“Benar. Buk, tapi Ibu Putri tidak perlu khawatir karena penumpangnya semua selamat, dan dalam keadaan baik-baik saja.” Ujar guru yang mendampingi Aldo dalam mengikuti kompetisi.
“Alhamdulillah. Syukurlah, Buk. Jika tidak ada korban jiwa.” Bagai terlepas dari himpitan batu besar.“Bagaimana dengan kompotisi Aldo?” Tanya ku.“Kami terpaksa menyewa angkutan umum untuk melanjutkan perjalanan. Karena bus sekolah yang kami tumpangi tidak bisa lagi melanjutkan perjalanan.”“Seperti itu lebih baik.”“Saya tutup dulu Bu teleponnya. Saya harus menghubungi wali murid yang lain.”“Iya. Buk. Assalamualaikum.”“Waalaikumsalam.”Sibuk berkutat dengan pekerjaan rumah, aku tidak mendengar panggilan dari mas Alfi.Usai melakukan tugas harianku, aku memilih berbaring di sofa untuk melanjutkan pekerjaanku. Pekerjaan yang menghasilkan cuan. Karena aku harus bisa berdiri di atas kaki sendiri, tanpa mengharap kepada mas Alfi.Benar apa kata para emak-emak, pekerjaan yang tidak pernah ada hari libur, ataupun tanggal merah ialah menjadi ibu rumah tangga. Namun betapa sering pekerjaan itu tidak dihargai oleh kaum laki-laki.Begitu Aku membuka handphone, aku melihat sepuluh panggilan tidak 7terjawab dari mas Alfi.Aku yakin pasti berita mengenai Aldo telah sampai ke telinga mas Alfi.Benar saja dugaan ku,[Apakah Aldo ikut serta dalam bus sekolah Kartini yang menuju ke Jakarta?][Kenapa kau tidak menjawab panggilan dariku]Mas Alfi mengirim ku beberapa pesan melalui aplikasi perpesanan. Ternyata ia masih mengkhawatirkan anaknya.Melihat aku yang sedang online, mas Alfi pun kembali menghubungiku. Namun aku enggan untuk menjawabnya.Berdosakah aku yang mengabaikan panggilan dari suami?Aku sengaja memberinya pelajaran. Supaya mas Alfi tahu bagaimana rasanya diabaikan.[Putri. Angkat telpon nya! Aku tidak akan memaafkanmu jika terjadi sesuatu dengan Aldo.] Mas Alfi kembali mengirim pesan kepadaku.‘kenapa baru sekarang kamu mengingatku, Mas? Dari kemarin aku menghubungimu, kamu ke mana aja?’ batinku.No handphone mas Alfi aku blokir. Mungkin dengan cara begini mas Alfi akan pulang.Sesuai dugaanku, dua jam kemudian mobil mas Alfi memasuki pekarangan rumah kami.Mas Alfi mengedor-mengedor secara kasar pintu rumah kami.“Putri buka pintunya!” Teriak mas Alfi. Ia tidak mengucapkan salam.“Putri__ Aku tau kamu di dalam. Cepat buka pintunya, sebelum aku hancurkan.” Mas Alfi terus mengaung Tampa henti di depan pintu rumah kami.Wajar mas Alfi tau jika aku sedang di rumah, karna motor ku terparkir dengan canti di halaman.Sebenarnya, aku tidak ingin bersikap tidak sopan kepada mas Alfi. Namun diketika aku melihat, dengan siapa mas Alfi pulang, langkah ku terhenti. Tubuhku merosot ke tanah.Meski aku tahu, mas Alfi sengaja melakukan itu, untuk membuat aku semakin terluka. Namun, sebagai manusia yang memiliki hati, dan perasaan, pasti akan merasakan yang namanya kecewa, dan terluka.“Maafkan aku mas! Kamu yang memintaku untuk melakukan semua ini.”Usai mengintip sejenak keluar, aku memilih menuju kamar tanpa membukakan pintu untuk tamu yang baru datang.Tidak mungkin aku bertemu dengan mas Alfi dan juga pelakor dalam kondisi menggunakan daster.Aku menggunakan lipstik tak lupa pula blush on dan eyeshadow, juga tak ketinggalan maskara dan eyeliner. Memilih dress pres body, dan kalung liontin untuk menyempurnakan penampilanku.Karena yang datang adalah suamiku jadi aku sengaja tidak menggunakan hijab. Aku lerai rambut ikal nan hitamku, aku bentuk secantik mungkin. Penampilanku telah sempurna layaknya malam pertama kami.Aku sengaja menyemprotkan parfum kesukaan mas Alfi.Dan kalong liontin itu adalah pemberian mas Alfi, hadiah satu bulan hari jadi kami.“Sempurna.” Gumam ku di depan cermin ketika melihat pantulan diriku disana.Aku langkahkan kaki dengan anggun untuk menyambut kepulangan suami tercinta.“Assalamualaikum” Aku menyapa mas Alfi setelah membukakan pintu.Aku melihat mas Alfi meneguk salivanya manakala ia melihat penampilanku.Aku mengambil tangan kanan mas Alfi kemudian mengecup punggung tangan suamiku sebagai tanda hormat. Sekilas aku melirik ke dalam mobil mas Alfi yang kacanya sengaja diturunkan setengah.Seorang wanita cantik duduk di samping bangku kemudi, ia menatap tajam ke arahku.“Ayo. Masuk mas.” Aku mempersilahkan suamiku masuk, kemudian menutup pintu rumah kami. Aku sengaja mengabaikan wanita yang berada di dalam mobil. Karena aku tahu tujuan dan maksud wanita itu.“Kenapa kamu lama sekali membukakan pintu?”“Aku harus berdandan cantik terlebih dahulu untuk menyambut kepulangan suamiku. Tidak mungkin aku menyambut suami tercinta ku, yang lelah bekerja, membanting tulang demi anak istrinya dengan wajahku yang kusut.” Jawabku dengan manja.“Dimana Aldo?”“Minum dulu mas. Kamu kan baru pulang!” Aku sengaja bersikap, seolah tidak pernah terjadi apapun di antara kami.Hanya dengan satu tarikan nafas, mas Alfi menghabiskan satu gelas air mineral.“Aldo ke Jakarta, iya ikut olimpiade matematika. Aku minta maaf mas, karena tidak meminta izin kepadamu. Aku sudah berusaha menghubungimu, Mas. Namun, kamu tidak menjawab panggilan dariku. Aku juga sudah mengirimkan pesan melalui aplikasi perpesanan kepadamu, tapi mas tidak menggubrisnya.”“Aku, sibuk.” Jawab mas Alfi salah tingkah. Ia tidak berani menatap ke arah ku yang sedang menatap lurus ke manik indahnya“Putri tahu. Maka nya Putri memutuskan sendiri. Lagian Aldo hanya mengikuti olimpiade.” jelasku“Kamu tahu tidak, jika bus sekolah Aldo kecelakaan?”“Aldo baik-baik saja. Jika tidak, mana mungkin aku bisa tenang. Guru Aldo sudah menghubungiku. Mereka melanjutkan perjalanan menggunakan angkutan umum.”“Syukurlah jika mereka baik-baik saja. Kamu, semakin cantik.” Mas Alfi menghampiri ku. Dan aku yakin, obatnya sudah mulai bekerja.“Mas,” panggil ku manja. “Kamu tunggu aku di kamar. Adahal yang perlu aku bicarakan.” Aku menyimpan gelas bekas mas Alfi minum terlebih dahulu sebelum menyusul mas Alfi.Tanpa menjawab, mas Alfi pun menuju kamar kami.Iya. Aku menyusul mas Alfi ke kamar kami. Aku harus memastikan jika obat yang aku campur ke dalam air minum mas Alfi, telah bekerja semana mestinya, dan benar sesuai dugaanku, mas Alfi telah tertidur pulas di atas ranjang kami.Aku mengambil ponsel mas Alfi, kemudian men silence panggilan.Aku memilih melanjutkan menulis sambil menantikan panggilan dari seseorang.Aku menghubungi pak ustad di kampung kami, dan memintanya untuk ke rumahku.Sesuai dugaanku, setelah setengah jam menanti, akhirnya wanita itu pun menghubungi mas Alfi.Panggilan pertama, Aku biarkan terlewat.Panggilan kedua, Aku sengaja meng rejectnya.Dan panggilan ketiga. Setelah menunggu beberapa detik, aku pun mengangkatnya. Aku sengaja berdesah-desah manja kemudian memutuskan panggilan sepihak.Ponsel mas Alfi kembali bergetar, namun aku sengaja menonaktifkannya.Sebagai wanita dewasa, dia pasti tahu apa yang sedang kami lakukan. Terlebih mas Alfi sudah sebulan lebih tidak pulang.Kegilaan Sang Mantan“Ketahuilah wahai mantan, memaafkan itu bukan berarti melupakan. Aku memang sudah memaafkanmu, tapi bukan berarti aku melupakan semua perlakuan yang pernah kau lakukan kepadaku. Pengkhianatanmu itu tidak akan pernah terlupakan, bahkan hingga nyawa berpisah dengan raga sekalipun. Tidak ada hal yang paling menyakitkan di dunia ini melebihi sebuah penghianatan,” sarkasku.Mata ini memancarkan gejolak amarah di dalam kalbu.“Tidak semuanya salahku, Put. Andai Kau mau sedikit berbaik hati dan sikap lembutmu itu benar adanya tanpa dibuat-buat, aku pasti tidak akan meninggalkanmu. Namun, kamu tak sebaik yang aku kira, Kau sengaja mencampurkan obat perangsang dan obat tidur ke dalam minumanku dan menyuruhku menandatangani semua berkas itu disaat aku hilang kendali dengan dalih berkas milik anak-anak yang membutuhkan tanda tanganku.” Ujarnya. Raut kecewa tercetak jelas di wajahnya.Pastilah dia sadar setelah semua yang terjadi, tapi tidak apa-apa karena tetap akulah yang
Diluar prediksi BMKG Ternyata semua tak sesuai ekspektasiku yang terlalu berlebihan. Lelaki yang sudah menjadi mantan suamiku itu, kini berlutut di hadapanku dengan wajah memelas.Syok, itulah yang saat ini kurasakan. Kira-kira apalagi yang ia inginkan dari diri ini?Aku melongo di tempat tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Tidak menghentikan aksinya tidak boleh membenarkan apa yang ia lakukan. Dalam sekejap perbendaharaan kosa kata ku hilang tak bersisa.Mas Alfi mencoba meraih tanganku, tapi secepat kilat aku menarik tanganku dan menjauh dari jangkauan tangan laknat Sang mantanku itu.Dia menunduk sejenak, memasang wajah penuh penyesalan. Dengan gerakan slow motion Ia mengangkat kepalanya, menatap ke arahku, tatapan yang sulit untuk di artikan.“Maafkan aku Put! Bisakah kita memulai semua dari awal? Aku tahu aku salah, aku tahu aku sudah begitu menyakitimu, melukai perasaanmu dan juga anak-anak. Namun, setiap manusia pasti memiliki kesalahan, karena no body is perfect. Di setiap k
Hari yang terus bergulir dari waktu ke waktu. Banyak cerita yang kita lalui, ada luka dan juga bahagia di dalamnya.Beberapa hari belakangan ini hidupku cukup damai karena tidak ada yang menerorku dan tidak ada pula yang membuntutiku seperti beberapa hari yang lalu.Aku menjalani rutinitasku sebagaimana biasa. Pagi hari mengantar kedua buah hati menuntut ilmu, dan setelah itu lanjut ke kantin untuk mengumpulkan kepingan-kepingan rupiah.Mas Farid dan Lucas juga sering bertukar kabar denganku. Malam minggu ini aku mendapat undangan makan malam bersama Lucas. Entah mimpi apa bocah itu hingga mengajakku makan malam berdua saja, dan lebih anehnya lagi, katanya Mas Farid akan mengajak Aldo dan Aris ke fun game.Membinggokan tingkah dua serangkai itu. Entah kejutan apa yang mereka rencanakan?Alasan mas Farid mengajak Aldo dan abis main, karena dia tidak bisa ikut kami healing weekend ini, cukup masuk akal.Sementara alasan Lucas mengajakku makan malam berdua karena ada hal penting yang i
HebohAku terperangan mendengar jawaban dari Putra sulungku itu. Dia memang selalu membuat aku Culture shock. Belum hilang syok yang semalam, sekarang ia kembali membakit adrenalin dalam diri ini.Aku sudah tidak lagi menimpali Aldo karena berdebat dengannya yang ada hanya akan menguras energiku saja. Pasti akan ada saja alasan darinya. Aku memilih masuk ke dalam mobil dan menunggu mereka di sana.Anakku Memang sudah benar-benar gede sekarang. Anak seusia Aldo memang usia yang lagi gila-gilanya anak mencari jati diri. Mereka selalu penasaran dengan semua hal dan selalu ingin mencoba semua hal baru.Berawalnya kenakalan remaja itulah ketika anak-anak seusia Putra sulungku. Aku memijat pelipis, membuang nafas kasar, aku harus semakin memperbanyak stok kesabaranku dalam menghadapi tingkah anak yang mulai menginjaki usia remaja ini.Tidak boleh terlalu dikekang dan juga tidak boleh terlalu dibebaskan karena kedua hal itu akan berakibat fatal bagi anak-anak seusianya.‘Ya Allah, bimbing a
Tingkah Aldo Setiap sebulan sekali aku memang selalu mengadakan jalan-jalan bersama dengan para karyawanku. Tujuanku untuk mempererat hubungan emosional diantara kami, selain partner kerja. Mereka selalu antusias setiap kali kami melakukan trip. Aku bangga karena Kami selalu bisa bekerja sama dalam tim. Mereka sering curhat denganku. Mereka juga selalu berdiri di gardan terdepan setiap kali ada orang yang mengusikku. Karena adanya mereka Reno tidak pernah menemuiku di rumah sakit. Lelaki itu trauma karena pernah diulti oleh para karyawanku. “Put, aku ikut,” ucap Lucas. “Oke. Jam 08.00 harus sudah stand by di sini,” jawabku. “Om baik nggak ikut?” tanya Aris penuh harap. Aku melihat mas Farid hanya diam saja ketika Lucas sibuk berceloteh tentang rencana healing kami minggu depan. ”Om baik enggak bisa ikut, ya?” Tanya Aris penuh perhatian. Mas Farid mengulas senyuman tipis sebe
Reno kena ulti“Ada apa sayang? Apa tamunya mencari Om?” Tanya Mas Farid yang sudah berdiri di belakang Aldo.Aku tersadar dari lamunan ketika bariton seksi itu masuk ke dalam indra pendengaranku.Reflek tanganku terulur ke dada, merasakan detak jantung yang tidak seperti biasanya.“Paman ini menanyakan Om,” jawab Aldo.Iris hitamnya menatap tajam ke arah Reno, mengintimidasi, lalu dagunya terangkat seolah bertanya ada keperluan apa lelaki itu mencari dirinya.Reno meneliti penampilan Mas Farid dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Reno menelan salivanya secara paksa. Pasti setelah ini ia akan mundur alon-alon karena tidak mungkin bersaing dengan pria yang memiliki kharisma awut-awutan seperti Mas Farid.“Selamat malam,” ucap Reno kiku. “Malam! Ada keperluan apa anda mencari saya?” tanya mas Farid to the point. Aku yakin pemilik mata hitam legam itu sengaja memojoki Reno.“kenalkan aku Reno, pamannya Aldo.”“Oh, paman Aldo? Ada keperluan apa mencari saya? bukannya Aldo ada di dep