Home / Romansa / Menulis Ulang Takdir / Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

Share

Bab 6 - Masa Depan Tak Terduga

Author: vitafajar
last update Huling Na-update: 2025-04-18 23:48:32

Lyra duduk termenung di kamarnya yang hening. Hari kemarin terasa seperti mimpi panjang. Kembali ke masa lalu, sesuatu yang tidak pernah dia sangka, kini sungguh terjadi. Senyum tipis mengembang di bibirnya, membuat wajahnya yang muda dan cantik semakin cerah. Sebuah semangat membara menyala dalam dirinya. Lyra bangkit, menatap bayangannya di cermin, lalu bergegas menuju kamar mandi untuk memulai hari.

 

Ketika dia keluar dari kamar mandi, terdengar suara ketukan pintu kamarnya. Daisy masuk dan menatapnya terkejut seolah sedang melihat hantu.

 

"Daisy, kamu kenapa?" tanya Lyra, dia menoleh ke dalam kamar mandi yang berada di belakangnya.

 

"Luar biasa!" Daisy terperangah, tangannya menutup mulutnya yang membuka lebar. "Nona Lyra bangun pagi sekali tanpa harus kubangunkan. Benar-benar menakjubkan."

 

Suaranya kecil tapi Lyra masih bisa mendengarnya. Dia tertawa kecil sambil berjalan menuju meja rias. "Daisy, apa aku bisa minta tolong padamu?" tanya Lyra, membiarkan Daisy yang mulai mengeringkan rambutnya.

 

Lyra 19 tahun adalah gadis manja yang bahkan tidak bisa menyisir rambutnya sendiri. Dia telah belajar sejak kemarin bahwa semua yang bisa dilakukannya pada usia 39 tahun harus dilakukan secara perlahan. Dia tidak mau menimbulkan pertanyaan yang jawabannya akan membuat "orang itu" mencabut nyawanya saat ini juga.

 

Daisy menatap Lyra di cermin, raut wajahnya serius. "Apa yang bisa saya lakukan untuk Nona?" tanyanya dengan lembut.

 

Lyra mengambil napas dalam sebelum akhirnya bertanya, "Apa kamu tau pria yang saat ini menjadi kekasihku?"

 

"Tentu saja! Dia adalah pria paling brengsek yang pernah saya lihat. Dia-" Daisy terhenti, tangannya menutup mulut yang terbuka lebar. Matanya membulat, menunjukkan ketakutan yang luar biasa. Lyra selalu membenci siapa pun yang berani menjelek-jelekkan Adrian, dan Daisy baru menyadari betapa besar kesalahannya.

 

Daisy berlutut di depan Lyra, air mata membasahi wajahnya. "Nona, mohon ampuni saya," isaknya. Tangannya terkatup di depan dada, menyesali kesalahannya yang mendalam. 

 

Lyra tertegun. Reaksi Daisy yang berlebihan itu mengejutkannya. Separah itukah dirinya di masa lalu? Sebegitu menakutkannya hingga membuat pelayannya berlutut memohon ampun seperti ini? 

 

Mungkin, dia perlu berhati-hati dalam bersikap. Dia harus belajar memahami orang-orang yang berada di sekitarnya, memperbaiki kesalahan yang pernah dia buat. 

 

Lyra membantunya berdiri. "Tenanglah, Daisy," katanya. "Aku tidak akan menyakitimu."

 

Daisy mengangkat wajah, menatap Lyra dengan mata berkaca-kaca, ketakutan tergambar jelas. Apakah ini artinya dia akan dipecat? Pikiran itu menghantuinya, mengancam menghancurkan satu-satunya sumber penghidupannya.

 

"Saya mohon jangan pecat saya, Nona," pinta Daisy lirih.

 

Lyra tersenyum. "Aku tidak akan memecatmu, Daisy." Dia mengambil sapu tangannya lalu memberikannya pada Daisy.

 

Daisy menggeleng, menolaknya.  "Tidak, Nona. Saya tidak bisa menggunakannya. Itu pemberian Tuan Adrian, dan sangat berharga bagi Nona."

 

Lyra mengamati sapu tangan pemberian Adrian. Motif dan warnanya memang biasa saja, jauh dari kesukaannya. Namun, reaksi antusiasnya saat itu, sebuah bukti betapa cinta telah membutakan penilaiannya. Dia telah begitu terlena oleh pesona Adrian hingga kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih.

 

Lyra menggeleng. "Tidak, aku sudah tidak peduli dengannya," ucap Lyra memberikan sapu tangan itu.

 

Perubahan yang terjadi pada Lyra, membuat Daisy kebingungan. Dia khawatir bahwa sikap baik Lyra hanyalah kamuflase dan nantinya akan membuat dia dalam masalah besar. Meski begitu, dia tetap menerima sapu tangan Lyra dan berusaha menenangkan dirinya.

 

"Tadi Nona mau bicara apa?" tanya Daisy setelah berhasil menguasai dirinya.

 

"Apa kamu bisa bantu aku memesankan tempat untukku dan mamaku?"

 

Daisy membuka mulutnya tapi tak satupun kata-kata keluar. Wajahnya terlihat ragu dan Lyra langsung bisa memahaminya. 

 

"Tidak apa-apa. Beberapa bulan ini aku memang menyerah mengambil hati mamaku, tapi aku yakin bahwa darah lebih kental daripada air. Aku yakin kalau aku berusaha, mama pasti akan melihatku dan akhirnya bersikap baik padaku," ujar Lyra penuh semangat.

 

"Baik, Nona. Saya akan memesankan tempat di restaurant kesukaan Nyonya."

 

"Bagus! Terima kasih, Daisy. Aku mengandalkanmu," ucap Lyra tersenyum bahagia lalu kembali memoles wajahnya dengan bedak dan pewarna bibir.

 

Lyra menuju ruang makan. Orangtuanya sudah duduk, berdampingan tanpa sepatah kata pun, sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Suasana yang dingin dan hampa. Sejak kapan keluarga ini terasa begitu sepi dan hampa? Padahal kenangan masa kecilnya, penuh dengan kehangatan, canda tawa, dan kasih sayang. Namun, kenangan itu kini terasa seperti mimpi yang jauh.

 

"Udah bangun kamu." 

 

Tidak ada kehangatan dalam suara ibunya. Keceriaan yang tadi Lyra siapkan, seolah menguap begitu saja. Senyumannya langsung memudar, Lyra menarik napas dalam, berusaha meredam kesedihan.

 

"Iya, Ma," jawab Lyra bergabung bersama mereka. 

 

Lyra mengambil dua lembar roti dan mengoleskannya dengan selai kacang. Ayahnya meletakkan sebuah paper bag di samping piringnya, tatapannya tetap tertuju pada makanan.

 

"Ini apa, Pa?" tanya Lyra, sambil membuka paper bag tersebut. Tiga buku bisnis tersusun di dalamnya.

 

Sebelum Lyra sempat bertanya lebih lanjut, Ayahnya berkata dengan tenang, "Buku-buku itu akan membantumu belajar."

 

Lyra menatap ketiga buku tersebut, dia bisa merasakan kembali kehangatan yang sempat menguap. Ayahnya yang dingin dan cenderung cuek, ternyata memikirkannya. Itu yang membuat dia bisa langsung sekejap melupakan sikap dingin ibunya.

 

Charles meminum segelas air lalu menyambar kemejanya. "Sampai bertemu nanti malam."

 

Lyra mengangguk meski ayahnya tidak melihat. Kesunyian dingin kembali menghampiri. Hanya suara dentingan dentingan sendok dan garpu ibunya yang terdengar di ruang makan. Ibunya, dengan sikap dinginnya yang tak tersentuh, jauh lebih menakutkan daripada ayahnya. 

 

Victoria sama sekali tidak bisa bersahabat dengannya meski Lyra sudah berusaha. Bahkan sifatnya untuk tidak berada dalam satu tuangan yang sama dengan Lyra, terlihat jelas. Baru saja memikirkan hal itu, Victoria bangkit dan berjalan pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. 

 

Lyra hanya bisa pasrah ketika punggung sang ibu dengan cepat pergi dari pandangannya. Dia akan mencoba bicara nanti malam pada Victoria untuk mau pergi bersama dengannya.

 

Lyra menyelesaikan sarapannya dengan cepat, lalu berangkat dengan mobil. Selama perjalanan, dia memanfaatkan waktu untuk belajar. Kehidupan kali ini begitu berbeda, tidak ada yang bisa diprediksi. Dia harus siap menghadapi apa pun yang terjadi. 

 

Mobil berhenti mendadak, sebuah hentakan keras mengguncang seluruh tubuh Lyra. Buku-bukunya berserakan di lantai. Sabuk pengaman menyelamatkannya dari benturan yang cukup keras untuk membuat kepalanya terbentur.

 

"Pak Bill, hati-hati! Jangan berhenti mendadak seperti itu!" Lyra berseru kesal.

 

"Maaf, Nona. Saya tidak bermaksud berhenti mendadak. Tapi, tiba-tiba mobil itu berhenti di depan mobil kita." Bill menunjuk sebuah Tesla hitam yang dikenal Lyra. 

 

"Apapun yang terjadi, jangan buka pintu mobil!" perintah Lyra.

 

Suasana langsung berubah penuh kengerian ketika pintu kemudi mobil itu terbuka. Wajah Adrian yang penuh amarah, terlihat semakin jelas ketika pria itu berjalan mendekati mobil Lyra. 

 

Lyra sudah menunggu, bersiap jika Adrian melakukan yang terburuk.

 

***

 

Bersambung~

 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 37 - Perjamuan Para Pengkhianat

    Layar raksasa di aula Sektor Kaelum memproyeksikan rekaman hitam-putih sepuluh tahun silam. Sosok Arthur Hawkins muda terlihat menekan tuas pengunci udara Sektor Empat dengan ketenangan mengerikan.Di layar, Thomas Hawkins menggedor pintu baja, mulutnya menyebut nama "Arthur" sebelum gas saraf merenggut nyawanya. Suara desis gas yang bergema menciptakan kesunyian yang memuakkan.Della membeku; tabung Echo Genesis di tangannya terasa seberat dosa masa lalu Hawkins. Di belakangnya, Adrian tampak seperti mayat hidup, wajah sombongnya luntur menjadi ketakutan murni yang menggetarkan lututnya."Ini … ini tidak mungkin," gumam Adrian, suaranya pecah di tengah ruangan yang kedap suara. "Arthur bilang Thomas mati karena kecerobohannya sendiri dalam protokol eksperimen. Dia bilang dia mencoba menyelamatkannya—""Dia berbohong padamu, Adrian. Sama seperti dia berbohong pada seluruh dunia selama sepuluh tahun ini," William memotong dengan suara yang setajam silet, membelah kesunyian.Ia melangka

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 36 - Gerbang Sektor Kaelum

    Sektor Kaelum menjulang sebagai benteng baja di tengah kabut Hutan Nox, sebuah wilayah anomali di mana hukum Grup Hawkins tak lagi berlaku. Dinding betonnya memancarkan gelombang pengacak sinyal, mengisolasi tempat itu dari radar dunia luar. Di zona bayangan ini, otoritas korporat hancur dan informasi menjadi satu-satunya mata uang yang lebih berharga daripada nyawa.William mematikan mesin perahu saat mereka mendekati dermaga tersembunyi yang dijaga oleh pria-pria berpakaian taktis tanpa lencana. Lyra membantu dia memapah Dr. Vance yang masih tidak sadarkan diri, tubuh dokter itu terasa sangat ringan dan rapuh di pundaknya.Lyra gemetar, bukan hanya karena angin danau yang menusuk tulang, tetapi karena bayangan wajah Della yang terus menghantui setiap langkahnya."Kau gemetar," gumam William tanpa menoleh, seolah ia memiliki mata di belakang kepalanya untuk membaca ketakutan Lyra."Aku memikirkan dia," bisik Lyra, suaranya parau karena amarah yang berusa

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 35 - Pijar di Hutan Nox

    Lorong-lorong beton Project Chimerakini dipenuhi oleh suara mekanis alarm yang memekakkan telinga. Cahaya merah yang berputar memberikan kesan distopia pada wajah William yang tetap tenang, kontras dengan Lyra yang jantungnya berpacu hebat.Di belakang mereka, Peter telah menghilang ke arah koridor utama, menjadi tameng hidup yang didorong oleh dendam sedekade.William tidak berhenti untuk menoleh. Ia memegang ujung tandu Dr. Vance dengan kekuatan yang tidak proporsional untuk seorang pria yang telah berjam-jam tidak tidur.Lyra di sisi lain, berusaha mengimbangi langkah lebar William sambil membawa laptop yang masih terhubung ke jaringan keamanan internal."William, perhatikan!" teriak Lyra secara spontan, suaranya melengking di atas bunyi alarm. "Dua unit taktis baru saja mendarat di atap sektor utara. Mereka tidak masuk lewat pintu depan, mereka melakukan infiltrasi vertikal!"William menghentikan langkahnya tepat di depan persimpangan men

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 34 - Kebenaran Paling Pahit

    Udara di sekitar kompleks Project Chimeraterasa mati, seolah-olah pepohonan pinus di Hutan Nox pun enggan bernapas. William masih menggenggam amplop tua itu, jemarinya memutih karena tekanan yang kuat.Lyra berdiri terpaku, matanya menatap amplop berpudar itu dengan ribuan pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya."William," Lyra memulai, suaranya hampir tidak terdengar di tengah desiran angin hutan. "Tadi kau bilang itu surat kematian asli ayah Peter. Tapi…bukankah kalian bersaudara? Bukankah ayah kalian adalah Arthur Hawkins?"Ini … sangat berbeda dari pengetahuan masa depannya.William tidak langsung menjawab. Ia memasukkan kembali amplop itu ke balik jaketnya, lalu menatap lurus ke arah bangunan beton di depan mereka. Ia menyentuh bekas luka lama di telapak tangannya, sebuah gestur yang menyiratkan rasa sakit yang bukan berasal dari masa sekarang, melainkan sisa-sisa trauma yang terbawa melampaui waktu.

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 33 - Pecahnya Aliansi Berdarah

    Keheningan di dalam gudang tua di pinggiran Hutan Nox terasa menyesakkan setelah pesan singkat itu terkirim. Tiga kata dalam pesan itu adalah sumbu pendek yang baru saja dinyalakan Lyra untuk meledakkan kestabilan Grup Hawkins.Di luar, langit mulai berubah menjadi ungu kebiruan, menandakan fajar yang dingin telah tiba.William masih berdiri di belakang Lyra. Tangannya yang berada di bahu wanita itu terasa panas, kontras dengan udara fajar yang menggigit. Dia tidak segera menjauhkan tangannya.Alih-alih terkejut dengan betapa cepatnya Lyra mengeksekusi rencana penghancuran mantan tunangannya, William justru mengetuk-ngetukkan jarinya di bahu Lyra dalam irama yang sangat spesifik.Irama itu menyerupai kode transmisi kuno yang pernah digunakan oleh divisi intelijen Hawkins, sebuah detail yang seharusnya tidak diingat oleh William jika ia tidak membawa beban dari kehidupan sebelumnya."Pesan itu sudah terkirim ke saluran pribadi Arthur melalui server terenkripsi Zyrtec," bisik Lyra."Del

  • Menulis Ulang Takdir   BAB 32 - Memburu Pengkhianat Ganda

    Fajar telah menyingsing penuh, membanjiri gudang dengan cahaya abu-abu yang dingin, tetapi William dan Lyra tidak menyadarinya. Fokus mereka terpusat pada ponsel satelit. Kepanikan yang disebabkan oleh pesan Marcus Chen.[Adrian telah menarik dana dan melarikan diri]Dan itu mengubah seluruh strategi mereka."Dia tahu," kata Lyra, memegang ponsel itu erat-erat. "Adrian tahu aku akan datang. Dia tidak peduli tentang flash drive Arthur, atau Vance. Dia hanya ingin melarikan diri dengan uang sebanyak mungkin sebelum aku bisa menjebaknya."William tersenyum, senyum yang dingin dan berbahaya. Senyumnya bukan tawa kekalahan, melainkan pengakuan bahwa ia telah memprediksi keserakahan mutlak Adrian."Adrian selalu tahu cara melompat dari kapal yang tenggelam. Dia tidak mengkhianati Arthur, dia hanya berinvestasi pada dirinya sendiri. Dia pengkhianat gand dan itu membuatnya menjadi aset yang jauh lebih berharga bagi kita dan Arthur."Prioritas utama mereka kini adalah melacak jalur pelarian Ad

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status