Share

Bab 2. Memilih Menyerah

Auteur: Michaella Kim
last update Dernière mise à jour: 2025-10-07 02:46:31

Sophia menggelengkan kepalanya perlahan dengan air mata telah lebih dulu mengalir di pipinya. Dia berdiri di depan sang suami yang memandangnya dengan sorot mata dingin dan penuh kebencian. Pria yang selama ini dia cintai kini menjadi sosok yang asing baginya.

“Aku tidak kenal pria itu, Lucas ... aku bersumpah atas nama apa pun yang kau percaya,” ucap Sophia lirih, dengan nada yang putus asa, “Jangan menceraikan aku. Aku mencintaimu.”

“Stop! Aku muak mendengar omong kosongmu!” bentak Lucas dengan suara menggelegar yang menggema di seluruh kamar. Sorot mata pria itu begitu tajam, dan penuh kebencian. Ini adalah tatapan yang sebelumnya tidak pernah dia berikan pada sang istri.

Sophia menangis, dengan bahu yang naik turun bergetar memegang selimut tebal yang masih membalut tubuh polosnya. “Lucas, aku mohon,” isaknya dengan nada putus asa.

“Berhenti mengemis padaku. Aku muak denganmu, Sophia! Sekali pengkhianat akan tetap menjadi pengkhianat! Kau tidak jauh beda dengan wanita rendahan di luar sana!” tegas Lucas penuh penekanan, dan kebencian mendalam.

Sophia mundur selangkah, terkejut oleh kerasnya suara itu. Namun, dia tidak menyerah. Meski hatinya terkoyak oleh kata-kata Lucas, dia masih berusaha mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.

“Lucas—” Sophia berusaha mengeluarkan suara lagi, tetapi kali ini dia menatap nanar sang suami yang sudah berbalik meninggalkannya. Sementara dirinya kini terduduk di tepi ranjang dengan tubuh lunglai dan wajah bersimbah air mata.

***

Lucas pergi meninggalkan mansion-nya dengan aura wajah menunjukkan rasa marah dan kecewa. Otaknya kini tak mampu berpikir jernih akibat kekecewaan yang diberikan Sophia. Detik itu, dia merogoh saku celana, mengambil ponsel, dan langsung mencari kontak Axl, asisten pribadinya yang sudah bekerja dengannya bertahun-tahun. Setelahnya, menekan tombol hijau.

“Axl, cari tahu tentang foto yang kukirim barusan. Temukan siapa yang mengirimkannya, dan pastikan kebenarannya. Aku ingin tahu semua dengan lengkap,” ucap Lucas dengan nada tegas, penuh penekanan.

“Baik, Tuan. Saya langsung selidiki sekarang juga,” jawab Axl sopan.

Ya, sebelum kepulangan Lucas, ada yang mengirimkan foto-foto di mana Sophia dekat dengan pria lain. Awalnya, dia tak percaya, tetapi setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri Sophia tidur dengan pria lain, membuatnya seperti berada di bara api.

Lucas masuk ke dalam mobil setelah mematikan telepon, lalu melajukan kendaraan menuju kantor. Sepanjang jalan, pikiran pria tampan itu terus memutar ulang gambar yang dia lihat dalam foto itu—gambar yang menusuknya lebih dalam daripada pisau di punggung.

Sophia—istri yang selama ini dia cintai dan percayai ternyata seorang pengkhianat. Dalam foto itu terlihat bersama seorang pria asing, wajah mereka jelas, dan keduanya terlihat sedang bergandengan tangan di sebuah kafe yang tampak romantis.

“Ah, sial!” umpat Lucas kemudian memukul kemudi, karena emosi yang masih belum stabil. “Bisa-bisanya kau mengkhianatiku seperti ini, Sophia! Apa kurangku padamu, hah?!” teriaknya lalu menambah kecepatan laju mobilnya agar segera tiba ke kantor karena sudah tidak sabar ingin tahu kebenarannya.

Kemarahan membentang. Rasa kecewa semakin menelusup ke dalam diri. Mobil yang dilajukan Lucas melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Amarah membuatnya tak lagi bisa terkendali. Bahkan dia tak peduli pada nyawanya sendiri. Fakta yang dia lihat membuatnya seakan sudah mati.

Setibanya di kantor, Lucas langsung menuju ruangann tanpa menyapa siapa pun. Pun, Axl segera menyusul Lucas, seraya membawa beberapa berkas dan ponsel di tangannya.

“Tuan, saya sudah dapat informasinya.” Axl membuka percakapan dengan nada hati-hati. Dia tahu betul situasi ini adalah ranjau emosional.

Lucas menatap dingin wajah Axl yang berdiri di hadapannya. “Katakan semuanya! Informasi apa yang kau dapatkan?!” desaknya penuh dengan rasa kesal.

Axl membuka berkas, mengeluarkan beberapa cetakan foto dengan kualitas tinggi dan satu laporan investigasi ringkas. “Foto ini dikirim dari alamat email anonim, tapi setelah ditelusuri, pengirimnya menggunakan jaringan umum dari sebuah kafe di pinggiran kota. Kami belum bisa mengidentifikasi pengirim secara pasti, tapi satu hal yang bisa saya pastikan.” Asisen Lucas itu menjeda sebentar ucapannya, lalu menyerahkan foto itu ke tangan Lucas. “Foto ini bukan hasil editan. Ini foto asli, tidak ada tanda-tanda manipulasi digital. Lokasinya sudah saya verifikasi—sebuah kafe bernama ‘Lunaris’ di pusat kota. Tanggal dan waktu dalam metadata foto sesuai. Dan … orang yang ada dalam foto itu benar-benar Nyonya Sophia, istri Anda, Tuan.”

Lucas terdiam, dengan raut wajah sangat terlihat rahangnya yang mengeras. Mata pria tampan itu menatap tajam ke arah foto yang kini berada di tangannya. Di sana, dia melihat Sophia—dengan senyuman yang pernah dia cintai—tersenyum manis kepada pria yang duduk di depannya. Mereka tampak nyaman, terlalu nyaman.

Kepalan tangan Lucas mengepal dengan keras dan kencang. Dada yang semula panas oleh emosi kini menjadi dingin oleh kekecewaan yang membatu. Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan rasa hancur yang dia rasakan saat itu.

Setelah beberapa menit hening, Lucas kemudian berdiri. Mata pria itu masih menatap foto itu dengan pandangan tajam. “Terima kasih, Axl. Kau boleh keluar,” tegasnya meminta sang asisten pergi.

“Baik, Tuan. Saya permisi.” Axl meninggalkan ruangan, membiarkan Lucas dalam keheningan yang mencekam.

“Berengsek! Sialan kau, Sophia!” teriak Lucas keras seraya melayangkan tinju ke dinding. Lagi, dia membiarkan dirinya terluka. Dia melampiaskan segala kekecewaan di dalam dirinya. Pukulan keras itu tak sebanding dengan luka hati yang dia dapatkan.

***

Sore itu, Lucas kembali ke mansion dan dengan langkah lebarnya masuk ke dalam kamar. Dalam raut wajah emosi, dia tergenggam erat foto yang tadi diberikan Axl. Dia masuk ke dalam mansion tanpa bicara kemudian membuka pintu kamar dan menemukan Sophia yang sedang duduk di lantai tengah menata pakaian ke dalam koper besar berwarna cokelat tua.

Lucas memandang wanita itu beberapa detik, lalu tanpa sepatah kata pun melemparkan foto tersebut ke hadapan Sophia, hingga lembarannya terjatuh mendarat tepat di lantai tepat hadapan Sophia.

“Ini, yang disebut tidak berkhianat?!” ucap Lucas dengan lantang. “Bahkan kau sudah berniat pergi dari rumah ini. Mengemas semua pakaian lalu kembali pada pria gila itu. Iya?!” lanjutnya lagi keras, dan menusuk tajam.

Sophia menoleh pelan, melihat foto yang kini terbuka dengan jelas—wajahnya sendiri bersama pria asing itu. Tampak wajahnya memucat kala melihat foto tersebut. Dia mengadahkan kepalanya dengan pelan menatap sayu wajah sang suami.

“Itu bukan aku, Lucas …,” kata Sophia dengan nada lemah. “Harus berapa kali aku katakan bahwa itu bukan aku? Aku sudah bilang, aku tidak ingat apa pun. Aku tidak tahu siapa dia … aku sudah menjelaskan semuanya … tapi kau tidak mau mendengarkan,” lanjutnya dengan nada lirih.

Lucas kali ini diam, bukan karena tak mau berkata, tetapi ingin melihat tangis palsu sang istri. Dia merasa benar-benar bodoh, telah ditipu oleh seorang wanita yang memberikan cinta palsu untuknya.

Sophia menarik napas dalam, menenangkan dirinya. Lantas, dia menutup koper yang telah dia isi separuh. Dia kembali menatap Lucas dengan mata yang tak lagi berbinar, hanya menyisakan kesedihan dan kehilangan.

“Aku mengemasi barang-barangku, karena aku yakin kau tidak percaya padaku. Sekeras apa pun aku menjelaskan, kau akan tetap tidak mau percaya. Aku ingin memperjuangkan rumah tangga kita, tapi kalau hanya aku yang berjuang, sedangkan kau tidak, maka semua akan sia-sia.”

“Lucas, aku tahu aku bukan wanita yang sempurna. Tapi, aku berani bersumpah demi apa pun aku tidak mungkin mengkhianatimu. Kau adalah pria yang sejak dulu bahkan sampai kapan pun aku cintai. Hanya saja, kalau kondisi sudah seperti tidak ada yang bisa aku lakukan selain menyerah.”

Sophia menatap dalam Lucas, dengan sorot mata yang memancarkan jelas kekecewaan. Dia sama sekali tidak ingin menyerah, tetapi suaminya yang begitu dia cintai saja tidak percaya dengan segala penjelasannya. Itu dia merasa percuma jika hanya berjuang sendirian.

“Aku pergi. Aku sadar ini bukan tempatku. Jaga dirimu baik-baik, Lucas,” ucap Sophia lirih, dan memilih untuk menggeret kopernya, berjalan dengan langkah pelan meninggalkan tempat tinggal yang dulunya menjadi tempat dirinya merasakan kenyamanan. Bukan karena kemewahan, tapi karena tempat tinggalnya ada sang suami yang dia cintai.

Tubuh Lucas membeku di tempatnya, menatap Sophia yang pergi meninggalkannya begitu saja. Mata pria tampan itu sudah memerah, menahan ledakan amarah. Kakinya seakan ingin mengejar, tetapi logikanya langsung menahan dirinya.

Sophia telah berkhianat. Tidak ada lagi tempat untuk wanita itu di hatinya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 4. Pertemuan Tak Terduga

    Empat tahun kemudian …Paris, Prancis.Sebuah apartemen modern yang terletak di arondisemen ke-7—tidak jauh dari Champ de Mars—Sophia sedang sibuk mengejar anak laki-lakinya yang berlari-lari keliling ruang tamu dengan kaus dalam setengah terpakai dan celana pendek yang masih digenggam di tangan.“Caleb! Mommy bilang berhenti!” teriak Sophia sambil menghela napas, rambutnya yang sudah disisir rapi jadi kembali kusut gara-gara kejar-kejaran pagi itu.Caleb tertawa lepas, kakinya yang mungil dan cepat berlari melintasi sofa, hampir saja menabrak vas bunga yang berdiri anggun di sudut ruangan. Bocah laki-laki itu tampak terlihat sangat aktif.“Astaga, anak itu!” keluh Sophia sudah mulai lelah melihat kelakuan anak laki-lakinya yang bisa dikatakan kerap membuatnya sakit kepala.“Caleb! Kalau kau tidak berhenti sekarang juga, kita batal ke New York hari ini!” ancam Sophia dengan suara tegasnya, berharap Caleb mau berhenti dan menurut. Kepalanya sedikit pusing di kala putranya itu ada saja

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 3. Hamil Bayi Kembar

    Menandatangani surat cerai adalah mimpi buruk bagi Sophia. Wanita cantik itu seakan terdampar di tempat yang memberikan luka penyiksaan batin. Dia ingin menjerit sekeras mungkin, tetapi dia sadar bahwa tidak ada yang membantunya. Dia terlalu lemah untuk memperbaiki segala kekacauan meski sebenarnya kekacauan ini muncul, akibat dirinya yang tak mengerti apa sebenarnya rencana takdir.Sophia pergi meninggalkan mansion Lucas, bukan atas dasar keinginannya sendiri, tetapi karena desakan keadaan—di mana Lucas tak percaya padanya. Berkali-kali dia menjelaskan hasilnya tetap sama yaitu Lucas, tidak mau mendengarkannya sama sekali. Bagi suaminya itu, dia tetaplah seorang pengkhianat. Padahal kejadian yang sebenarnya tidak seperti apa yang dipikirkan oleh suaminya itu. Beberapa hari setelah meninggalkan mansion, Sophia didatangi oleh asisten pribadi Lucas—yang memberikan surat cerai padanya. Dalam kondisi hati yang berat serta hancur, tidak ada yang bisa dia lakukan selain menyetujui keingin

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 2. Memilih Menyerah

    Sophia menggelengkan kepalanya perlahan dengan air mata telah lebih dulu mengalir di pipinya. Dia berdiri di depan sang suami yang memandangnya dengan sorot mata dingin dan penuh kebencian. Pria yang selama ini dia cintai kini menjadi sosok yang asing baginya.“Aku tidak kenal pria itu, Lucas ... aku bersumpah atas nama apa pun yang kau percaya,” ucap Sophia lirih, dengan nada yang putus asa, “Jangan menceraikan aku. Aku mencintaimu.”“Stop! Aku muak mendengar omong kosongmu!” bentak Lucas dengan suara menggelegar yang menggema di seluruh kamar. Sorot mata pria itu begitu tajam, dan penuh kebencian. Ini adalah tatapan yang sebelumnya tidak pernah dia berikan pada sang istri.Sophia menangis, dengan bahu yang naik turun bergetar memegang selimut tebal yang masih membalut tubuh polosnya. “Lucas, aku mohon,” isaknya dengan nada putus asa.“Berhenti mengemis padaku. Aku muak denganmu, Sophia! Sekali pengkhianat akan tetap menjadi pengkhianat! Kau tidak jauh beda dengan wanita rendahan di

  • Merindukanmu, Dalam Jerit Tangisku   Bab 1. Aku Akan Menceraikanmu!

    “Apa yang kau lakukan, Sophia?!” teriak Lucas dengan suara serak bercampur amarah saat dia membuka pintu kamar mereka. Pria tampan itu berdiri terpaku di ambang pintu, matanya membelalak tak percaya. Pemandangan di hadapannya seakan meremukkan hatinya dalam sekejap.Di atas ranjang yang selama ini menjadi saksi cinta mereka—tempat di mana dia dan Sophia sering berbagi canda, cerita hidup, dan pelukan hangat—kini menjadi saksi pengkhianatan paling menyakitkan.Sophia, istri yang telah dia nikahi satu tahun yang lalu, yang dia cintai dengan sepenuh hati, terbaring di sana. Selimut kusut menutupi tubuhnya yang tampak telanjang. Hal tergila adalah di samping istrinya itu ada seorang pria asing yang juga tak berbusana terlelap dengan ekspresi damai, seolah tak ada yang salah.Lucas terdiam membeku di tempatnya. Matanya yang semula penuh kerinduan setelah tiga hari perjalanan bisnis, kini berubah jadi lautan amarah dan luka. Dia mencoba berbicara, tetapi kata-kata tercekat di tenggorokannya

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status