Share

3| Pesta Minum Teh

Beberapa hari setelahnya, kediaman Count Ingeborg. Sesuai saran dari Hannah untuk debut pertamanya di dunia sosial setelah bertahun-tahun tidak pernah terlihat setelah perta kedewasaannya, Beatrice akhirnya memutuskan untuk menghadiri undangan pesta teh yang diadakan oleh mawar pergaulan sosial Caroline Ingeborg yang adalah putri semata wayang Count Ingeborg.

"Sebuah kehormatan bagi saya karena Anda bersedia menghadiri pesta minum teh ini Nona Beatrice, kalau begitu mari saya antar menuju taman bunga tempat di mana pesta minum teh ini diadakan," sapa seorang Lady dengan pakaian yang cukup mewah kepada Beatrice yang baru tiba di teras kediamannya.

Dari pakaian dan aura kebangsawanannya saja sudah terlihat jelas siapa yang menyelenggarakan pesta ini. Lady Caroline, seorang Lady yang mendapatkan gelar sebagai mawar pergaulan sosial di usia yang cukup muda. Seperti yang diharapkan darinya, wanita itu menyiapkan pesta teh yang begitu elegan di tengah taman di dalam rumah kaca yang terlihat jelas sekeras apa usaha mereka untuk merawatnya.

"Seperti yang diharapkan dari Nona Ingeborg, sebutan mawar pergaulan sosial sepertinya bukan gelar candaan yang diberikan kepada Anda," ucap Beatrice tepat setelah ia melihat langsung rumah kaca yang dijadikan tempat penyelenggaraan pesta teh ini.

"Terimakasih atas pujian Anda. Namun, gelar itu terlalu berlebihan."

Di tengah taman yang begitu terawat, sekelompok nona bangsawan duduk saling berhadapan di depan meja panjang yang juga menunjukkan dengan jelas status dan tingkatan mereka sebagai bangsawan.

Lalu, ditengah itu semua, duduk seorang Lady dengan status paling tinggi di pesta ini Caroline Ingeborg, kursi utama yang seharusnya diduduki oleh Lady dengan status bangsawan paling tinggi justru ia duduki untuk dirinya sendiri. Padahal sudah jelas siapa yang seharusnya duduk di sana bukan?.

Beatrice De Ingrid, putri kedua Marquess Ingrid, terlihat jelas perbedaan status Caroline yang adalah seorang putri Count dan Beatrice yang adalah putri seorang Marquess. Namun, tampaknya pesta minum teh ini akan menjadi medan perang yang berusaha menjatuhkan Lady polos yang terkenal jarang mengikuti pergaulan sosial karena tubuh lemahnya ini.

"Apakah ada yang ingin Anda katakan Nona Beatrice? Raut wajah Anda tidak terlihat baik," desis wanita setengah ular itu memulai trik kecilnya untuk menjatuhkan Beatrice.

"Ah, saya dengar bahwa tubuh Nona Beatrice cukup lemah, mungkinkah Anda tidak enak badan?"

"Benar, saya juga pernah mendengarnya, sebaiknya Anda tidak perlu memaksakan diri."

Padahal baru beberapa detik pesta teh ini di mulai. Namun, tampaknya para bangsawan itu sudah tidak sabar untuk menjatuhkan Beatrice secepatnya. Jika dilihat kembali, seluruh Lady yang ada di pesta ini adalah para Lady yang bergabung di Fraksi pangeran kedua. Yang artinya, mereka semua memihak Permaisuri Axena.

"Terimakasih atas kekhawatiran kalian semua, tetapi saya baik-baik saja, hanya sedikit khawatir dengan Lady Caroline yang tampaknya salah paham dengan statusnya dan tidak mengetahui etiket dasar tentang posisi tempat duduk di sebuah pesta."

"Jika Anda melakukan kesalahan seperti ini lagi dan duduk di kursi tuan putri, Anda akan mendapatkan masalah yang cukup besar Lady Caroline."

Tepat sasaran, Beatrice menyipitkan matanya menatap rendah putri Count dengan tatapan yang penuh penghinaan. Saat ia menjadi seorang Duchess di masa lalu tanpa mengetahui apapun untuk membalas penghinaan yang dilakukan para bangsawan kepadanya Maximiliant telah bekerja sangat keras untuk mengajari Beatrice melawan para bangsawan yang merendahkannya.

Karena itu, di kehidupan kali ini ia tidak akan hanya berdiam diri saja dan menutup mata atas perlakuan tidak sopan yang ditujukan kepadanya. Melainkan membalas semua perbuatan itu berkali-kali lipat untuk mempertegas kedudukan dan kesenggangan status diantara mereka.

"Sepertinya sudah waktunya saya menghadiri acara lainnya, terimakasih atas undangan Anda, jika Anda menginginkannya saya dapat mengenalkan Anda kepada beberapa guru etiket dasar, Lady Caroline."

Senyap, tidak ada seorangpun yang berani menjawab perkataan Beatrice ataupun menghentikannya untuk meninggalkan pesta teh yang baru saja dimulai itu.

Semua orang diam terpaku menundukkan kepala mereka dengan raut wajah yang kesal dan tidak puas dengan apa yang mereka dapatkan hari ini dari perlakuan Beatrice yang sangat jelas berbeda jauh dari rumornya.

"Bukankah orang-orang berkata bahwa dia adalah gadis polos yang akan diam saja bahkan jika seseorang menyiramkan minuman kepadanya? Lalu apa yang baru saja dia lakukan hari ini?" Semua orang bertanya-tanya di dalam hatinya, sedangkan Beatrice ....

"Sekarang adalah saatnya mencari keberadaan tuan Duke tersayang."

* * *

Kediaman Marquess Ingrid. Hah, hari ini adalah hari yang cukup melelahkan bagi Beatrice setelah kembali ke masa lalunya. Menghadapi segerombolan ular berbisa dan anjing yang hanya menjilat kepada pemiliknya ternyata lebih melelahkan dari yang ia duga.

"Mungkin aku akan beristirahat selama beberapa waktu untuk memulihkan tenagaku," batinnya berjalan masuk ke kediaman.

Namun, masih terlalu awal bagi Beatrice untuk beristirahat sekarang, karena masalah baru akan selalu saja muncul disaat kau selesai menyelesaikan sebuah masalah.

"Nona, Tuan Marquess memanggil Anda ke kantornya."

Ah, apalagi sekarang? Padahal pria itu sangat jarang memanggil Beatrice menemuinya. Yah, dulu mereka memang tidak seperti ini, awalnya Marquess adalah seorang ayah yang sangat menyayangi anak-anaknya. Namun, semuanya berubah sejak Marchioness meninggal dunia.

Marquess Derryl De Ingrid, sosok yang disebut-sebut sebagai pedagang paling sukses di Kekaisaran yang sangat mencintai keluarganya. Mungkin karena rasa cinta yang sangat dalam kepada istrinya, disaat Marchioness meninggal dunia membuat Marquess begitu terpukul hingga sempat mengurung dirinya dari dunia luar selama beberapa tahun.

Dan sejak itu, sikap Marquess berbeda jauh dengan sosok ayah yang ada di dalam ingatan anak-anaknya. Melihat sikap ayahnya yang acuh tak acuh terhadap mereka membuat Axana dapat dengan mudah mengucilkan Beatrice tanpa ada seorangpun yang menyalahkan perbuatannya. Bisa dibilang bahwa penyebab sebagian besar kemalangan Beatrice di rumah ini adalah karena sikap tidak peduli dari ayahnya sendiri.

"Ada apa Ayah memanggilku?" tanya Beatrice tanpa basa basi langsung kepada Marquess yang duduk di meja kerja tepat di depannya.

Pria paruh baya itu tertegun. Putrinya yang selama ini selalu menundukkan kepala dan menyapanya setiap pagi demi mendapatkan sedikit perhatian darinya telah berubah.

"Aku penasaran karena kau tidak terlihat selama beberapa hari ini. Namun, tampaknya kau baik-baik saja." ucap Marquess untuk pertama kalinya penasaran dengan putrinya itu.

Jika itu Beatrice di masa lalu, mungkin saat ini ia akan tersenyum hangat dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja dengan begitu semangat dan polosnya. Namun, saat ini yang berdiri di depan pria itu adalah seorang ibu dari dua anak yang telah mengalami akhir begitu buruk dan kembali ke masa lalu setelah kematiannya.

Beatrice bukanlah gadis kecil yang selalu mengemis perhatian ayahnya lagi. Sekarang ia adalah wanita yang akan menjadikan seluruh Kekaisaran sebagai musuhnya demi keluarga kecil yang sangat ia cintai, dan jika Marquess memilih untuk memihak putri sulungnya yang adalah permaisuri. Maka Beatrice juga tidak dapat melakukan apapun selain melawan keluarga ini.

"Terimakasih atas kekhawatiran Anda, tetapi seperti yang Ayah lihat, saya baik-baik saja."

"Jika tidak ada lagi yang ingin Anda katakan, maka saya permisi untuk kembali ke kamar," pamitnya singkat, tidak ingin berlama-lama di tempat yang begitu menyesakkan ini.

Marquess terdiam, tidak ada yang dapat ia lakukan jika Beatrice memang sangat tidak nyaman berada di sisinya. Namun, entah mengapa perasaannya mengatakan bahwa jika ia tidak mengatakannya sekarang, maka tidak akan pernah ada waktu di mana ia dapat memperbaiki kesalahannya kepada putrinya itu lagi.

"Beatrice, maaf dan kamu sudah tumbuh menjadi sangat mirip dengan ibumu."

Drap Drap Drap!

Beatrice berjalan dengan terburu-buru untuk kembali ke kamarnya. Perasaannya campur aduk. Apa yang baru saja dikatakan Marquess kepadanya? Kenapa pria itu berkata demikian kepadanya? Kenapa?.

"Apa yang harus aku lakukan?"

"Maaf? Bukanlah sudah sangat terlambat baginya untuk meminta maaf sekarang?"

Gadis itu menggerutu di dalam hati. Namun, walau emosi dan kekesalannya meledak dengan begitu dahsyatnya, Beatrice juga tidak dapat menahan rasa haru dan kesedihan di dalam hatinya karena mendengar kalimat singkat yang sangat ia harapkan itu.

Apakah ini mimpi? Semua ini terlalu indah untuk menjadi kenyataan bukan?.

"Hannah, aku ingin beristirahat selama beberapa hari ...." ucapnya segera setelah sampai di kamar dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur.

"Namun, ada beberapa hal yang harus Anda lihat Nona, informasi tentang Duke Kharel yang Anda pinta beberapa hari lalu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status