Menulis Ulang Takdir

Menulis Ulang Takdir

last updateLast Updated : 2025-04-28
By:  vitafajarOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
9Chapters
305views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Lyra Watson, seorang wanita kaya yang dikhianati oleh tunangan dan sahabatnya, menemukan dirinya terlempar ke tahun 2004, dua puluh tahun sebelum hidupnya hancur. Di masa lalu, dia harus beradaptasi dengan kehidupan remaja yang pernah dia jalani, namun dengan kebijaksanaan dan pengalaman pahit dari masa depannya. Dia bertemu William Hawkins, seorang pria yang berbeda dari apa yang dia bayangkan, dan jatuh cinta. Namun, rahasia keluarga yang kelam dan tipu daya tunangannya yang haus kekuasaan mengancam untuk menghancurkan harapan Lyra dan membawanya kembali ke takdir yang kelam. Dalam perjalanannya untuk memperbaiki masa depan, Lyra harus belajar menerima dirinya sendiri, mengatasi masa lalunya, dan menemukan kekuatan untuk menulis ulang takdirnya, termasuk menemukan arti cinta sejati.

View More

Chapter 1

Bab 1 - Terbangun di Masa Lalu

Angin menerpa wajah Lyra, dingin menusuk tulang. Dadanya terasa nyeri, adegan pengkhianatan yang diberikan oleh suami dan sahabatnya, terus terbayang di kepala. Mereka membuat luka tak nampak yang sulit untuk disembuhkan. Lyra sama sekali tidak menyangka bahwa dua orang yang sangat dia percaya, tega menusuknya dengan pedang yang ternyata sudah diasah sebelumnya. 

 

Padahal dia memercayakan semuanya pada mereka, bahkan berpikir untuk bangkit bersama. Namun, ternyata harapan itu hancur berkeping-keping di depan matanya. Lyra merasakan dunia di sekelilingnya seolah runtuh. Setiap kenangan indah yang pernah mereka bagi—tawa, canda, dan mimpi-mimpi yang tampaknya tak terpisahkan—sekarang terasa seperti ilusi yang penuh derita.

 

Dengan langkah gontai, Lyra berjalan tanpa arah. Menyusuri trotoar ibu kota yang masih disibukkan dengan para pejalan kaki meski malam kian larut. Dia ingin pulang, dia ingin tidur di kamarnya, di ranjangnya yang hangat dan berharap bahwa semua yang dilalui hari ini, hanya mimpi belaka. Tetapi, dia sudah tidak punya rumah. Orang tuanya sudah tiada, meninggalkan warisan yang dengan bodohnya, Lyra tidak tahu cara mengelolanya, sehingga semua habis dan berakhir dia ditipu oleh dua orang kepercayaannya.

 

"Aku bodoh." Lyra menarik napas dalam, memandang kosong ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan pribadi. "Sangat bodoh! Seharusnya aku mengikuti perkataan Papa, tidak menikah dengan Adrian dan menjauhi Della. Seharusnya aku menuruti Papa untuk belajar bisnis dengan benar."

 

Lyra meneteskan air mata. Sekarang tidak ada satupun yang tersisa selain penyesalan yang membuat lubang besar dalam dadanya. Seandainya dia bisa memutar waktu, dia akan berusaha untuk menulis ulang takdirnya. Dia berjanji akan menjadi anak yang baik, dia berjanji akan menjadi anak yang penurut. Mengikuti semua perkataan ayahnya, menjadi penerus yang bisa membanggakan keluarganya. 

 

Bola matanya bergerak kanan dan kiri, memerhatikan setiap kendaraan yang lewat dengan kecepatan tinggi. Jika dia berlari ke arah sana, mungkinkah semua akan berakhir dengan bahagia? Dia akan bisa kembali bertemu orang tuanya, memohon ampun karena telah menjadi anak yang mengecewakan?

 

Lyra melangkahkan kakinya, bersiap untuk menabrakkan diri ke arah mobil-mobil yang lewat. Namun, belum sempat dia bergerak, seseorang menahan pergelangan tangannya. Lyra menoleh, dia melihat seorang pria asing yang menatapnya terkejut. Pria itu mengenakan jaket berwarna hitam, topi dan masker. Sebuah kacamata bertengger di hidung mancungnya. Jarak mereka sangat dekat sehingga Lyra bisa mencium aroma woody dari tubuhnya.

 

Pria itu menatap Lyra dengan penuh kekhawatiran, dia berbicara lembut namun tegas, "Jangan lakukan itu. Hidupmu berharga."

 

Lyra berkerut bingung, dia baru bertemu dengannya malam ini, tapi kenapa nada bicaranya seolah mengatakan bahwa mereka pernah berjumpa sebelumnya? Selain itu, dia juga bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari tatapannya untuk Lyra.

 

Pria itu melepaskan tangan Lyra saat dirasa Lyra bisa berdiri sendiri. Lyra tidak bisa melihat ekspresi wajahnya tapi dia bisa melihat matanya melengkung seperti bulan sabit seolah sedang tersenyum. "Mungkin kamu tidak percaya, tapi percayalah, di luar sana, masih ada orang yang menyayangimu," sambungnya, menatap Lyra sebentar lalu pergi dari sana.

 

Lyra menatap punggung pria itu yang perlahan menjauh darinya. Mengingat kata-kata terakhirnya, seketika tawa kecil muncul dari celah bibirnya. Siapa yang akan menyayanginya sementara dua orang yang dia harapkan sudah mengkhianatinya? Hanya orang tuanya yang terbukti tulus mencintainya, namun mereka sudah tidak ada lagi di dunia. Dia langsung berpikir bahwa pria itu hanya membual supaya membuat Lyra tidak lagi berniat mengakhiri hidupnya. 

 

Lyra berdecak, dia melihat sekeliling dan terlalu ramai untuk mengakhiri hidupnya. Jika dia tetap nekat, besar kemungkinan akan gagal. Mungkin bukan karena pria tadi, tapi karena orang lain yang akan mencegahnya. 

 

Lyra menarik napas dalam. Pikirannya berputar-putar namun dia hanya tersenyum tipis, menutupi kekecewaanya. Dia hanya terus melangkah tanpa peduli dengan tujuannya. Hingga sampailah dia di sebuah rumah duka, tempat abu jenazah orang tuanya bersemanyam. Dia melangkah, langkahnya teguh, meskipun hatinya hancur berkeping-keping. Di sana, di tengah kesunyian dan kesedihan, dia akan memohon ampun sampai diijinkan untuk menjumpai orang tuanya.

 

"Ma, Pa," panggilnya lirih. "Maaf karena aku tidak mendengarkan kalian."

 

Lyra menggigit bibirnya, menahan tangis yang hendak keluar. Dia adalah penyebab hancurnya keluarga mereka, dia merasa tidak pantas untuk bersedih.

 

"Apa karena aku sudah menjadi anak yang pembangkang, kalian sampai meninggalkanmu sendirian seperti ini?"

 

Lyra menutup mulutnya dengan kedua tangan. Matanya terpejam erat, air mata langsung mengalir deras tanpa suara. Menyesal pun percuma, permintaan maaf tidak berguna. Di tengah keheningan, dada Lyra semakin terasa sesak.

 

"Kembalilah," bisik Lyra. "Kembali dan hukum aku seperti yang biasa kalian lakukan dulu. Marahi aku, tapi jangan tinggalkan aku sendirian."

 

Lyra mengangkat tangannya, menyentuh sebuah foto keluarga dimana ada dirinya yang masih kecil. Hanya foto itu yang mereka punya, lebih tepatnya adalah yang tersisa dari semua harta yang sudah hilang. 

 

Lyra membuka mulutnya, namun kata-kata yang sudah berada di ujung lidah, seakan kembali tertelan oleh gelombang emosi yang menerjangnya. Kepalanya tertunduk, tubuhnya mendadak lemas, lututnya seolah tak mampu lagi menopang beban berat yang selama ini dipikulnya. Lyra terjatuh begitu keras, tubuhnya membentur lantai dengan bunyi debum yang kencang, menyerupai runtuhnya benteng pertahanan terakhirnya.

 

Dalam keheningan itu, Lyra menangis begitu kencang. Suaranya bergema, menguncang ruangan dan jiwanya sendiri. Tangisannya adalah pelepasan, adalah keputusasaan, adalah harapan yang sirna.

 

Lyra meringkuk sambil terus menangis, hingga tiba-tiba dia merasakan cahaya yang menyilaukan sampai membuatnya tidak sanggup membuka mata. Tubuhnya mendadak terasa ringan, dia seolah merasakan nyawanya terlepas dari tubuhnya. Saat itulah dia berpikir bahwa ini adalah akhir hidupnya.

 

Lyra tersenyum tipis, ternyata tanpa harus mengakhiri hidup, dia bisa pergi tanpa rasa sakit seperti ini.

Ketika cahaya yang menyilaukan itu sudah tidak lagi menganggu matanya. Lyra membuka mata. Namun bukan langit-langit rumah duka yang dia lihat, melainkan sebuah kamar yang terasa sangat tidak asing baginya.

 

"Apa ini surga?"

 

Lyra melihat sekeliling, barulah dia menyadari ini adalah kamarnya. Kamarnya ketika dia masih tinggal bersama dengan orang tuanya. Kamarnya saat dia masih berusia 19 tahun, saat dia baru akan masuk universitas. 

 

"Tidak mungkin!" 

 

Lyra langsung bangkit, gerakannya masih gemetar, dan berjalan menuju meja riasnya. Matanya membelalak, bukan hanya karena melihat wajahnya yang masih sangat muda di cermin, tetapi juga karena kenyataan yang begitu tak terduga dan sulit dipercaya.

 

"Aku pasti sedang mimpi," gumamnya lagi. 

 

Lyra mencubit lengannya, namun yang dirasa malah kesakitan. Dia kembali memandangi wajahnya di cermin, melihatnya dengan teliti. Dia baru saja akan menampar wajahnya kembali ketika tiba-tiba pintu terbuka, suara seorang wanita langsung pikirannya.

 

"Nona, apa yang Anda lakukan? Kenapa menyakiti tubuh Anda seperti itu?"

 

Lyra semakin terkejut. Apa dia sudah kembali ke masa lalu?

 

***

Bersambung~

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status