Share

3. Harus Rela

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-12 18:16:08

Sudut mataku menangkap ada bayangan yang berdiri di balik pintu kamar. Sepertinya sosok jagoanku berdiri di sana menyaksikan semua perbuatan sang ayah. Terlihat beberapa kali tangan kecilnya mengusap kedua mata indah nan jernih. Hatiku kembali bagai tersayat. Kini Jasen keluar bersama Rowena yang terlihat bahagia diatas lukaku.

Aku sudah tidak memedulikan kehadiran wanita itu lagi, kini tanganku kembali melanjutkan aktivitas berbenah barang bawaanku. Namun seketika gerakanku berhenti kala mendengar sebuah sapaan lembut dari bidadari kecilku.

"Bunda... Bunda hendak kemana, kok ada koper besar? Tunggu Amel berbenah ya Bund, jika Bunda ke rumah kakek Amel ikut!" pinta gadis kecil itu.

Belum sempat bibirku berucap, Amel berlari menjauh keluar dari kamar pribadiku. Aku masih meneruskan berbenah yang kurang sedikit. Setetlah semua selesai kini aku harus membersihkan tubuh dari keringat yang sedari tadi mengalir deras.

Sepuluh menit sudah cukup bagiku untuk membersihkan tubuhku, lalu kebuang gamis yang aku pakai semalam. Perlahan langkah kaki kecil mendekat pada keranjang pakaian kotor yang terletak di pojok kamar. Yoga meraih gamis kotor tersebut didekap dan diciumnya aroma tubuhku yang tersisa.

"Sayang, itu gamis bunda kotor lho. Letakkan pada tempatnya lagi, biar nanti dicuci sama Bi Minah!" ucapku.

"Biarkan gamis ini untuk Yoga, Bunda. Jangan lama bila tinggalkan kami, Yoga pasti akan merindui Bunda!" kata Yoga lalu segera berlalu dengan langkah cepat tanpa menoleh ke belakang lagi.

Air mataku kembali mengalir menghadapi kenyataan luka yang harus diderita jagaonku. "Engkau sungguh tega, Mas. Lihatlah luka kedua anakmu!" gumamku.

"Bunda... Bunda, Amel sudah siap. Tara

...." Gadis kecilku sudah datang dengan menarik koper pink kecil miliknya.

"Hallo, Sayang. Kamu mau kemana, cantik sekali," ucapku sambil berjalan mendekati Amel yang sudah siap.

Gadis kecil itu sudah terbiasa mandiri diusia lima tahun, dengan pakaian gamis berwarna pink muda makai hijab yang senada membuat kulit putihnya berkilau, cantik.

"Bukankah Bunda akan pergi ke rumah kakek di Madiun? Amel ikut, sekolah Amel juga lagi libur dua minggu karena ada acara ujian untuk kelas yang lebih tinggi. Boleh ya, Bund?" papar gadis kecilku.

"Bunda tidak pergi ke rumah kakek di Madiun, Sayang. Bunda hanya ada perjalanan bisnis di luar kota. Mungkin hanya beberapa minggu, Amel dengan Ayah ya, Sayang!" Aku mencoba merayu putri kecilku agar tidak merengek ingin ikut bersamaku.

Langkah kaki mulai mendekat, langkah yang panjang khas kaki Jasen. Tatapan matanya nyalang dan tajam pada kami berdua, seketika tangan mungil Amel mendekap kakiku. Tubuh Amel bergetar melihat aura marah yang terpancar di wajah ayahnya.

"Sini Sayang, Amel sama ayah," ucap Jasen lembut sambil melambaikan tangannya pada Amel.

Amel yang masih bergetar menengadahkan kepala menatap padaku seakan bertanya boleh. Aku pun mengangguk tanda setuju. Perlahan kaki kecil itu mendekat pada Jasen, begitu sampai tubuh Amel di raih dan dibawa dalam gendongan hangat sang ayah. Amel tersenyum sambil mengusap lembut pipi Jasen.

"Ayah, bolehkah Amel ikut Bunda ke Madiun?" tanya Amel sedikit ragu.

"Bukankah tadi Bunda kamu sudah bilang akan pergi kemana, Sayang! jadi Amel di rumah saja bersama ayah dan abang kamu, paham!" ucap Jasen sedikit ada penekanan.

Amel yang mengerti pun akhirnya meminta turun dari gendongan Jasen. Lalu melangkah kembali padaku, kedua tangannya direntangkan guna meminta sebuah pelukan dariku. Aku pun menyambut tubuh gadis kecil itu dan kupeluk erat. Tanpa terasa air mata keluar dan mengalir perlahan, Amel yang menyadari isakanku segerai mengurai pelukannya.

"Bunda, kok nangis." Tangan kecil itu mengusap pipiku untuk menghapus jejak air maya.

"Jangan nangis, nanti cantiknya Bunda akan luntur. Terus jika luntur ayah pastk berpaling pada wanita lain seperti ayah Abdi teman Amel. Bunda harus tetap cantik ya! Amel tidak mau ibu tiri seperti Abdi," papar Amel.

"Sudah bereskan segera keperluanmu, Rowena ingin rebahan. Badannya terasa remuk akibat gempuranku barusan!" ujar Jasen.

Deg! Gempuran!

Satu kata yang langsung menghujam relung hati membuat tanganku bergetar hebat. Air ata sudah tidak ingin keluar hanya kaki ini ingin segera melangkah pergi.

"Baiklah, saya tunggu surat cerai datimu, Mas!" kataku disaat melewati tubuhnya.

Kini kakiku mulai melangkah menuruni tangga menuju lantai dasar. Iya rumahku berlantai tiga, sedangkan semua kamar ada di lantai dua. Lantai tiga hanya terdapat kolam renang dan beberapa alat gym suamiku. Sepeninggalku terlihat sosok Rowena berjalan memasuki kamar pribadiku dengan gaun tipis tanpa dalaman menampilkan sesuatu yang tidak seharusnya.

Kakiku terus berjalan menuruni tangga, sudut mataku melihat Yoga dan Amel duduk di meja makan menungguku. Senyum Amel mengembang kala aku duduk di sampingnya. Tangan kecil itu menyodorkan sekotak bekal miliknya.

"Ini buat Bunda selama perjalanan ya! Ini hasil buatan Amel lho, tapi dibantu sama Abang," jelasnya sambil memandang abangnya.

Yoga mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Amel. Yoga menatap Annasta tanpa berkedip, bibirnya terkatup rapat tanpa senyum.

"Abang, bunda titip adiknya. Jaga dan dampingi selalu apa yang diinginkan. Jangan banyak membantah dengan perintah ayah serta wanita rubah itu. Bunda pergi untuk kembali, ingat itu!" kataku.

Yoga hanya menatap nanar, jiwanya kini terlihat rapuh. Perlahan Yoga berdiri dan melangkah mendekat pada Annasta sang bunda. Direngkuhnya tubuh Annasta lalu diciuminya kedua pipi sang bunda sambil membisikkan kata, "Yoga akan selalu ada buat Bunda suatu saat nanti, Yoga akan turuti semua pesan itu."

### SA ###

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Muh Al baim
... bagus komingnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   183. Akhir yang Pilu

    "Bunda?" Aku langsung terhenyak kala mendengar panggilan Amelia, segera kuanggukkan kepala tanda membenarkan pertanyaannya. Sungguh saat melihat anggukan kepalaku, putriku itu seketika menggeser duduknya menjadi lebih dekat dengan abangnya. Sementara Quinsa sedikit merapat pada palukan Yoga. Kepalanya menelusup pada dada abangnya.Pandangan matanya terlihat ketakutan pada Amelia, aku semakin heran dengan perilaku Quinsa. Beberapa kali kudengar Yoga bersenandung islami untuk menenangkan emosi adik tirinya tersebut. Dahiku langsung mengernyit kala mengenal senandung itu. "Yoga, tolong jelaskan pada bunda, apa yang terjadi dengan adik kamu itu!" desakku."Sini, Sayang. Quinsa ikut kak Amel dulu. Biarkan Abang ngobrol sama Bunda, ya. Ayo!" ajak Amelia lembut.Perlahan pelukan Quinsa mengurai dan mulai mengendur, tatapannya menatap sendu pada Yoga. Begitu ada anggukan dari putraku, barulah Quinsa mau turun dari pangkuan sang abang. Amelia segera melebarkan senyumnya agar adik tirinya mau

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   182. Quinsa

    Setelah menghabiskan satu roll roti gulung, Quinsa tertidur di sofa. Aku hanya memandang kasian pada anak tersebut. Sedangkan Yoga masih terlelap di pangkuanku. Sangat terlihat jika aura di wajahnya begitu lelah. Kusurai rambutnya yang sedikit panjang, jariku menelusuri setiap lekuk wajah putraku tersebut."Sungguh indah pahatan ini, satu kata untuk mengambarkan seluruhnya. Tampan!" lirihku."Tampan saja tidak akan cukup untuk menatap dunia, Bunda!" kata Yoga dengan mata masih terpejam.Seketika kutarik ujung jariku yang sudah menyusuri hidungnya yang tinggi. Sungguh hampir kesemua permukaan wajahnya menirukan Jasen. Mungkin hanya bentuk hidung dan bibir yang membedakan mereka. "Lalu dengan apa kamu tatap duniamu, Sayang?" tanyaku."Dengan agama dan ilmu, Bunda. Seperti yang selalu Bunda ajarkan pada kami," jawab Yoga sambil mencoba bangkit dan duduk.Mata cokelat terang yang indah itu kini menatapku sendu, aku hanya mampu membalas tatapannya penuh tanya. Kemudian kudengar napas pan

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   181. Tamu yang Sudah Aku Tunggu

    Siluet tubuhnya masih aku ingat, tetapi ini mengapa dia membawa seorang anak perempuan? Mungkinkah dia anaknya dengan Rowena, jika kuhitung usia anak itu saat ini berkisar di usia sepuluh tahun. Apakah itu sosok Quinsa, bayi imut yang dulu sempat aku timang.Oh, Tuhan. Kuatkan hatiku, cobaan apa lagi yang Engkau hadirkan dalam hidupku kali ini. Sekuat apapun hati ini, jika bersangkutan dengan Mas Jasen pasti akan membawa luka. Meskipun terkadang rasa sepi melandaku tetapi jika dia datang bersama dengan yang lain, sakit itu kian terasa. Apakah ini maksud mimpiku beberpa hari yang lalu. Untuk apa Mas Jasen datang lagi dalam hidupku setelah sepuluh tahun tidak berhubungan dan apa maksudnya membawa Quinsa. Kemana Rowena? Berbagai pertanyaan muncul di otak kasarku. Sungguh rasanya aku tidak sanggup Tuhan."Bunda!" sapa lembut suara Quinsa.Naluriku sebagai ibu tidak dapat mengindahkan panggilan itu. Bagiku yang salah bukan anaknya melainkan kedua orang tuanya. Para karyawanku akhirnya pam

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   180. Kubebaskan Hatiku

    Sore semilir angin menerpa wajahku. Bayangan Jupri bersama Halimah masih nyata di pelupuk mata. Entah mengapa hati ini terasa sakit dan kecewa. Apakah aku sempat jatuh hati pada Jupri? Sejak mula semua rasa ini aku tolak. Namun, saat kulihat lelaki itu datang ke toko dengan membawa wanita hamil, hatiku sakit. Aku sendiri juga bingung dengan rasaku ini. Bagaimana bisa aku memupuk rasa yang belum tentu ada pada diri Jupri. Saat itu memang dia tidak ada cerita sedang dekat dengan seorang wanita manapun. Namun, pernah satu kali lelaki itu kelepasan bertanya mode baju syari terbaik dan berapa harganya. Hal ini sempat membuatku penasaran. Mungkin aku harus berusaha menepis segala rasa pada lelaki itu. Sejak kunjungan pertama Jupri dam istri menjadi sering datang dengan alasan Halimah susah makan nasi jadi dia lebih memilih kue basah ataupun roti bolu. "Aku harus segera pupus rasa ini dan lupakan semua. Kamu sudah mendapatkan bidadari yang terbaik, Jupri. Selamat!" batinku saat kulihat se

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   179. Gibran 2

    "Tadi Gibran sudah bilang lho, Nenek. Hanya itu Onty Dahlia," jawab Gibran."Iya, Sayang. Onty kan lama tidak jumpa Adik. Mungkin dia lebih senang menggoda, jadi maafkan Onty nya dong?" kataku pada Gibran sambil kuangkat dia ke pangkuanku.Namun, lelaki kecil menggeleng tanda dia tidak mau memaafkan Dahlia. Aku tersenyum melihat tingkah cucuku itu, dia sangat menggemaskan apalagi jika pipinya menggembung dengan bola mata yang berputar. Pasti bikin semua yang ada di sana ingin mencubit pipinya."Nenek, besok jika onty Dahlia pulang tidak usah dimasakin opor ayam, Ya. Biar tahu rasa!" dengusnya geram.Kulihat sejak tadi Dahlia hanya diam menatap Gibran, wanita muda itu menahan tawanya agar tidak terdengar oleh ponakannya yang lucu itu. Sementara Andin sejak tadi hanya berdiri, kini dia berjalan menuju dapur. Beberapa saat kemudian Andin sudah kembali dengan membawa piring berisi nasi opor ayam. "Ayo turun dari pangkuan nenek, Adik makan dulu!" ajak Andin."Lho Adik belum makan, sini bi

  • Menjandakan Istri Demi Selingkuhan   178. Gibran

    Dahlia dan Amelia terlihat semakin kompak dan solid. Aku sangat bahagia melihat perkembangan mereka berdua. Setelah makan siang aku pun ngobrol dengan keduanya untuk sesaat sebelum aku kembali lagi ke toko. O ya, toko kue ku sekarang sudah maju pesat dan dikenal oleh berbagai kalangan. Bahkan setiap Dahlia pulang, ada saja temannya yang nitip buat oleh-oleh.Sedangkan Amelia, dia terkadang ikut membantu di toko bila sedang senggang. Aku juga sangat bahagia karena sudah di panggil nenek oleh anaknya si Andin. Gadis itu sekarang sudah bukan gadis lagi melainkan sudah menjadi seorang ibu muda dengan anak satu."Bund, si ucrit bagaimana kabarnya?" tanya Dahlia."Jangan bilang ucrit, anak itu punya nama, Lho! Nanti jika Mbak kamu tiba-tiba dengar kamu yang akan kena omelannya," kataku."Hehe, iya ini Mbak Lia parah!" kelakar Amelia.Aku geleng kepala melihat keakraban mereka berdua. Aku dan kedua putriku selalu berbincang akrab seperti ini dalam menunggu waktu untuk memulai aktifitas kemba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status