Share

Bab 7

Penulis: Lalaa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-21 14:11:19

Malam turun perlahan di vila tepi pantai milik Valen Moretti. Angin laut membawa bau asin dan suara ombak yang menghantam lembut bibir pasir. Di dalam, cahaya lampu kuning menggantung hangat di ruang tamu berlangit tinggi, memantulkan siluet tubuh dua manusia yang tak lagi saling menyembunyikan ketertarikan mereka.

Kayra duduk di lantai, bersandar di kaki sofa, mengenakan oversized shirt milik Valen yang kebesaran di bahunya. Rambutnya masih basah karena mandi, dan matanya sibuk menelusuri berkas-berkas tua yang tergeletak di meja rendah: peta, catatan tangan, dan beberapa foto yang lusuh.

Valen berdiri tak jauh, memandangi perempuan itu. Bukan dengan nafsu, kali ini. Tapi sesuatu yang lebih dalam. Seperti menatap mata pedang setelah bertahun-tahun terjebak dalam perang.

“Semua orang ingin jadi kuat,” kata Valen pelan, akhirnya bicara.

Kayra menoleh. “Tapi tidak semua orang tahu caranya.”

Valen mengangguk, melangkah pelan, lalu duduk di belakang Kayra, membiarkan punggung perempuan itu bersandar di dadanya.

“Ayahku pernah bilang, ‘Kalau kamu tidak membuat orang takut, kamu akan jadi orang yang ditendang dunia.’” Suaranya berat. Datar. Tapi terasa menusuk.

“Dan kamu percaya itu?”

“Aku tidak punya pilihan saat itu. Ibuku pergi sebelum aku cukup besar untuk mengingat suara tawanya. Ayahku membesarkanku bukan untuk hidup… tapi untuk bertahan.”

Kayra diam, tidak menyela.

Valen melanjutkan, “Pertama kali aku memukul seseorang adalah umur delapan. Bukan karena dia ganggu aku, tapi karena ayahku menyuruhku. Katanya… kekerasan adalah warisan. Dan aku harus membawanya.”

Valen menghela napas. Tangannya mencengkeram lututnya sendiri.

“Setelah dia mati, dibunuh oleh orang dalam organisasinya sendiri, aku naik menggantikannya. Dan semua orang menunggu aku jatuh. Tapi aku berdiri. Walaupun berdarah, aku tetap berdiri.”

Kayra membalik badan perlahan. Kini ia duduk bersila di depan Valen, menatap langsung ke mata pria itu. “Kamu tidak pernah berhenti berdiri sejak itu, ya?”

Valen menahan napas.

“Kadang aku ingin jatuh. Tapi tak ada yang kutemui cukup kuat untuk kutimpa.”

Kayra mengusap pipinya ringan dengan ibu jari. “Kamu boleh jatuh, Valen. Asal kamu tahu… aku cukup kuat dan tidak akan lari.”

Valen memejamkan mata.

“Kayra…” bisiknya. “Aku takut.”

“Takut apa?”

“Takut menyentuh kamu terlalu dalam… dan kamu ikut rusak karenaku.”

Kayra tersenyum tipis. “Aku sudah rusak, Valen. Tapi kamu membuatku merasa… retakan itu bukan aib. Tapi bentukku.”

Hening.

Hanya suara laut dan jantung yang berdetak terlalu cepat di dada mereka.

Kemudian, Kayra menarik tubuh Valen ke dalam pelukannya. Tidak erotis. Tidak posesif. Hanya… pelukan lembut.

“Kalau kamu lelah jadi kuat, malam ini, menyerahlah. Aku yang jaga kamu,” bisik Kayra.

Valen menyembunyikan wajahnya di leher Kayra. Tubuhnya gemetar sedikit. Tapi pelukannya akhirnya membalas. Erat. Dalam.

Mereka berbaring di sofa, berselimut keheningan. Kayra membelai rambut Valen yang bersandar di dadanya. Pria itu tak bicara lagi malam itu. Tapi tangannya tetap menggenggam erat tangan Kayra, seolah takut perempuan itu akan menghilang di antara mimpi.

***

Pagi menjelang.

Kayra terbangun saat fajar, dan mendapati Valen masih tertidur. Wajahnya tenang. Bibirnya sedikit terbuka. Garis rahangnya yang keras terlihat lebih lembut dalam cahaya pagi. Dan dadanya… naik turun dengan damai.

Perempuan itu menatap pria itu lama. Lalu membisikkan sesuatu yang belum pernah ia ucapkan sebelumnya:

“Kalau ini salah… biarkan aku melakukan kesalahan itu setiap malam. Karena kamu adalah satu-satunya yang membuat luka-lukaku terasa bisa sembuh.”

Ia mengecup pelan kening Valen.

Dan untuk pertama kalinya sejak mengenal pria itu… Kayra takut.

Takut karena ia tahu: ini bukan sekadar nafsu. Ini adalah rasa. Dan itu… jauh lebih berbahaya.

***

[Bab 7 selesai]

Bab ini membawa kita lebih dalam ke sisi emosional hubungan mereka. Luka demi luka mulai terbuka—dan bukan lewat pertarungan, tapi lewat keintiman yang sunyi. Ini adalah awal dari falling, completely.

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Milik Sang Bayangan   Bab 7

    Malam turun perlahan di vila tepi pantai milik Valen Moretti. Angin laut membawa bau asin dan suara ombak yang menghantam lembut bibir pasir. Di dalam, cahaya lampu kuning menggantung hangat di ruang tamu berlangit tinggi, memantulkan siluet tubuh dua manusia yang tak lagi saling menyembunyikan ketertarikan mereka.Kayra duduk di lantai, bersandar di kaki sofa, mengenakan oversized shirt milik Valen yang kebesaran di bahunya. Rambutnya masih basah karena mandi, dan matanya sibuk menelusuri berkas-berkas tua yang tergeletak di meja rendah: peta, catatan tangan, dan beberapa foto yang lusuh.Valen berdiri tak jauh, memandangi perempuan itu. Bukan dengan nafsu, kali ini. Tapi sesuatu yang lebih dalam. Seperti menatap mata pedang setelah bertahun-tahun terjebak dalam perang.“Semua orang ingin jadi kuat,” kata Valen pelan, akhirnya bicara.Kayra menoleh. “Tapi tidak semua orang tahu caranya.”Valen mengangguk, melangkah pelan, lalu duduk di belakang Kayra, membiarkan punggung perempuan it

  • Milik Sang Bayangan   Bab 6

    Cahaya malam masuk dari jendela kaca sempit di bagian atas ruang latihan bawah tanah. Sisa-sisa latihan hari itu masih terasa di udara, keringat, logam, dan jejak adrenalin yang menggantung.Valen berdiri membelakangi Kayra, membersihkan salah satu pistol kesayangannya dengan tangan tanpa sarung. Kaosnya menempel basah di punggung, memperlihatkan garis-garis otot yang seperti diukir dari batu. Kayra berdiri di seberang ruangan, memutar pisau kecil di tangannya, senjata lipat ringan yang tadi ia ambil hanya untuk main-main.“Malam ini sepi sekali,” ucap Kayra sambil melangkah pelan ke arahnya. “Aku pikir markas mafia biasanya sibuk. Penuh suara teriakan, langkah kaki tergesa, atau orang berdarah yang menyeret diri ke ruangan ini.”Valen tak menoleh. “Malam ini aku matikan semuanya.”“Kenapa?”“Karena aku tahu kamu akan datang.”Kayra berhenti hanya beberapa langkah di belakangnya. “Jadi kamu menungguku?”“Aku tidak pernah menunggu siapa pun. Tapi kamu… membuatku mau melakukannya.”Vale

  • Milik Sang Bayangan   Bab 5

    Gudang senjata Valen tidak seperti tempat penyimpanan ilegal biasa. Ini lebih seperti museum kekuasaan, tertata rapi, simetris, penuh dengan koleksi senjata dari berbagai benua, dari pisau belati hingga sniper buatan tangan. Lampu sorot lembut memantulkan kilau baja dan krom. Semua tertutup kaca pelindung, terkunci dengan sistem biometrik.Tapi pagi ini, untuk pertama kalinya, kunci itu dibuka untuk seseorang selain Valen.Untuk Kayra.“Ini tempat yang menarik untuk ajakan kencan,” gumam Kayra, melangkah masuk dengan tangan di saku jaket kulitnya.Valen, berdiri di tengah ruangan, menyerahkan pistol ke tangan perempuan itu. “Ini bukan kencan. Ini tes kepercayaan.”Kayra menerima pistol itu tanpa ragu, memeriksanya secepat tentara.“Glock 19 Gen 5. Modifikasi custom. Kamu tahu aku lebih suka tangan kosong, ‘kan?” Ucap Kayra. Valen mendekat. “Kalau kamu harus pilih antara menyentuh kulitku atau memegang senjata, kamu pilih yang mana?”Kayra memutar bola mata. “Pertanyaan konyol.”Tapi

  • Milik Sang Bayangan   Bab 4

    Gudang itu sunyi pagi-pagi buta. Cahaya matahari masih tertahan oleh jendela-jendela kaca besar yang tertutup tirai hitam. Di tengahnya, lantai kayu mengilap menghampar luas, dikelilingi oleh rak senjata, punching bag, dan dinding cermin panjang. Tempat ini bukan sekadar ruang latihan.Tempat ini adalah arena. Dan Valen Moretti telah mempersiapkan medan tempurnya dengan sangat pribadi.Pintu besi bergeser otomatis. Kayra masuk mengenakan setelan training hitam-hitam, legging dan sport bra yang memperlihatkan perut kotaknya yang sempurna. Rambutnya dikepang ke belakang. Tatapannya dingin, fokus. Tapi napasnya… sudah mulai panas bahkan sebelum mereka bertarung.Valen berdiri di tengah arena. Tanpa jas, hanya celana latihan dan kaus tipis yang membentuk lekuk otot punggung dan dadanya dengan jelas. Ia terlihat seperti petarung sejati, meskipun tubuhnya lebih sering memerintah daripada bertempur.“Mengira aku akan terlambat?” tanya Kayra, menyibak rambutnya ke bahu.Valen menyeringai keci

  • Milik Sang Bayangan   Bab 3

    Restoran itu berdiri di atas bukit kecil di sisi timur Melbourne, tersembunyi di balik pagar tanaman yang dirawat rapi dan dinding batu kapur putih bergaya Mediterania. Tempat itu hanya buka untuk tamu pilihan, dan hanya menerima reservasi dari orang-orang dengan nama belakang yang bisa membuat pintu terbuka tanpa diketuk.Kayra tidak menyangka dia akan kembali bertemu pria itu begitu cepat. Tapi pesan singkat datang tadi pagi:“Makan malam. Tempat yang tidak ada kamera. Aku ingin kamu duduk di depanku tanpa rasa curiga.” – V.”Tak ada permintaan. Hanya pernyataan. Seolah dia tahu Kayra akan datang.Dan anehnya… ia memang datang.Mobil hitam yang mengantarnya berhenti tepat di depan pintu masuk. Seorang pelayan berseragam abu-abu dengan sarung tangan putih membungkuk saat membuka pintu.“Selamat datang, Nona Leone. Tuan Moretti telah menunggu.”Kayra berjalan masuk melewati lorong marmer, diiringi nyala lilin gantung dan aroma anggur tua. Di ujung ruangan, Valen sudah duduk. Kali ini

  • Milik Sang Bayangan   Bab 2

    Matahari Melbourne naik lambat ke balik kaca jendela apartemen Kayra, memantulkan siluet tubuhnya yang berdiri di depan cermin. Kaus hitam tanpa lengan menempel di tubuhnya yang berkeringat. Gerakan pukulannya cepat, teratur. Ia sedang latihan shadow boxing, sebuah rutinitas pagi yang tak pernah ia tinggalkan. Tangannya berhenti ketika suara notifikasi ponsel bergetar di meja. [Pesan Masuk: Nomor Tidak Dikenal] “Kau yang memukul seperti petarung. Dinner malam ini, pukul 8. Jangan tolak. Aku tidak suka mengulang undangan dua kali.” – V. [Location] Alis Kayra terangkat. Ponselnya langsung ia kunci kembali. Ah, ini orangnya. Jadi dia mencariku, pikirnya. Dan dia berhasil. Kayra tidak bertanya bagaimana pria itu mendapatkan nomornya. Orang seperti dia… pasti punya jalan. Tapi yang membuat Kayra lebih terusik bukan pada fakta bahwa pria itu mengundangnya makan malam. Melainkan pada kenyataan bahwa ia tidak langsung menolak. Sore harinya, langit mulai gelap saat Kayra berdiri di de

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status