Share

bab 4

Penulis: HERI_NAYALBIL
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-02 23:07:20

Bab 4

Aku masuk ke dapur untuk menyediakan teh manis, lalu ada kiriman pesan chat dari papa.

[Yudi itu orang suruhan Papa. Jika Hendra menolak, berati kesempatan untuk menduduki perusahaan Papa akan ia lewatkan!]

Ternyata Yudi adalah orang suruhan papa, semoga saja Mas Hendra tetap memilih hijrah ke kota.

Aku suguhkan teh manis untuk Linda yang dipuja-puja oleh ibu mertuaku. Kucoba tahan darah yang sudah bergemuruh dan berapi-api. Ah rasanya tidak etis sekali mertuaku membawa seorang wanita ke rumah laki-laki yang sudah memiliki istri.

"Duduk Hendra!" suruh ibu dengan tatapan serius. Aku pun turut duduk di samping Mas Hendra.

"Ya elah, takut banget diambil Mbak Linda, nggak kok Mbak Linda wanita terhormat nggak mungkin ngambil suami orang!" celetuk Kasih membuat dadaku semakin sesak. Rasanya tak tahan ingin mengeluarkan kata-kata kasar kepada Kasih.

"Kasih, bisa nggak kamu diam? Jangan sindir Mbak mu seperti itu!" tegas Mas Hendra. Aku pun melepaskan genggaman tangan Mas Hendra. Kemudian melangkah ke dalam, tapi tanganku tetap ditariknya.

"Biarkan saja Irma masuk, Ibu hanya ingin bicara pada kamu," celetuk ibu membuatku menelan sedikit saliva ini. Kuelus-elus kembali dada yang kian detik kian sesak.

"Aku ingin Irma tetap mendampingiku," sahut Mas Hendra.

Setelah itu, aku duduk mendengarkan apa yang akan ibu ucapkan. Seorang mertua yang berambisi memiliki menantu orang kaya raya, tapi merendahkan orang yang tak memiliki apa-apa. Padahal, dirinya termasuk orang yang tidak memiliki apa-apa.

"Sudahlah, saya ke sini hanya ingin menawarkan kamu pekerjaan, Hendra," tutur Linda membuatku terkejut. Untuk apa? Sengaja agar bisa mengambil simpatik Mas Hendra?

Aku menoleh ke arah Mas Hendra, tidak tahu jawaban Mas Hendra apa setelah ini. Apakah ia akan menerima tawaran dari Linda? Atau tetap akan bekerja di kota sesuai pekerjaan yang ditawarkan Yudi.

"Aku ingin kerja di kota, Linda. Sudah menerima tawaran Yudi tadi sebelum kalian ke sini." Ucapan Mas Hendra membuatku bernapas lega. Akhirnya ia menolak Linda mentah-mentah. Aku nggak tahu kalau tujuan Linda itu baik atau jahat, setahu aku perselingkuhan bisa dimulai jika ada kesempatan. Syukurlah Mas Hendra menolaknya.

"Hendra!" teriak ibu. Tubuhnya yang masih segar bugar sontak berdiri. Ia marah ketika mendengar Mas Hendra menolak Linda.

"Bu, aku sudah terlanjur setuju ingin kerja di kota," tolak Mas Hendra lagi. Mata ibu kini memerah. Kemudian ia mengandalkan jurusnya yaitu menangis di hadapan Mas Hendra.

"Nak, kamu tega pada Ibu? Kamu tahu nggak, penolakanmu membuat hati Ibu sakit," rayunya.

Aku tidak tahu bagaimana ibu bisa sampai menangis hanya karena Linda menawarkan pekerjaan tapi ditolak oleh Mas Hendra.

"Kalau gitu, tolong lunasin utang Bu Septi saat ini juga. Saya menawarkan pekerjaan agar Anda bisa membayar utang Ibu anda secara cicil potong gaji," sambung Linda membuatku terkejut. Utang katanya? Kalau aku mau, usaha yang ia miliki pun bisa aku bayarkan. Counter di sini saja itu yang punya papaku, usaha apa sih dia? Hingga menyombongkan diri untuk menagih utang jika tidak mau membayarnya.

"Utang ibu saya berapa?" tanya Mas Hendra menyelidik. Aku terdiam, tidak mungkin aku menjadi pahlawan kesiangan yang tiba-tiba memiliki banyak uang untuk membayarkan utang ibunya. Itu tidak boleh aku lakukan meskipun ada rasa iba di hati ini.

"20 juta, ia sudah menumpuk utangnya padaku, sudah seleher utang ibumu, lebih baik ikut bekerja menjadi manajer di toko baju milikku." Hanya toko baju saja sudah sesombong itu. Lagi pula, ibu utang sebanyak itu untuk apa? Bukankah bapak mertua sering kirim uang meskipun sebulan sekali? 

"Apa? 20 juta?"

"Iya 20 juta," sahut Linda.

"Apa benar, Bu? Untuk apa?" tanya Mas Hendra.

"Untuk biaya kuliah Kasih, kamu tidak pernah berikan gajimu untuk ibu. Paling seminggu 200 ribu baru kemarin 400 ribu itu juga ibu musti paksa," sahutnya sambil mengeluarkan air matanya.

Biaya kuliah, setahu aku cukup dari yang bapak kirim. Kasihan bapak mertuaku sudah kerja rodi, istrinya di kampung malah banyak utang.

"Uang 20 juta banyak, Bu. Nanti Bapak marah loh kalau tahu Ibu punya utang sebanyak itu!" teriak Mas Hendra. Aku hanya mampu terdiam tak bisa berkata apapun.

Kulihat wajah Kasih yang tak ada merasa bersalah, padahal ibu banyak utang untuk memenuhi gaya hidupnya. Aku yakin itu semua untuk Kasih. Kenapa ibu harus seperti itu pada Mas Hendra. Kenapa ia tega dengan anaknya?

"Sudahlah, kamu mau bekerja di tempatku atau mau bayar utang-utang ibumu?" tanya Linda dengan menghentakkan tangannya ke meja. Mungkin wanita ini kesal selalu diimingi akan dijodohkan dengan Mas Hendra. Aku lihat wajah kebingungan muncul di mata Mas Hendra.

Aku masih menunggu Mas Hendra menjawab dan memberi kepastian pada Linda, semoga saja ia tetap ingin ke kota. 

"Jangan bayarkan utang Ibumu!" teriak suara laki-laki dari arah luar. Semua yang berada di dalam tercengang dan menyorot pandangan ke arah luar.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 19

    Pov Bu Septi Semenjak itulah aku berjanji pada diri sendiri, suamiku tak boleh merantau ke Jakarta tapi kenyataannya pekerjaan yang ia dapatkan selalu berada di Jakarta, tapi ada perjanjian di antara kami berdua, jika ia menikah lagi, maka anak-anak takkan bisa ia dapatkan sekalipun aku mati. Dalam perjanjian, jika aku mati sebelum anak-anak menikah, maka mereka akan ditaruh di panti asuhan.Rasa trauma yang aku alami sejak beranjak dewasa itu, membuatku tak ingin memiliki menantu orang jauh. Terlebih-lebih karena perlakuan ayahku dulu, aku jadi lebih menjadikan anakku, Hendra, adalah orang yang harus sayang dan nurut terhadap semua kata-kataku. Namun, kenyataan ini telah berbeda ketika ia bertemu dengan Irma. Ia berubah, tak lagi menuruti kata-kataku."Bu, Irma hanya ingin Mas Hendra tidak durhaka pada Ibu, makanya aku mengalah, tetaplah menjadi Ibu dari suamiku," pinta Irma yang tiba-tiba turun dari mobil mewahnya.Aku tetap pada pendirian, tidak ingin berbagi Hendra pada wanita ya

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 18

    POV Bu SeptiAku mengambil ponsel yang berada di atas meja. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, aku harus gerak cepat untuk menyusul bapak ke Jakarta."Halo, Linda, kamu sudah di rumah?" tanyaku padanya. "Ada apa Bu? Nggak usah basa-basi," ketusnya."Linda, kamu bisa nolong saya nggak? Belikan tiket pesawat yang menuju Jakarta. Agar cepat sampai ke sana. Suamiku kecelakaan," pintaku. Khayalanku Linda panik ketika mendengar berita ini, tapi kenyataannya ia malah tertawa renyah hingga membuat telingaku sedikit berdenging."Linda! Kenapa tertawa?" tanyaku heran."Ya tertawa lah, anakmu sudah jadi orang kaya, tapi ibunya masih minta-minta," ejeknya. Kemudian telepon ia matikan. Astaga, aku mengelus dada dan menghela napas dalam-dalam.Ini yang dinamakan sudah jatuh tertimpa tangga pula. Aku sudah ditinggalkan, kini bapak kecelakaan."Bu, kita telepon Mas Hendra dan Mbak Irma saja, pasti ditolong!" tekan Kasih.Aku tetap tidak mau, biarkan saja aku kocek tabungan yang sudah kubelikan emas. "

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 17

    POV Bu SeptiAku sudah kepalang tanggung membenci Irma. Meskipun sudah mengetahui bahwa Irma adalah anak orang kaya, sepertinya rasa malu dan gengsi menerimanya sebagai menantu sudah tak mungkin meleleh dari hati ini. Biarkan saja aku suruh Hendra memilih, ibu yang melahirkannya atau wanita yang baru ia temui dalam hitungan tahun."Bu, bisakah Ibu tidak memberikan pilihan? Irma sudah membuka jati dirinya, apa yang Ibu cari lagi? Bukankah selama ini, keinginan Ibu adalah aku menikah dengan orang kaya? Sekarang sudah terkabul, Bu!" Hendra terus menerus membela Irma, aku tak sudi menerima wanita kota itu menjadi menantu. Bisa-bisa nanti aku akan dijadikan pembantu olehnya, seperti yang dikatakan oleh Linda."Pergi kalian dari sini!" Aku usir mereka, orang yang terbilang berkuasa. Namun, karena kekuasaan mereka lah berani membeli Hendra, anakku."Bu, apa Ibu sebegitu membenciku?" tanya Irma. Aku tak menoleh sedikitpun ke arahnya."Irma, sudahlah, sudah cukup kamu tidak usah melanjutkan pe

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 16

    Mas Hendra sudah berada tepat di hadapanku. Ia menatap dengan mata berkaca-kaca. Aku tidak mengetahui apa yang ada di benaknya saat ini. "Mas, maafkan aku," tuturku melas. Berharap ia tidak tersinggung dengan apa yang telah kuucapkan.Kemudian, Mas Hendra meraih tangan papa juga mama. Ia mengecup tangan mereka. Napasku pun sontak berhembus. Lalu aku tersenyum sambil menutup mulut ini dengan kedua tanganku."Pah, Mah, maafkan aku," pinta Mas Hendra. Aku pikir ia akan marah padaku. Namun, kenyataannya Mas Hendra justru minta maaf kepada orang tuaku."Sudahlah Hendra, kami yang meminta maaf, karena telah merahasiakan ini semua dari kamu," jawab papa. "Jadi, ini benar? Pemilik perusahaan yang aku kelola adalah mertuaku?" tanya Mas Hendra dengan mata berkaca-kaca."Kenapa kalian lakukan ini pada kami? Ingin menghina seenak kalian?" sentak mertuaku. Ibu membuat Mas Hendra tiba-tiba menoleh ke arahnya. Kemudian, rasa haru tadi kini berubah menjadi kisruh."Bu! Jangan seperti itu, tolong ja

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 15

    "Periksa saja, Mas. Jika itu kamu sudah tidak percaya kepadaku," jawabku dengan lantang. Mas Hendra takkan melakukan itu, ia sangat mempercayai istrinya."Aku percaya padamu, Sayang. Takkan mungkin kamu curiga padaku," cetusku padanya.Kemudian ia Linda pun merampas tas ku, ia semena-mena mengambil milik orang lain. Tidak ada sopan santunnya."Linda! Kamu tidak memiliki tata krama, merampas tas milik orang lain, itu nggak sopan!" teriak Mas Hendra. Aku hanya terdiam, tak bicara apapun padanya. Pembelaan hanya membuat Mas Hendra justru curiga.Aku lihat dahi Linda mengerut, ia seperti kehilangan cara untuk membuat Mas Hendra kehilangan kepercayaannya padaku. "Bagaimana? Ada bukti untuk menuduhku?" sindirku pada Linda. "Kok nggak ada ya? Bukankah dari rumah kamu ingin membius Bu Septi?" tanya Linda membuatku bertanya-tanya. Itu artinya dia punya mata-mata. Berati ia memang sengaja ingin memfitnahku."Kamu kok bisa bicara seperti itu pada Irma? Apakah ini sengaja kamu lakukan untuk mem

  • Menyadarkan Mertua Pelit   Bab 14

    POV IrmaKetika Mas Hendra berangkat ke kebun, di mana tempat itu adalah sebagai saksi bahwa pengakuanku dan keluarga nanti. Tiba-tiba papa menghubungiku."Irma, datanglah ke kebun, kata Gery, di sana ada ibunya Hendra," pesan papa."Kan memang Papa akan mengumumkan sesuatu di sana, bagus dong jika Ibu tahu?" pungkasku."Tidak begitu, Sayang. Mama tidak setuju, ia ingin kamu tidak cerita terlebih dahulu tentang ini," sahutnya."Jadi apa yang harus kulakukan?" tanyaku pada papa."Ajak Ibu mertuamu pulang, nanti kita bicarakan di rumahnya saja," sambung papa. Kemudian telepon pun terputus.Aku mulai berpikir bagaimana caranya agar ibu mau pulang bersamaku. Sepertinya ia tidak mungkin mau pulang tanpa alasan.Aku siapkan obat bius untuk membuatnya pingsan. Namun, di saat aku mempersiapkan itu semua. Ternyata ibu malah pingsan betulan. Saat itu aku menjadi merasa bersalah. Niat ingin membiusnya malah ternyata ia benar-benar pingsan.Kami semua panik, termasuk Linda yang berada di sampingn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status