Home / Romansa / Merebut Suami Pelakor / Aku yang Kamu Selingkuhi!

Share

Aku yang Kamu Selingkuhi!

Author: Mustacis
last update Last Updated: 2022-02-16 05:16:52

Bagus menoleh pada Nayna lalu mendelik kesal.

 “Aku sudah telat, Nay.” Ia menghampiri Nayna dengan cepat lalu merebut bungkusan di tangan sang istri. “Nggak basah ‘kan bajunya?” 

Mas Bagus bahkan tak repot-repot menanyakan keadaannya yang setengah basah.

Mungkin baru kali ini Mas Bagus kesal padanya perihal pakaian, karena sejak dulu Nayna selalu mengurus pakaian Mas Bagus dengan baik. Jika ia mengambek dan pulang ke rumah ibunya pun tidak sampai berhari-hari. Biasanya hanya semalam dan akan pulang besok paginya.

“Kenapa terlambat kamu! Saya bilang ‘kan cepetan.” Kedua alis Ibu yang rapi hasil sulaman bergerak-gerak seiring dengan matanya yang melotot-lotot. Sanggup membuat Nayna ciut.

“Tadi hujan deras banget, Bu.”

“Aduh, pantas baju kamu basah. Airnya nggak kena lantai, kan? Barusan habis saya pel loh!”

“Maaf, Bu.” Nayna menunduk pahit.

“Ya udah, ganti baju sana. Bagus sudah sarapan, tapi bukan berarti kamu boleh santai! Di dapur banyak piring. Kamu habis liburan ‘kan di rumahmu nggak ngerjain apa-apa?”

Nayna menatap lantai dengan sayu. Berulang kali kata sabar itu mampir di benaknya seperti mantra.

Ia mengikuti Mas Bagus masuk ke kamar paling ujung. Di sana ada beberapa daster yang ia tinggalkan manakala jika sedang menginap di rumah Ibu.

Sedang Mas Bagus membelakanginya untuk memakai pakaian. Sama sekali tak terlihat tanda-tanda rasa bersalah dari sikapnya.

“Mas?” panggil Nayna. Dia hanya ingin bicara dengan laki-laki itu.

Ia selalu mengingat nasehat Bapak bahwa semua permasalahan dalam rumah tangga bisa diatasi dengan komunikasi yang baik. 

Apapun masalahnya, diskusikan dengan pasanganmu agar tidak terjadi kesalahpahaman karena kita sangat suka mengambil kesimpulan sendiri tanpa tahu sudut pandang dari pasangan.

Mungkin karena itu, rumah tangga Bapak dan Ibu langgeng dan hanya maut yang memisahkan mereka.

Mas Bagus berbalik setelah pakaiannya terpasang sempurna. “Apa?” Lelaki itu memberikan tatapan datar kepada Nayna.

“Aku ingin kita bicara?”

Serta merta kening Mas Bagus berkerut dan raut wajahnya menjadi masam. 

“Bicara apa sih? Kamu yang nggak mau dengar penjelasan aku waktu itu, tapi kenapa sekarang kamu yang ngotot bahas masalahnya?”

Nayna maju dengan langkah gontai. Hatinya mulai meradang. “Aku melihat kamu di kamar hotel dengan perempuan lain tanpa pakaian, Mas. Seharusnya kamu memberikan penjelasan atau minta maaf bukannya bersikap seperti anak kecil begini.”

“Apa? Anak kecil? Yang kabur dari hotel dan nggak mau mendengar aku itu kamu! Aku cuma pulang ke rumah ibuku untuk menenangkan diri. Kamu pikir cuma kamu yang tersakiti di sini?”

“Kamu juga tersakiti? Dari mananya?” Nayna menatap tidak habis pikir. “Aku yang kamu selingkuhi!” Sebisa mungkin ia pelankan suaranya, tak ingin terdengar sampai ke luar.

Mas Bagus terdiam dengan sorot mata yang teramat kesal. Ia mendengus sebelum melirik arlojinya. “Aku sudah terlambat!” Ia mengambil tas kerjanya di atas ranjang lalu keluar kamar dengan derap langkah marah.

Terkadang Nayna tidak tahu cara mendiskusikan masalah dengan Mas Bagus. Lelaki itu tak pernah ingin mengaku salah. Masalah akan selesai jika Nayna mendiamkannya dan bertingkah seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa.

Mas Bagus tidak ingin menjadi orang yang bersalah. Dia hanya diam jika melakukan kesalahan dan balik menyalahkan Nayna jika Nayna sudah mengungkit kesalahannya.

Nayna biasanya memakai cara ampuh dengan diam dan memaafkan kesalahan-kesalahan kecil lelaki itu. membiarkan permasalahan di antara mereka selesai begitu saja tanpa diskusi.

Tapi kali ini, masalah yang menyangkut kesetiaan rumah tangga mereka tak bisa diselesaikan dengan diam saja dan bertingkah seolah tidak terjadi apa-apa.

Nayna perlu tahu alasan Mas Bagus menduakannya.

*** 

Nayna mengerjakan semua pekerjaan yang diminta oleh ibu mertuanya, ralat ibu Mas Bagus itu tidak pernah meminta, tapi menyuruhnya dengan paksa. 

Semua sudut rumah Ibu sudah rapi dan kinclong ketika Randy, adik Mas Bagus yang pengangguran keluar dari kamar dengan rambut berantakan dan hanya memakai boxer. 

Lelaki berumur dua puluh dua tahun itu mengambil air di dispenser dan tak peduli saat air dari gelasnya tumpah-tumpah dalam langkahnya menuju meja makan. Lantai yang sudah Nayna bersihkan kembali basah.

Nayna menghela napas.

Randy membuka tudung saji lalu merosotkan bahu lemas. “Kok tempe, Bu!” 

Ibu yang sedang membereskan kamar Randy berteriak dari dalam kamar. “Ayam yang Ibu beli kemarin dimakan sama mas kamu! Udah makan itu aja!”

Nayna bersyukur Ibu tidak menyuruhnya membereskan kamar bujang pengangguran satu itu karena di dalam sana sangat berantakan dan menguarkan bau tidak sedap, persis seperti aroma kakek-kakek jompo pesakitan.

Nayna mengintip di balik pintu kamar Randy. “Bu, saya pulang dulu ya. Semuanya sudah saya kerjakan.”

Ibu yang sedang memukul-mukul kasur dengan sapu lidi menatapnya heran. “Lho, nggak nungguin Bagus pulang? Gimana sih! Kan saya bilang suami itu mesti dibujuk-bujuk, dirayu-rayu, dimanjain. Gimana bisa punya anak kalau kamu nggak peduli begitu?”

Diam-diam Nayna menarik napas mencoba lebih sabar. Dia yang diselingkuhi kenapa dia yang harus membujuk Mas Bagus?

“Lebih baik sekarang kamu pergi belanja, beli ayam dan sayur, masakin buat suami kamu nanti kalau pulang kantor. Dia pasti capek.”

Nayna menunduk. “Saya nggak punya uang lagi, Bu.” Cuma tersisa ongkos untuk pulang.

Tahu-tahu Ibu menghempaskan sapu lidi ke atas kasur dengan kasar sampai Nayna terlonjak kaget. 

“Gimana sih kamu! Kamu apakan gaji suami kamu? Ya pinter-pinter ngaturnya! Jangan dibelikan yang macam-macam. Terus sekarang gimana? Mau belanja pake apa kamu?”

Belum sempat Nayna membalas perkataan Ibu, Randy sudah menengadahkan tangan di sampingnya.

“Bu, aku mau beli kuota. Abis nih.”

Ibu mencebik. “Ibu nggak punya uang! Tahan dulu sampai mas-mu pulang.”

Lalu meminta uang lagi pada Mas Bagus? Nayna sangat yakin pegangan Mas Bagus juga sudah habis, malah seringkali lebih dulu habis ketimbang uang yang dipegang Nayna.

“Ya elah, Bu. Masih lama pulangnya. Ini baru jam satu. Mau push rank lagi nih.”

“Kamu itu! Game mulu kerjaannya. Cari kerja sana!”

“Iya nanti, santai aja. Nanti juga dapet kerja kok. Mana uangnya, Bu?”

“Udah Ibu bilang nggak ada.”

“Waduh. Mbak, ada duit nggak?” Dengan tidak tahu malunya, Randy balik menengadahkan tangan pada Nayna.

Nayna menggeleng. “Nggak ada, Ren.”

“Yah, gimana sih nggak ada semua.” Randy menggaruk kepala. “Sepeser pun nggak ada?”

Nayna tak menjawab.

“Kamu ke sini pake apa?” tanya Ibu, wajah glowing berminyak hasil skincare-nya masih saja bengis. 

“Ojek, Bu.”

“Nah, tuh kan ada. Pelit banget kamu. Gaji suami mau dihabisin sendiri!”

“Adanya cuma sepuluh ribu, Bu. Untuk ongkos pulang nanti. Aku nggak bisa jalan kaki, panas banget di luar.”

Matahari sedang terik-teriknya dan Nayna yakin sandal jepitnya yang hampir putus benar-benar akan putus saat ia sampai rumah.

“Aduh! Bilang dong kalau masih ada! Mana sini.” Ibu menodongkan tangan. 

Dengan berat hati Nayna mengeluarkan selembar uang dari dalam saku dasternya.

“Sepuluh ribu mana cukup, Bu?”

“Diem aja kamu! Cari sisanya di kamar mas-mu sana. Mana tahu ada yang keselip.

Ibu merebut uang lecek yang masih ada dalam genggaman Nayna, lalu memberikannya kepada Randy. “Nih!”

Randy menerima dengan wajah masam dan masuk ke kamar Mas Bagus.

Padahal sedikit pun Nayna tak pernah menggunakan gaji Mas Bagus untuk keperluannya sendiri. Setengah dari gaji lelaki itu selalu Ibu ambil, tak jarang Randy dan adik Mas Bagus yang masih SMP meminta uang kepada mas mereka.

Nayna selalu tak habis pikir. 

Ia hanya bisa tersenyum kecut memikirkan nanti dia akan pulang dengan berjalan kaki lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
hei njing,, g gini juga konsep sabar. tolol,dungu,bego,bodoh koq diborong semua njing. mampus ajalah kau njing
goodnovel comment avatar
Dian Rahmat
sabar bukan berarti pasrah saat dihina & dibudakin. klw itu mah namanya bodoh bin tolol.
goodnovel comment avatar
Yoelanda89
Nayna gobloknya kebangetan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Merebut Suami Pelakor   EXTRA PART - Terima Kasih, Sayang

    EXTRA PARTTerima Kasih, Sayang. “Mereka seenaknya narik rambut dan meludahi wajah aku kalau kesel. Memangnya aku ini apa?” Bibir Lisa bergetar-getar, menahan diri untuk tak berteriak dan tetap berbisik. Sedang Bagus di sampingnya mengusap wajah frustrasi. “Aku sering ditampar di sel. Disebut tukang selingkuh dan mau ngebunuh istri. Mereka begitu karena ada beberapa yang ditangkap karena mencuri untuk ngasih makan istri dan anak.” Ini adalah ketiga kalinya mereka bertemu dalam pembinaan para napi. Napi pria dan wanita digabung dalam satu aula untuk mendengarkan bimbingan yang diadakan setiap tahun. Sudah tiga tahun berlalu dan kehidupan di dalam penjara tidak pernah baik-baik saja untuk mereka. Ada saja napi lain yang kurang ajar dan sok berkuasa. Rasanya seperti di neraka. Jika Lisa tahu kehidupan di penjara akan sesulit ini, maka ia akan menahan diri untuk tak selingkuh dengan Bagus dan memilih setia. Setidaknya biarpun sibuk, kehidupan pernikahannya bersama Rama selalu baik-bai

  • Merebut Suami Pelakor   Lamaran (END)

    Satu tahun kemudian. Nayna mengerutkan kening saat Vina masuk membawa beberapa kantong besar yang entah isinya apa. Raut wajahnya terlihat antusias. Sudut bibirnya terus terangkat ketika ia mengeluarkan isi dari semua kantong yang dibawanya. Ada aneka macam kue dan makanan. Hidangan yang sangat banyak. Vina bahkan bersenandung sambil sesekali tertawa sendirian. “Abis mimpi bagus, ya, Vin?” Nayna mendekat, mengintip isi dari mangkuk-mangkuk plastik yang dikemas rapi itu. Selama dua bulan terakhir, Vina seringkali mengadakan pesta kecil-kecilan untuk merayakan mimpinya, seperti mimpi menang lotere, mimpi gendong keponakan, atau mimpi masuk surga. “Yah … bisa dibilang begitu.” Vina cengengesan. “Kali ini mau ngundang siapa lagi?” Setiap kali ia merayakan mimpinya, Vina pasti mengundang orang lain untuk berbagi. Entah itu anak yatim, para tukang ojek, tetangga, ataupun teman-teman seprofesinya dulu. “Teman lama.” Senyum Vina kian lebar dengan mata menerawang. Nayna menggulung

  • Merebut Suami Pelakor   Jawaban untuk Rama

    Pengacara Alif Trisakti yang mendampingi Nayna mengucapkan selamat kepada mereka berdua karena telah memenangkan persidangan dan kedua terdakwa sudah dihukum seberat-beratnya. Ruangan sidang itu senyap. Helaan napas yang tegang dan lega bersahut-sahutan. Nayna menatap kosong dua punggung yang melemas di depan sana setelah menerima berita hukuman mereka. Mungkin Nayna merasakan kelegaan seperti yang dirasakan Vina yang duduk di sampingnya, tapi lebih daripada itu, ada perasaan nanar yang menghinggapi. Hanya karena nafsu sesaat, kedua orang itu benar-benar hancur, orang-orang yang ada di sisi mereka, yang mencintai mereka dengan tulus juga ikut mereka hancurkan. Hanya gara-gara nafsu sesaat itu, Nayna harus hadir di tempat ini, berjalan sejauh ini, dan bertindak sebesar ini. Di sisi deretan meja yang lain, ia mendengar sesenggukan dan teriakan protes dari Mirna. Ujung jarinya menunjuk-bunjuk hakim dan berusaha menggapai Bagus. Sesekali memelototi Nayna dengan mata memerah.“Anak say

  • Merebut Suami Pelakor   Langkah Balas Dendam Terakhir

    “Kamu bisa menemui pengacara bersama saya?” Rama bertanya keesokan harinya. Alih-alih menelepon, ia malah datang sendiri dengan baju rapi seolah sudah siap mengantar Nayna ke suatu tempat. Kemarin pagi setelah sarapan, Rama pulang dan tidak kembali lagi. Dia hanya meminta izin kepada Pak RT untuk menginap sampai Nayna sedikit membaik. “Hanya sekali. Setelah itu saya akan urus sisanya.” Sepertinya Rama mengerti ekspresi keberatan di wajah Nayna. “Pengacara untuk membela saya dan membuat Lisa dihukum?” Nayna mengernyit. Bukankah itu terlalu ikut campur? “Bahkan tanpa pengacara pun, Lisa dan Bagus sudah bisa dihukum.” Mata Nayna seolah bertanya, ‘lalu kenapa kamu sendiri yang menyodorkan pengacara pada saya?’ Dan Rama mengerti arti tatapan itu. “Anggaplah sebagai pembalasan dendam terakhir. Lisa akan sangat marah jika melihat saya ada di pihak kamu.” “Kamu yakin?” “Saya juga ingin sedikit memberikan pelajaran. Dia sudah mengkhianati kepercayaan saya.” Jika alasan rasional itu m

  • Merebut Suami Pelakor   Pendekatan

    Jantung Nayna berdebar cepat. Ia terpaku di hadapan Rama tanpa mampu menjawab ajakan pria itu. Mata Rama masih memandangnya dengan tatapan sayu.“Oh, mau salat bareng? Gue ikut, ya?” sahut Vina yang baru saja keluar dari kamar mandi.Rama memberikan tiga anggukan lalu bangkit dari sofa, melewati Nayna begitu saja tanpa menunggu jawaban wanita itu. Ia berjalan menuju kamar mandi sambil menggulung lengan kemejanya. Sekarang Nayna tahu seperti apa aroma parfum pria itu. Wanginya seperti kayu manis, sepat, dan menusuk hidung, tapi berkesan dalam indra penciuman Nayna. Nayna menghela napas, duduk di sofa yang ditiduri Rama. Masih hangat dengan jejak Rama yang tertinggal. Nayna belum mengucapkan terima kasih. Setidaknya dia harus jadi orang yang tahu diri karena Rama sudah repot-repot merawatnya. Nayna masih sibuk dengan pikirannya ketika pintu kamar mandi terbuka. Rama keluar dengan wajah dan rambut yang basah. “Bisa wudhu?” Nayna tidak mengerti mengapa dia sampai menahan napas. "Bisa

  • Merebut Suami Pelakor   Mau Salat Bareng?

    Sekujur tubuh Nayna terasa remuk redam. Kelopak matanya berat untuk terbuka. Tenggorokan yang terbakar dan kepala yang pening, tapi ia tetap berusaha membuka mata.Langit-langit yang temaram menyambutnya beserta suara dengkuran halus di samping. Ia menemukan Vina yang meringkuk menghadap ke arahnya. Ah, sepertinya dia jatuh sakit dan merepotkan Vina. Padahal Vina-lah yang mesti dirawat. Samar-samar Nayna mencium aroma parfum yang tertinggal, yang akhir-akhir ini sering kali dia cium. Terendus seperti wangi Rama. Apa hanya perasaannya?Nayna memaksakan diri untuk bangun. Sepertinya dia sudah lama berbaring sebab punggungnya terasa kebas. Ia hanya ingat Vina yang menyuapinya bubur beberapa kali. Mendongak, Nayna melihat jarum pendek pada jam dinding mengarah pada angka empat. Berarti sudah Subuh. Berapa lama ia terbaring sakit?Napasnya masih sedikit berat, tak sengaja ketika ia mengembuskan napas, Nayna menemukan kakinya yang dibalut dengan perban baru dan lebih tebal. “Nay? Kamu ba

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status