Share

Bab 4. Konsekuensi

Ibu dan bapak sangat terkejut mendengarnya. “Nonsens!”

Nouval sendiri tak menyangka akan melihat kemarahan yang begitu besar di mata mamanya. Wanita paruh baya itu melotot ke arah menantu cantiknya. “Kamu pikir akan ada wanita yang mau jadi ibu dari entah siapa?”

“Selalu ada orang yang butuh uang, Ma,” kata Sassy enteng.

“Apa? Kalau kamu saja tidak bersedia mengandung benih dari suamimu sendiri dengan berbagai alasan absurd, bagaimana orang lain mau mengandung anakmu!” Nada suara mama makin naik karena Sassy menjawab kata-katanya.

“Itu sesimpel orang menjual jasa, Ma. Kita---”

“Kalau memang sesimpel itu, kenapa bukan kamu sendiri yang hamil!” potong mama dengan nada tinggi.

“Karena Sassy mau utamain kerja! Enggak mau pusing urusin hamil dan punya bayi! Karena Sassy enggak suka bayi!” jerit Sassy akhirnya. Dia kesal terus dipaksa hamil dan punya anak oleh kedua mertuanya yang kolot.

“Apa!”

Kali ini Nouval yang terkejut. Ditatapnya wanita yang sangat dicintainya itu tak percaya. Kedua pundak Sassy dipegang untuk membuat istrinya itu melihat matanya. “Itukah alasan sebenarnya?”

Sassy tak sanggup menatap sinar kecewa dan marah di mata Nouval. Dipejamkannya mata dan mengangguk sebagai jawaban. Dia tak bisa menyembunyikan lagi kebenaran itu dari suami dan mertuanya.

“Kamu itu wanita tapi kamu sendiri yang justru merendahkan wanita! Kamu tidak tahu apa yang kamu lewatkan dengan memutuskan tidak ingin hamil dan punya bayi!” kecam mama pedas.

“Kam--mu--tak pu--nya ha--ha--ti!” ujar papa terbata. Nouval dan mama menoleh cepat pada papa. Pria tua itu merasa sesak di dadanya mendengar pengakuan menantunya.

“Ambilkan oksigen untuk papa!” perintah mama.

Nouval langsung lari ke kamar dan menyeret tabung oksigen yang disiapkan di rumah. Perawat membantunya memasang selang Nasal Cannula ke hidung papa. Pria itu dibawa kembali ke kamar untuk beristirahat.

“Mama akan carikan istri lain untukmu! Istri yang patuh dan bersedia mengandung darah dagingmu sendiri. Karena kita tak bisa lagi mengharapkannya dan membuang waktu percuma!” kata mama di kamar.

“Mama!” Nouval protes.

Akan tetapi, dia juga tak tau mau protes apa, pada siapa. Sassy yang selama ini dia lindungi dari tudingan miring keluarga, ternyata hanya memanipulasi cintanya. Nouval sangat kecewa.

“Mama dan papa selalu menuruti kemauanmu. Bahkan untuk menikahi wanita yang kamu cintai, kami tidak keberatan. Kami juga sudah mentolerir waktu panjang yang terbuang menunggu cucu dari seorang wanita yang sebenarnya memang tidak ingin hamil dan punya anak, karena benci bayi!”

Mama terengah-engah mencurahkan segala kekesalannya pada Nouval di kamar. Tangan papa menunjuk pada putranya. Hanya saja, kondisinya membuat pria tua itu tak mudah mengekspresikan emosinya.

Nouval tak ingin berbantahan dengan kedua orang tuanya. Semua kata-kata pedas mama diterimanya. Dia sendiri merasa bersalah karena Sassy membuat papa seperti sekarang. Nouval tak mau mama juga mengalami hal yang sama jika dia masih juga membantah dan berkata kasar.

“Biarkan Nouval bicarakan ini dengan Sassy.” Itu kata terbaik yang bisa dia ucapkan setelah mendengar ceramah mama yang panjang. Pandangannya beralih pada papa yang terlihat tidak puas.

“Papa jangan pikir yang macam-macam lagi. Istirahat ya. Kasihan mama kalau papa sakit lagi,” bujuk pria muda itu. Diperiksanya apakah posisi baring papa sudah nyaman. Kemudian dia berdiri dan memeluk mama.

“Kami pulang dulu, Ma. Nanti Nouval akan bicarakan itu dengan Sassy,” janjinya sekali lagi. Mama mengangguk dengan mata berkaca-kaca.

Pasangan muda itu meninggalkan rumah mama dalam diam. Ada mendung tebal yang menggayuti keduanya. Membuat jarak antara mereka.

“Aku tidak tahan dengan sikap diammu sepanjang jalan!” tegur Sassy sesampainya di rumah mereka.

Nouval menarik tangan Sassy untuk duduk di ruang makan. Mereka duduk berhadapan. Setelah menuangkan air dan meneguk isinya seperti orang kehausan, Nouval kembali menatap Sassy dengan wajah serius.

“Dulu, waktu kamu kuliah, kita sepakat untuk mengejar karier dulu, baru punya anak. Kamu ingat itu? Itu makanya aku setuju. Aku mendukungmu dan menghadang semua tudingan keluarga padamu. Kenapa tadi kamu bilang tidak suka bayi? Sejak kapan kamu jadi wanita yang tidak suka bayi?” Nouval memberondong istrinya dengan pertanyaan.

“Aku enggak suka bayi, sejak ibu tiriku hamil dan membuat papa melupakan mama!” ketus Sassy sambil membuang muka.

Nouval memegang dadanya dan menarik napas panjang. “Jadi, alasan demi karier itu hanya agar aku setuju dan menerimamu?” Tangan pria itu memegang kedua pipi Sassy agar melihat ke arahnya.

“Ya! Mestinya, kalau kamu benar mencintaiku, itu bukan hal yang sulit. Orang yang mencintai seseorang harusnya mendukung keinginan kekasihnya!” balas Sassy.

Nouval menatapnya keheranan. Kedua alisnya sampai bertaut melihat istrinya. “Berarti kamu enggak mencintaiku, makanya gak mau hamil dan melahirkan anakku!” todong Nouval, membalikkan pemikiran Sassy.

“Bukan begitu konsepnya!” elak Sassy terkejut dengan kesimpulan yang dibuat suaminya. “Aku mencintaimu … sungguh!”

“Kalau begitu, bisakah kau hamil dan melahirkan buah cinta kita?” tantang Nouval tajam.

Sassy kesal karena pembahasan kembali ke masalah itu lagi. Dua kakinya dihentakkan ke lantai. Tangannya mengepal kuat. “Ini tubuhku, aku berhak memutuskan apakah mau merusak bentuk tubuhku dengan hamil atau tidak. Kau juga tak bisa memaksaku, Nouval. Jika nanti aku terlihat jelek, kau juga akan berpaling dariku. Jadi, untuk apa aku mengambil resiko itu, jika kau bisa mencintaiku apa adanya seperti sekarang!”

Mulut Nouval membuka dan matanya melebar. Dia sungguh tidak bisa percaya apa yang ada dalam pikiran Sassy. “KAu sangat egois. Aku tidak lagi mengenalimu!” gumamnya lirih, lalu berdiri dan pergi.

“Kau bilang apa tadi?” kejar Sassy yang tidak mendengar jelas apa yang dikatakan suaminya.

“Katakan, kau bilang apa tadi?” desak Sassy yang mengikuti Nouval hingga ke kamar.

“Enggak ada. Hanya saja, prinsipmu itu punya konsekuensi sendiri. Karena setiap keputusan yang kita buat akan selalu ada hal baik dan buruk yang mengikuti.” Nouval masuk ke kamar mandi, membiarkan Sassy termangu.

Sassy duduk di tempat tidur dan memikirkan kata-kata Nouval. Pria itu sangat dikenalnya. Apa yang dikatakannya sering memiliki makna tersirat juga. “Apa maksudnya dengan konsekuensi?”

Nouval sudah berganti pakaian dan kelihatan segar. Dilihatnya istrinya masih duduk dan sedang berpikir serius. “Apa yang kau pikirkan?” tanyanya sambil lalu.

“Kata-katamu tadi. Konsekuensi dari keputusan yang kubuat. Apa yang coba kau sembunyikan?” Sassy berbaring di sebelah Nouval dan memeluknya.

“Karena, kalau kau beneran tidak bersedia hamil, maka mama akan mencarikan istri lain untukku,” jawab Nouval enteng. Dia ingin melihat reaksi istrinya tentang topik itu.

“Apa?”

Sassy langsung duduk dengan tegak, mendengar kata-kata yang dilontarkan suaminya. Dia menuding, ”Kau pasti setuju, kan?”

Nouval melihat pada istrinya dengan pandangan keheranan. Kemudian dia menggelengkan kepala ringan. “Jika kau bersedia hamil maka aku tidak akan menyetujui ide mama!”

“Hah! Kalian seperti keluarga kuno dan otoriter. Selalu memaksakan kehendak! Apa aku punya pilihan sekarang?” Sassy mengomel tak senang.

“Tenang saja, Sayang. Kau selalu punya pilihan kok. Aku akan selalu mendukung apapun pilihan yang kau buat untuk dirimu!”

Nouval berbaring miring, memeluk guling. Dia tak ingin Sassy melihat bagaimana dia tengah menahan kekecewaan besar di hatinya pada wanita itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status