Share

9. Semangat

Author: Shaveera
last update Huling Na-update: 2022-11-07 11:35:26

"Apakah kalian tidak ingin berkata jujur pada bunda, Sayang?" tanyaku.

"Maafkan Yoga. Janji adalah hutang, pantang bagi Yoga untuk ingkar!" ucap Yoga dengan tegas.

"Baiklah, sekarang habiskan makan kalian segera agar tidak ada yang terluka. Biar nanti kami antar kalian pulang!" kata Irene.

"Kami bisa pulang sendiri Bunda dan Bibi. Bukankah Yoga sudah berucap?" tegas lelaki kecil itu.

Aku dan Irene hanya mengangguk, lalu mereka berdua pamit dengan mencium punggung tanganku. Kuselipkan ponsel jadul miliku pada saku Amel dan juga selembar uang kertas berwarna merah, tidak lupa aku bisikan sesutu di telinga kecilnya.

"Simpan ini baik-baik, Sayang. Jika suatu saat Adik perlu, gunakan dengan bijak!" bisikku lirih di telinganya.

Amel hanya mengangguk perlahan lalu bibir mungilnya tersenyum menatap kami berdua. Aku meraih tubuh kecil itu dan kubawa dalam dekapan, "Jangan lupakan bunda, Sayang!"

"Amel akan selalu ingat peristiwa ini. Janji Bunda akan selalu Amel ingat dan tunggu," kata Amel.

"Kami, pamit. Assalamualaikum!" keduanya pun melangkah menjauh meninggalkan posisi kami.

Irene menatap manik mataku, gadis itu terlihat sangat terluka. Sorot mata yang sendu terpancar pada netra cokelat terang milik Irene.

"Bagaimana anak sekecil itu harus mengadu nasib di jalanan sedangkan orang tuannya memiliki sebuah perusahaan ternama? Di mana empati sang ayah?" tanya Irene.

"Entah, akupun juga tidak mengerti. Mungkin suatu saat nanti akan terbuka," balasku.

"Kulihat tadi sepertinya kamu menyelipkan sesuatu pada saku anak perempuanmu, Ann? Apa itu?" tanya Irene penasaran dengan apa yang aku selipkan.

"Hanya sebuah handpone jadul dan selembar uang berwarna merah. Semoga membawa berkah dan tidak diketahui oleh wanita rubah itu!" ucapku.

"Mengapa kamu beri yang jadul, Ann? Harusnya yang terbaru agar kita bisa melihat kelakuan perempuan rubah itu!" geram Irene.

Aku tersenyum pada Irene, tetapi aku juga bingung mau menjawab apa. Karena sejujurnya handpone aku iya cuma itu. Aku harus bagaimana, batinku menjerit meminta sebuah keajaiban yang nyata.

"Aku belum bekerja, Irene. Nanti jika hal itu mulai berjalan pasti akan aku ganti ponselnya."

"Ayo kita pulang, perutku sudah lapar!" ajakku pada Irene yang masih termangu seakan tidak percaya dengan pertemuan kami.

Terdengar napas kasar yang keluar dari bibir Irene. Gadis itu sangat kecewa dengan keadaan yang ada, tetapi semua harus terjadi. Kita tidak bisa melawan kehendak takdir. Akhirnya kami pun berjalan meninggalkan tempat tersebut setelah memastikan bayangan dua anak kecil menghilang di telan padatnya pejalan kaki.

Mobil yang dikendarai oleh Irene melaju dengan kecepatan sedang. Kami sama-sama tenggelam dalam lamunan, apalagi sejak bertemu denga kedua anakku. Irene terlihat sering membuang napas kasarnya, wajahnya sangat sedih lalu terdengar suara teriakan lirih penuh tekanan.

"Aaarrrrgghh!!"

"Jangan ikut sesak, Irene. Ini masalah keluarga intiku. Terima kasih atas perhatianmu selama ini pada mereka meski Mas Jasen sempat tidak senang jika akj bergaul denganmu," jelasku

"Aku sangat, sangat kecewa dengan Jasen. Bukankah dulu sudah kita tekankan padanya bahwa kalian banyak sekali perbedaan? Tetapi bibirnya berjanji tidak akan berpaling. Apa buktinya sekarang?" geram Irene.

"Sudahlah, sekarang ajari aku cara menatap masa depan, Irene! Akan aku buktikan pada Mas Jasen bahwa aku masih mempunyai taring untuk berkarya!" ucapku sudah bulat yaitu melawan takdir janda ini.

"Bagus, aku dukung selalu kamu, Ann!" ujar Irene semakin membuat aku semangat dalam meniti karier.

"Semangat uy!" kami pun berteriak bareng masih dalam mobil.

### SA ###

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   183. Akhir yang Pilu

    "Bunda?" Aku langsung terhenyak kala mendengar panggilan Amelia, segera kuanggukkan kepala tanda membenarkan pertanyaannya. Sungguh saat melihat anggukan kepalaku, putriku itu seketika menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan abangnya. Sementara Quinsa sedikit merapat pada palukan Yoga. Kepalanya menelusup pada dada abangnya.Pandangan matanya terlihat ketakutan pada Amelia, aku semakin heran dengan perilaku Quinsa. Beberapa kali kudengar Yoga bersenandung islami untuk menenangkan emosi adik tirinya tersebut. Dahiku langsung mengernyit kala mengenal senandung itu. "Yoga, tolong jelaskan pada bunda, apa yang terjadi dengan adik kamu itu!" desakku."Sini, Sayang. Quinsa ikut kak Amel dulu. Biarkan Abang ngobrol sama Bunda, ya. Ayo!" ajak Amelia lembut.Perlahan pelukan Quinsa mengurai dan mulai mengendur, tatapannya menatap sendu pada Yoga. Begitu ada anggukan dari putraku, barulah Quinsa mau turun dari pangkuan sang abang. Amelia segera melebarkan senyumnya agar adik tirinya mau

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   182. Quinsa

    Setelah menghabiskan satu roll roti gulung, Quinsa tertidur di sofa. Aku hanya memandang kasian pada anak tersebut. Sedangkan Yoga masih terlelap di pangkuanku. Sangat terlihat jika aura di wajahnya begitu lelah. Kusurai rambutnya yang sedikit panjang, jariku menelusuri setiap lekuk wajah putraku tersebut."Sungguh indah pahatan ini, satu kata untuk mengambarkan seluruhnya. Tampan!" lirihku."Tampan saja tidak akan cukup untuk menatap dunia, Bunda!" kata Yoga dengan mata masih terpejam.Seketika kutarik ujung jariku yang sudah menyusuri hidungnya yang tinggi. Sungguh hampir kesemua permukaan wajahnya menirukan Jasen. Mungkin hanya bentuk hidung dan bibir yang membedakan mereka. "Lalu dengan apa kamu tatap duniamu, Sayang?" tanyaku."Dengan agama dan ilmu, Bunda. Seperti yang selalu Bunda ajarkan pada kami," jawab Yoga sambil mencoba bangkit dan duduk.Mata cokelat terang yang indah itu kini menatapku sendu, aku hanya mampu membalas tatapannya penuh tanya. Kemudian kudengar napas pan

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   181. Tamu yang Sudah Aku Tunggu

    Siluet tubuhnya masih aku ingat, tetapi ini mengapa dia membawa seorang anak perempuan? Mungkinkah dia anaknya dengan Rowena, jika kuhitung usia anak itu saat ini berkisar di usia sepuluh tahun. Apakah itu sosok Quinsa, bayi imut yang dulu sempat aku timang.Oh, Tuhan. Kuatkan hatiku, cobaan apa lagi yang Engkau hadirkan dalam hidupku kali ini. Sekuat apapun hati ini, jika bersangkutan dengan Mas Jasen pasti akan membawa luka. Meskipun terkadang rasa sepi melandaku tetapi jika dia datang bersama dengan yang lain, sakit itu kian terasa. Apakah ini maksud mimpiku beberpa hari yang lalu. Untuk apa Mas Jasen datang lagi dalam hidupku setelah sepuluh tahun tidak berhubungan dan apa maksudnya membawa Quinsa. Kemana Rowena? Berbagai pertanyaan muncul di otak kasarku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup Tuhan."Bunda!" sapa lembut suara Quinsa.Naluriku sebagai ibu tidak dapat mengindahkan panggilan itu. Bagiku yang salah bukan anaknya melainkan kedua orang tuanya. Para karyawanku akhirnya pam

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   180. Kubebaskan Hatiku

    Sore semilir angin menerpa wajahku. Bayangan Jupri bersama Halimah masih nyata di pelupuk mata. Entah mengapa hati ini terasa sakit dan kecewa. Apakah aku sempat jatuh hati pada Jupri? Sejak mula semua rasa ini aku tolak. Namun, saat kulihat lelaki itu datang ke toko dengan membawa wanita hamil, hatiku sakit. Aku sendiri juga bingung dengan rasaku ini. Bagaimana bisa aku memupuk rasa yang belum tentu ada pada diri Jupri. Saat itu memang dia tidak ada cerita sedang dekat dengan seorang wanita manapun. Namun, pernah satu kali lelaki itu kelepasan bertanya mode baju syari terbaik dan berapa harganya. Hal ini sempat membuatku penasaran. Mungkin aku harus berusaha menepis segala rasa pada lelaki itu. Sejak kunjungan pertama Jupri dam istri menjadi sering datang dengan alasan Halimah susah makan nasi jadi dia lebih memilih kue basah ataupun roti bolu. "Aku harus segera pupus rasa ini dan lupakan semua. Kamu sudah mendapatkan bidadari yang terbaik, Jupri. Selamat!" batinku saat kulihat se

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   179. Gibran 2

    "Tadi Gibran sudah bilang lho, Nenek. Hanya itu Onty Dahlia," jawab Gibran."Iya, Sayang. Onty kan lama tidak jumpa Adik. Mungkin dia lebih senang menggoda, jadi maafkan Onty nya dong?" kataku pada Gibran sambil kuangkat dia ke pangkuanku.Namun, lelaki kecil menggeleng tanda dia tidak mau memaafkan Dahlia. Aku tersenyum melihat tingkah cucuku itu, dia sangat menggemaskan apalagi jika pipinya menggembung dengan bola mata yang berputar. Pasti bikin semua yang ada di sana ingin mencubit pipinya."Nenek, besok jika onty Dahlia pulang tidak usah dimasakin opor ayam, Ya. Biar tahu rasa!" dengusnya geram.Kulihat sejak tadi Dahlia hanya diam menatap Gibran, wanita muda itu menahan tawanya agar tidak terdengar oleh ponakannya yang lucu itu. Sementara Andin sejak tadi hanya berdiri, kini dia berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian Andin sudah kembali dengan membawa piring berisi nasi opor ayam. "Ayo turun dari pangkuan nenek, Adik makan dulu!" ajak Andin."Lho Adik belum makan, sini bi

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   178. Gibran

    Dahlia dan Amelia terlihat semakin kompak dan solid. Aku sangat bahagia melihat perkembangan mereka berdua. Setelah makan siang aku pun ngobrol dengan keduanya untuk sesaat sebelum aku kembali lagi ke toko. O ya, toko kue ku sekarang sudah maju pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan. Bahkan setiap Dahlia pulang, ada saja temannya yang nitip buat oleh-oleh.Sedangkan Amelia, dia terkadang ikut membantu di toko bila sedang senggang. Aku juga sangat bahagia karena sudah di panggil nenek oleh anaknya si Andin. Gadis itu sekarang sudah bukan gadis lagi melainkan sudah menjadi seorang ibu muda dengan anak satu."Bund, si ucrit bagaimana kabarnya?" tanya Dahlia."Jangan bilang ucrit, anak itu punya nama, Lho! Nanti jika Mbak kamu tiba-tiba dengar kamu yang akan kena omelannya," kataku."Hehe, iya ini Mbak Lia parah!" kelakar Amelia.Aku geleng kepala melihat keakraban mereka berdua. Aku dan kedua putriku selalu berbincang akrab seperti ini dalam menunggu waktu untuk memulai aktifitas kemba

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status