Share

Mertua Cerdas VS Menantu Licik
Mertua Cerdas VS Menantu Licik
Penulis: Intan Resa

Satu

Penulis: Intan Resa
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-10 14:36:46

"Aku mau ikut arisan nanti siang, Bang. Minta uang tambahan, ya, lima ratus ribu," ujar Santi, menggelayut manja di lengan suaminya yang sedang bersiap ke kantor.

 

Aku tersenyum melihat anakku Akmal dengan senang hati memberikan uang untuk Santi. Pengantin baru itu tidak pernah ada masalah tentang kebutuhan rumah tangga karena jabatan Akmal lumayan tinggi dengan gaji lebih dari cukup. Aku mendidik anakku agar royal pada istri asal tujuannya jelas, maka rejeki pun akan mengalir deras. 

 

"Ini untuk pegangan Ibu. Mana tahu mau belanja ke mall," ujar Akmal, memberikan lembaran uang yang lebih banyak dari istrinya. Santi mendelik, mungkin merasa lebih berhak atas uang suaminya. Tapi, ia tidak pernah diberi kepercayaan mengelola semua uang suaminya. Itu yang sering aku dengar tanpa sengaja saat ia membicarakanku dan Akmal melalui sambungan telepon dengan temannya. 

 

Namaku Khadijah, istri satu-satunya suamiku sepanjang hidupnya. Kesederhanaan dan juga kegigihan kami bekerja bisa mengantarkan Akmal jadi manusia yang berpendidikan dan juga berbudi luhur. Dia bisa kuliah dengan beasiswa dan jadi lulusan terbaik di universitas ternama di kota ini. 

 

Orang tua biasanya menyekolahkan anak-anak langsung menanamkan dalam pikiran agar dapat pekerjaan bagus, kaya dan juga dihormati orang lain. Tapi, aku dan Bang Ande lebih menanamkan agar ia berilmu dan juga punya modal untuk lebih banyak bersedekah. Kami tidak kaya dan juga ahli ibadah. Semoga dengan amal jariyah dari anakku Akmal bisa membantu kami di akhirat kelak. 

 

"Bu! Kita sama-sama saja ke mall ya! Soalnya Santi juga arisannya di mall," ujar Santi, tersenyum terpaksa. Aku  tahu sejak awal kalau dia tak tulus menyayangiku. Sikapnya yang manis hari ini ada sebabnya. Dia memang bukan menantu idamanku, tapi karena melihat binar cinta di mata anakku, aku menerima ajakan Akmal untuk melamar Santi waktu itu. 

 

"Nah! Gitu dong, Sayang. Yang akur sama Ibu. Kalau kalian sering mengobrol bareng, abang yakin kamu akan menyukai Ibu," tutur Akmal, mencubit pipi menantuku dengan gemas. 

 

"Iya, Bang. Hati-hati di di jalan ya!" balas Santi, mencium tangan anakku. Akmal beralih mencium punggung tanganku dan juga pipi yang mulai keriput ini. 

***

 

"Ya ampun! Ini mertua kamu, San? Dia tak seseram yang kamu ceritakan! Gak malu-maluin juga," cerocos temannya Santi yang baru kutahu bernama Sindi. Dia memerhatikanku dari atas sampai bawah. 

 

Di rumah aku memang lebih nyaman memakai baju daster lengan panjang. Tapi aku tetap tahu memakai pakaian sesuai dengan tempatnya. Polesan bedak dan gincu tipis juga aku padu padankan dengan gamis motif bunga-bunga warna biru. 

 

"Udah ah, kita pesen makanan yuk!" balas Santi, memesan ayam kriuk-kriuk yang terkenal di negeri ini. 

 

"Bu! Ambilkan sausnya dong! Di situ tuh. Minta tolong ya, Bu. Aku lapar banget," pinta Santi, tersenyum ke arahku dan mengedipkan mata ke arah tiga temannya yang sedang mengulum senyum.

 

Aku berdiri agak lama di dekat tempat saus berbentuk kran itu. Sengaja agar bisa mendengar ejekan Santi. Dia saja yang belum tahu, aku dan Bang Ande sering mengajak Akmal makan ke tempat seperti ini saat anakku masih kuliah. 

 

"Kamu tega banget sih, San? Mertuamu bisa diledekin orang loh. Dikiranya nanti itu untuk tempat cuci tangan, eh belepotan saus," bisik temannya, tapi masih bisa kudengar. Mungkin mereka mengira kalau aku sedang bingung, makanya aku lama berdiri di sini. 

 

Aku sudah menekan tombol perekam di ponsel mahal yang kubeli dari hasil menulis di platform. Mungkin aku butuh rekaman itu suatu saat nanti. Akmal dan Santi tidak tahu pekerjaanku itu karena aku ingin anakku merasa kalau ibunya ini membutuhkannya. Rasanya juga lebih bahagia saat menerima uang pemberian anakku dari pada penghasilan sendiri. Lagian, kalau aku terus terang, Akmal akan menyuruhku berhenti menulis dan fokus ibadah. Bukankah aku bisa berdakwah lewat tulisan? Itu juga bisa jadi sarana hiburan bagiku karena tidak bisa jadi guru lagi, pekerjaanku saat masih gadis. Aku terpaksa meninggalkan profesi itu agar bisa fokus bertani dengan suami, demi anak semata wayang kami. Tahu kan betapa sedikitnya imbalan yang diberikan untuk tenaga pendidik di Negeri ini? 

 

"Biar ibu mertuaku malu dan besok langsung minta pulang ke kampung. Aku sebel tahu, masa uang suamiku dia yang kuasai. Sekarang anaknya sudah punya istri, harusnya aku yang berkuasa. Tahu kan banyaknya keperluan wanita?" cerocos Santi. Mungkin sengaja ia kuatkan agar aku mendengarnya. 

 

Aku sudah pernah bicarakan hal ini dengan Akmal,  tapi anakku itu tidak mau kalau Santi menghambur-hamburkan uang. Istrinya termasuk orang yang boros. Entahlah, aku belum terlalu mengenal Santi. 

 

"Ini sausnya, San" ujarku, memberikan wadah kecil berisi saus cabe untuk Santi. Belum sampai tanganku ke atas meja, kakiku tersangkut kursi dan saus itu mengenai mulut menantuku. Ups, sengaja. 

 

"Ibuuu!" teriak Santi dan berlari mencuci mulutnya yang pedas dan juga kepedasan. Aku tidak akan membentakmu, Nak. Kamu itu istri dari anakku. Tapi, jangan pernah berniat untuk pisahkan aku dengan anakku satu-satunya. 

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   Selesai

    "Maaf, Bu! Kali ini jangan larang Akmal, Bu. Aku akan mengantar Santi pulang ke rumah orang tuanya dulu. Dia harus merenung apakah masih ingin membagi suka duka denganku atau mau bahagia sendiri dengan hidup barunya!" ujar anakku. Wajahnya terlihat tenang yang menandakan di mengambil keputusan ini dalam keadaan sadar dan sudah dipikirkan secara jernih."Aku pergi dulu, Bu. Santi sayang sama Ibu dan Noval, tapi Santi tidak siap kalau Bang Akmal keluar dari perusahaan. Orang-orang berlomba agar bisa masuk perusahaan bergengsi, Bang Akmal malah memilih pekerjaan yang gak jelas untung ruginya. Santi gak mau ambil resiko kalau harus bangkrut di kemudian hari. Santi mau nenangin diri dulu," ujar menantuku dengan mantap. Ia ciumi pipi Noval tanpa berniat membawa buah hatinya itu ikut dengannya.Aku membuang nafas perlahan. Mereka sudah dewasa dan bisa memikirkan apa yang terbaik untuk rumah tangga mereka. Semoga mereka hanya menjauh sementara untuk mengikat hubungan yang lebih erat. Aku tah

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   28

    "Noval! Ayo makan, Nak! Sini, mama kasih hape deh," seru Santi, menantuku yang semakin sibuk sekarang. Cucuku sudah lincah berjalan, bahkan berlari-lari. Wajahnya mirip seperti Akmal waktu kecil.Mendengar kata hape, Noval langsung mendekati Santi. Satu suapan masuk ke mulut mungilnya, lantas dia mengambil ponsel itu, lalu duduk dengan mata fokus memandang benda dengan radiasi tinggi itu."Jangan sogok pake hape, San! Sekarang aja dia terlihat mudah diatur dan tidak menyusahkan kalau dia sedang fokus menatap layar ponsel. Kalau dia semakin besar, kita juga yang susah mengaturnya karena efek kecanduan. Kamu juga gak mau kan kalau mata dan syarafnya rusak gara-gara memberikan ponsel sejak dini. Ibu sudah sering peringatin ini loh," tegurku hati-hati. Santi nyengir dan langsung mengambil benda pipih itu dari tangan Noval, lalu menyimpan ponselnya. Noval langsung menjerit melihat benda yang ia sukai itu telah diambil. Gegas kupeluk Noval dan memberikan mainannya yang lain.Aku yang lebih

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   27

    Semua mendadak hening karena mendengar suara ibu mertuaku. Mungkin karena kami sibuk cerita sampai tidak menyadari kalau ibu sudah berdiri di bibir pintu kamar.Sindi pun berjalan mendekati ibu sambil cengengesan."Eh, Bu Kahdijah yang baik hati. Baru bangun, Bu?" ujarnya masih cengegesan sambil menyentuh lengan mertuaku."Apa maksud omonganmu tadi, Sindi? Cepat jelaskan!" hardik ibu."Maafkan sikap Sindi hari itu ya, Bu. Itu cuma prank agar Santi mau memperhatikan badannya. Maaf ya, Bu! Hari itu saat kami datang, rambut Santi bau banget. Belum lagi ketiaknya, ih, gak banget. Kami aja sesama teman duduk sebentar dengannya sudah mau megap-megap. Apalagi Bang Akmal yang harus seranjang dengan Santi. Bisa pingsan dia," kekeh Sindi, nyengir ke arah mertuaku. Mungkin benar kata orang kalau bau badan kita, orang lain yang lebih tahu dari pada kita sendiri. Kebetulan juga mereka datang saat itu, aku memang belum mandi karena cuaca dingin. Ditambah mereka datang tidak mengabari sebelumnya. J

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   26

    "Ini minumnya, Bang. Gimana kerjaannya tadi? Semuanya lancar kan?" ujarku. Suamiku mengambil gelas di tangan seraya tersenyum."Alhamdulillah, lancar, Dek. Makasih ya," balas suamiku. Gelasnya menempel di bibir, tapi pandangannya tak berkedip melihatku. Begitu besar pengaruh merawat penampilan seperti yang mertuaku katakan. Satu hal yang kuabaikan semenjak melahirkan. Ini sudah hari ke dua puluh delapan setelah aku melahirkan anak kami, Noval. Akhir-akhir ini bang Akmal sedikit menjaga jarak dariku, mungkin karena aku malas menjaga penampilan. Ya walaupun sikapnya tetap manis, aku jadi yakin kalau suamiku kurang nyaman lama di dekatku.Soal Noval, sebagai ibu baru, aku tidak terlalu diberatkan olehnya karena mertuaku sangat telaten mengurus cucunya. Namun rasa malas mendera menjaga penampilan karena aku tidak kemana-mana. Hanya di rumah bersantai sambil memulihkan bekas sayatan yang membentang di perut.Bang Akmal juga tidak pernah protes ataupun mencerca. Namun setelah mendengar pe

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   25 B

    "Kamu hanya salah faham, San. Sindi dan Akmal itu cuma bicara tentang bisnis di sana. Kebetulan perusahaan milik keluarga Sindi bekerja sama dengan tempat suamimu bekerja. Kamu percaya kan dengan kesetiaan suami kamu?""Iya, Bu. Santi percaya kalau Bang Akmal hanya mencintaiku. Dia pasti akan menjaga pernikahan ini. Tapi sejak kapan Sindi mau kerja kantoran? Sedangkan tadi pagi dia ke sini dan berencana mau shoping dengan Laura" balas menantuku.Aku tersenyum sambil membingkai wajahnya dengan kedua tangan. "Mungkin jin malas yang menempel ditubuhnya jadi hilang setelah ibu siram. Akmal itu suami yang setia. Jadi kamu jagan menuduhnya lagi ya! Doakan saja. Ibu akan membantu untuk mengawal Akmal agar terbebas dari Sindi yang keganjenan itu. Kamu juga bebersih sana, dandan yang cantik. Jangan sampai Akmal membandingkanmu dengan wanita lain di luaran sana. Walaupun kamu masih nifas, tetap pastikan suamimu merasa betah dekat denganmu. Sana! Biar ibu yang jaga Noval," titahku.Santi mengang

  • Mertua Cerdas VS Menantu Licik   25 A

    "Astaghfirulloh, Bu. Ibu kok sampai segitunya menanggapi ocehan Sindi. Dia itu sering bercanda. Masa' Ibu tidak bisa bedakan mana yang serius atau cuma sekadar candaan?" gelak Akmal setelah Santi menceritakan kejadian tadi pagi begitu suaminya pulang kerja. Akmal tidak percaya, malah terbahak-bahak hingga sudut matanya berair. Aku juga berharap kalau Sindi cuma bercanda, tapi melihat ekspresi dan jawabannya saat kusiram, Sindi memang memiliki perangai yang kurang baik. Selama ini dia baik padaku dan selalu berkata lemah lembut. Kalau tadi memang cuma gurauannya, Sindi tentu tertawa. Ah, aku pusing memikirkan pola pikiran anak zaman sekarang. Kalau memang ingin bahagia, kenapa harus merenggut kebahagian wanita lain, apalagi itu sahabatnya sendiri. "Tuh, Bu, Bang Akmal gak percaya. Aku jadi takut, Bu. Bagaimana nasib kita nantinya, Nak?" ujar Santi sambil mengamati bayinya. Cucuku menggeliat pelan, lalu tertidur lagi. "Udah, kamu tenang saja, San. Nanti ibu yang bicara sama A

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status