yang membedakan mereka. "Lalu dengan apa kamu tatap duniamu, Sayang?" tanyaku."Dengan agama dan ilmu, Bunda. Seperti yang selalu Bunda ajarkan pada kami," jawab Yoga sambil mencoba bangkit dan duduk.Mata cokelat terang yang indah itu kini menatapku sendu, aku hanya mampu membalas tatapannya penuh tanya. Kemudian kudengar napas pan

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   181. Tamu yang Sudah Aku Tunggu

    Siluet tubuhnya masih aku ingat, tetapi ini mengapa dia membawa seorang anak perempuan? Mungkinkah dia anaknya dengan Rowena, jika kuhitung usia anak itu saat ini berkisar di usia sepuluh tahun. Apakah itu sosok Quinsa, bayi imut yang dulu sempat aku timang.Oh, Tuhan. Kuatkan hatiku, cobaan apa lagi yang Engkau hadirkan dalam hidupku kali ini. Sekuat apapun hati ini, jika bersangkutan dengan Mas Jasen pasti akan membawa luka. Meskipun terkadang rasa sepi melandaku tetapi jika dia datang bersama dengan yang lain, sakit itu kian terasa. Apakah ini maksud mimpiku beberpa hari yang lalu. Untuk apa Mas Jasen datang lagi dalam hidupku setelah sepuluh tahun tidak berhubungan dan apa maksudnya membawa Quinsa. Kemana Rowena? Berbagai pertanyaan muncul di otak kasarku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup Tuhan."Bunda!" sapa lembut suara Quinsa.Naluriku sebagai ibu tidak dapat mengindahkan panggilan itu. Bagiku yang salah bukan anaknya melainkan kedua orang tuanya. Para karyawanku akhirnya pam

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   180. Kubebaskan Hatiku

    Sore semilir angin menerpa wajahku. Bayangan Jupri bersama Halimah masih nyata di pelupuk mata. Entah mengapa hati ini terasa sakit dan kecewa. Apakah aku sempat jatuh hati pada Jupri? Sejak mula semua rasa ini aku tolak. Namun, saat kulihat lelaki itu datang ke toko dengan membawa wanita hamil, hatiku sakit. Aku sendiri juga bingung dengan rasaku ini. Bagaimana bisa aku memupuk rasa yang belum tentu ada pada diri Jupri. Saat itu memang dia tidak ada cerita sedang dekat dengan seorang wanita manapun. Namun, pernah satu kali lelaki itu kelepasan bertanya mode baju syari terbaik dan berapa harganya. Hal ini sempat membuatku penasaran. Mungkin aku harus berusaha menepis segala rasa pada lelaki itu. Sejak kunjungan pertama Jupri dam istri menjadi sering datang dengan alasan Halimah susah makan nasi jadi dia lebih memilih kue basah ataupun roti bolu. "Aku harus segera pupus rasa ini dan lupakan semua. Kamu sudah mendapatkan bidadari yang terbaik, Jupri. Selamat!" batinku saat kulihat se

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   179. Gibran 2

    "Tadi Gibran sudah bilang lho, Nenek. Hanya itu Onty Dahlia," jawab Gibran."Iya, Sayang. Onty kan lama tidak jumpa Adik. Mungkin dia lebih senang menggoda, jadi maafkan Onty nya dong?" kataku pada Gibran sambil kuangkat dia ke pangkuanku.Namun, lelaki kecil menggeleng tanda dia tidak mau memaafkan Dahlia. Aku tersenyum melihat tingkah cucuku itu, dia sangat menggemaskan apalagi jika pipinya menggembung dengan bola mata yang berputar. Pasti bikin semua yang ada di sana ingin mencubit pipinya."Nenek, besok jika onty Dahlia pulang tidak usah dimasakin opor ayam, Ya. Biar tahu rasa!" dengusnya geram.Kulihat sejak tadi Dahlia hanya diam menatap Gibran, wanita muda itu menahan tawanya agar tidak terdengar oleh ponakannya yang lucu itu. Sementara Andin sejak tadi hanya berdiri, kini dia berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian Andin sudah kembali dengan membawa piring berisi nasi opor ayam. "Ayo turun dari pangkuan nenek, Adik makan dulu!" ajak Andin."Lho Adik belum makan, sini bi

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   178. Gibran

    Dahlia dan Amelia terlihat semakin kompak dan solid. Aku sangat bahagia melihat perkembangan mereka berdua. Setelah makan siang aku pun ngobrol dengan keduanya untuk sesaat sebelum aku kembali lagi ke toko. O ya, toko kue ku sekarang sudah maju pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan. Bahkan setiap Dahlia pulang, ada saja temannya yang nitip buat oleh-oleh.Sedangkan Amelia, dia terkadang ikut membantu di toko bila sedang senggang. Aku juga sangat bahagia karena sudah di panggil nenek oleh anaknya si Andin. Gadis itu sekarang sudah bukan gadis lagi melainkan sudah menjadi seorang ibu muda dengan anak satu."Bund, si ucrit bagaimana kabarnya?" tanya Dahlia."Jangan bilang ucrit, anak itu punya nama, Lho! Nanti jika Mbak kamu tiba-tiba dengar kamu yang akan kena omelannya," kataku."Hehe, iya ini Mbak Lia parah!" kelakar Amelia.Aku geleng kepala melihat keakraban mereka berdua. Aku dan kedua putriku selalu berbincang akrab seperti ini dalam menunggu waktu untuk memulai aktifitas kemba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status