Share

bab 4

Bab 4

Aku masuk ke dapur untuk menyediakan teh manis, lalu ada kiriman pesan chat dari papa.

[Yudi itu orang suruhan Papa. Jika Hendra menolak, berati kesempatan untuk menduduki perusahaan Papa akan ia lewatkan!]

Ternyata Yudi adalah orang suruhan papa, semoga saja Mas Hendra tetap memilih hijrah ke kota.

Aku suguhkan teh manis untuk Linda yang dipuja-puja oleh ibu mertuaku. Kucoba tahan darah yang sudah bergemuruh dan berapi-api. Ah rasanya tidak etis sekali mertuaku membawa seorang wanita ke rumah laki-laki yang sudah memiliki istri.

"Duduk Hendra!" suruh ibu dengan tatapan serius. Aku pun turut duduk di samping Mas Hendra.

"Ya elah, takut banget diambil Mbak Linda, nggak kok Mbak Linda wanita terhormat nggak mungkin ngambil suami orang!" celetuk Kasih membuat dadaku semakin sesak. Rasanya tak tahan ingin mengeluarkan kata-kata kasar kepada Kasih.

"Kasih, bisa nggak kamu diam? Jangan sindir Mbak mu seperti itu!" tegas Mas Hendra. Aku pun melepaskan genggaman tangan Mas Hendra. Kemudian melangkah ke dalam, tapi tanganku tetap ditariknya.

"Biarkan saja Irma masuk, Ibu hanya ingin bicara pada kamu," celetuk ibu membuatku menelan sedikit saliva ini. Kuelus-elus kembali dada yang kian detik kian sesak.

"Aku ingin Irma tetap mendampingiku," sahut Mas Hendra.

Setelah itu, aku duduk mendengarkan apa yang akan ibu ucapkan. Seorang mertua yang berambisi memiliki menantu orang kaya raya, tapi merendahkan orang yang tak memiliki apa-apa. Padahal, dirinya termasuk orang yang tidak memiliki apa-apa.

"Sudahlah, saya ke sini hanya ingin menawarkan kamu pekerjaan, Hendra," tutur Linda membuatku terkejut. Untuk apa? Sengaja agar bisa mengambil simpatik Mas Hendra?

Aku menoleh ke arah Mas Hendra, tidak tahu jawaban Mas Hendra apa setelah ini. Apakah ia akan menerima tawaran dari Linda? Atau tetap akan bekerja di kota sesuai pekerjaan yang ditawarkan Yudi.

"Aku ingin kerja di kota, Linda. Sudah menerima tawaran Yudi tadi sebelum kalian ke sini." Ucapan Mas Hendra membuatku bernapas lega. Akhirnya ia menolak Linda mentah-mentah. Aku nggak tahu kalau tujuan Linda itu baik atau jahat, setahu aku perselingkuhan bisa dimulai jika ada kesempatan. Syukurlah Mas Hendra menolaknya.

"Hendra!" teriak ibu. Tubuhnya yang masih segar bugar sontak berdiri. Ia marah ketika mendengar Mas Hendra menolak Linda.

"Bu, aku sudah terlanjur setuju ingin kerja di kota," tolak Mas Hendra lagi. Mata ibu kini memerah. Kemudian ia mengandalkan jurusnya yaitu menangis di hadapan Mas Hendra.

"Nak, kamu tega pada Ibu? Kamu tahu nggak, penolakanmu membuat hati Ibu sakit," rayunya.

Aku tidak tahu bagaimana ibu bisa sampai menangis hanya karena Linda menawarkan pekerjaan tapi ditolak oleh Mas Hendra.

"Kalau gitu, tolong lunasin utang Bu Septi saat ini juga. Saya menawarkan pekerjaan agar Anda bisa membayar utang Ibu anda secara cicil potong gaji," sambung Linda membuatku terkejut. Utang katanya? Kalau aku mau, usaha yang ia miliki pun bisa aku bayarkan. Counter di sini saja itu yang punya papaku, usaha apa sih dia? Hingga menyombongkan diri untuk menagih utang jika tidak mau membayarnya.

"Utang ibu saya berapa?" tanya Mas Hendra menyelidik. Aku terdiam, tidak mungkin aku menjadi pahlawan kesiangan yang tiba-tiba memiliki banyak uang untuk membayarkan utang ibunya. Itu tidak boleh aku lakukan meskipun ada rasa iba di hati ini.

"20 juta, ia sudah menumpuk utangnya padaku, sudah seleher utang ibumu, lebih baik ikut bekerja menjadi manajer di toko baju milikku." Hanya toko baju saja sudah sesombong itu. Lagi pula, ibu utang sebanyak itu untuk apa? Bukankah bapak mertua sering kirim uang meskipun sebulan sekali? 

"Apa? 20 juta?"

"Iya 20 juta," sahut Linda.

"Apa benar, Bu? Untuk apa?" tanya Mas Hendra.

"Untuk biaya kuliah Kasih, kamu tidak pernah berikan gajimu untuk ibu. Paling seminggu 200 ribu baru kemarin 400 ribu itu juga ibu musti paksa," sahutnya sambil mengeluarkan air matanya.

Biaya kuliah, setahu aku cukup dari yang bapak kirim. Kasihan bapak mertuaku sudah kerja rodi, istrinya di kampung malah banyak utang.

"Uang 20 juta banyak, Bu. Nanti Bapak marah loh kalau tahu Ibu punya utang sebanyak itu!" teriak Mas Hendra. Aku hanya mampu terdiam tak bisa berkata apapun.

Kulihat wajah Kasih yang tak ada merasa bersalah, padahal ibu banyak utang untuk memenuhi gaya hidupnya. Aku yakin itu semua untuk Kasih. Kenapa ibu harus seperti itu pada Mas Hendra. Kenapa ia tega dengan anaknya?

"Sudahlah, kamu mau bekerja di tempatku atau mau bayar utang-utang ibumu?" tanya Linda dengan menghentakkan tangannya ke meja. Mungkin wanita ini kesal selalu diimingi akan dijodohkan dengan Mas Hendra. Aku lihat wajah kebingungan muncul di mata Mas Hendra.

Aku masih menunggu Mas Hendra menjawab dan memberi kepastian pada Linda, semoga saja ia tetap ingin ke kota. 

"Jangan bayarkan utang Ibumu!" teriak suara laki-laki dari arah luar. Semua yang berada di dalam tercengang dan menyorot pandangan ke arah luar.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status