Author’s POV
Gadis itu melangkah keluar rumahnya dan menemui sang ayah yang tengah bersiap-siap untuk berjualan keliling komplek,
“Yah, hari ini Naomi ikut ayah jualan ya,” pinta Naomi dengan sangat, terlihat dari ia yang memegang tangan sang ayah sebagai bentuk permohonannya,
“Bagaimana dengan pekerjaanmu, apa semuanya sudah selesai?” tanya Benny yang diangguki oleh Naomi,
“Sudah yah, hari ini Naomi free kok,” ujarnya yang langsung berlari kecil menuju gerobak yang seharusnya sang ayah bawa. Kali ini dia berinisiatif untuk mendorong gerobak itu, menggantikan sang ayah yang selalu melakukannya.
Benny hanya bisa mengangguk pelan sembari menyusul sang anak untuk yang sudah lebih dulu memulai untuk mendorong gerobak. Keduanya berjalan seiringan dengan Naomi yang mendorong gerobak tersebut.
Setibanya di tempat biasa sang ayah berjualan, gadis itu menyeka keringatnya, menunggu jikalau ada pembeli-pembeli yang akan membeli dagangan ayahnya. Sebenarnya ini bukan pertama kalinya gadis itu ikut bersama dengan ayahnya untuk berjualan seperti ini. Namun memang terkadang ia memiliki pekerjaan lainnya, sehingga ia sendiri tidak sering ikut dengan sang ayah,
Satu persatu pembeli mulai bermunculan dan semakin ramai, membuat keduanya hampir kewalahan. Hingga, keduanya mulai beristirahat ketika semua pembeli sudah pada duduk, menikmati makanan mereka. Naomi membayangkan bagaimana lelahnya sang ayah yang bekerja sendirian disaat ia tidak ikut dengan ayahnya. Berdua saja mereka hampir kewalahan, apalagi kalau dikerjakan sendirian?
“Apa memang selalu seramai ini, ayah?” tanya gadis itu yang digelengkan oleh Benny.
“Tidak kok,” kilahnya, berusaha untuk tidak membuat anak gadisnya khawatir akan dirinya,
“Mulai besok, Naomi akan terus temani ayah jualan hingga Naomi mendapat pekerjaan,”
Pria itu tampak tidak setuju,”Bagaimana dengan pekerjaan freelance mu? Memangnya kamu sudah tidak freelance lagi?” tanya Benny, membuat gadis itu memanyunkan bibirnya. Dari hati terdalamnya, padahal ia ingin sekali membantu sang ayah yang sudah tua usianya tersebut.
“Aku bisa melakukannya di malam hari, tidak perlu khawatir, yah…”
“Naomi…” panggil Benny, mengisyaratkan keberatannya terhadap permintaan Naomi. Naomi mengepalkan tangannya, bertekad jika ia tetap ingin membantu sang ayah,
“Aku hanya ingin membantu ayah, apa tidak boleh?”
Benny menghela nafas, sedari dulu anak sematangwayang nya ini memang sudah keras kepala, jadi ia tidak terkejut dengan hal itu. Ia mengerti jika gadis itu melakukan semuanya karena khawatir dengan dirinya yang sudah tua ini,
Namun Benny mengkhawatirkan Naomi, bagaimana jika ia kelelahan? Bagaimana jika pekerjaannya bisa tertunda, dan segala macam kekhawatirannya juga bersatu. Namun melihat tekad sang anak yang tampaknya tidak bisa digoyahkan, akhirnya ia mengangguk pasrah. Karena bagaimanapun ia melarang Naomi, tetap saja gadis itu akan menolak dan memaksakan diri untuk ikut bersama dengannya,
“Tapi, jangan paksakan dirimu untuk selalu ikut dengan ayah, janji ya…” ujarnya yang diangguki semangat oleh Naomi. Seperti Naomi, pria itu juga tersenyum teduh. Melihat senyuman gadis itu yang menawan itu, mengingatkannya kepada sang istri yang sudah lebih dulu meninggalkan mereka. Ia merasa sangat beruntung memiliki Naomi bersama dengannya,
Selain Naomi bisa mengobati kerinduannya terhadap sang istri, Naomi juga tipikal gadis yang tidak neko-neko dalam hal bantu membantu kedua orang tuanya.
Disaat keduanya masih beristirahat, seorang wanita pun muncul mendekati mereka. Wanita ini tidak asing lagi bagi Benny, karena wanita itu adalah pelanggannya yang setiap hari datang untuk membeli dagangannya.
“Wah, tumben ada gadis cantik disini, biasanya pak de jualannya sendirian…” ujar seorang wanita yang menghampiri mereka dengan ramah,
“Ehehe iya tante, sekali-kali bantuin ayah,” ujarnya sambil menggaruk tengkuknya.
“Oh, jadi ini anaknya pak de?” tanya wanita yang dianggukki oleh Benny. Mata wanita itu kembali kepada sosok Naomi yang sangat simpel tersebut,
Sebuah kepribadian yang supel.
Begitulah dalam benaknya,
“Iya bu, dia ini ngotot banget mau ikut,” ujar Benny yang disikut oleh gadis itu, tanpa menghilangkan senyumannya kepada wanita tersebut,
“Wah bagus dong, berarti anaknya rajin,” ujar wanita bernama Lina tersebut dengan kedua jempol yang ia layangkan di udara,
“Ya kan tante,” ujar gadis itu, mendukung apa yang gadis itu kerjakan,
“Iya dong!” ujarnya wanita itu yang melihat hal itu baik.
“Oh ya pak de, saya mau borong semua mie ayam baksonya ya…”Gadis itu menahan kesenangannya dengan senyumannya yang tidak bisa lepas dari bibirnya. Sementara Benny, ia mengernyitkan dahinya karena Lina selalu saja memborong semua dagangannya,
“Memangnya ada acara apa bu? Kok hampir tiap hari borong?” tanya pria itu dengan penasaran,
“Um, anu… Orang rumah suka dengan mie ayam bakso bapak, jadi saya borong aja semuanya biar bisa makan mie ayam baksonya sepuasnya hahaha,” ujarnya sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gagal.
“Yaudah kali, yah… toh tantenya mau borong, kan bagus,” bisik gadis itu kepada sang ayah yang tadinya bertanya seperti itu. Dengan cepat, gadis segera itu membungkus semua dagangan sang ayah. Dibantu Benny, keduanya mulai memplastiki semua bakso berserta dengan mie ayam yang nantinya ia berikan kepada Lina.
Begitu mereka selesai, gadis itu tersenyum dan memberikan semuanya kepada Lina. Lina juga mengeluarkan uang yang lebih untuk keduanya,
“Ini, kembaliannya ambil saja ya…”
“Lagi?” ujar Benny yang tidak percaya. Lina adalah pelanggan yang baru-baru ini juga menjadi pelanggan Benny. Dan setiap kali ia datang, ia biasa memborong mie ayam dan bakso Benny. Wanita itu juga sering memberikan uang lebih yang mana ia selalu tidak menerima kembalian dari Benny,
“Iya… terima aja ya… saya iklas kok,” ujar Lina yang diangguki semangat oleh gadis itu. Ia menatap sang ayah yang tampaknya seperti menaruh curiga terhadap Lina.
“Makasih ya, tan…” ujar gadis itu dengan sopan,
“Oke, sama-sama. Saya duluan ya…” ujar Lina yang mulai melangkah menjauh dari mereka. Setelah wanita itu sudah berada jauh dari mereka, Naomi berbalik kepada Benny dan melipat tangannya di depan ayahnya,
“Kok ayah begitu sih? Bukannya bagus ya kalau ada yang memborong?” ujar gadis itu,
“Ayah tidak menyangka aja. Setiap hari ia datang, setiap hari juga dia memborong. Kalau sekali dua kali masih okelah, namun dia sudah melakukannya lebih dari 3 kali,” ujar pria itu dengan bingung,
“Bagus dong yah, jadi cepat laku dagangan kita,” ujar gadis itu yang hanya bisa diangguki oleh Benny. Gadis itu melihat sekitarnya, masih ada beberapa orang yang tengah duduk menikmati makanan mereka. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore yang mana ini juga terlalu cepat untuk pulang.
Akhirnya, gadis itu memilih untuk menunggu beberapa pembeli yang masih makan tersebut dan ketika sudah tidak ada lagi orang yang makan, keduanya kemudian bergegas untuk pulang.
Sepanjang jalan, gadis itu mendorong gerobak dengan ayah yang berada di sampingnya. Hari ini mood gadis itu sedang baik, karena tidak disangka-sangka jika ada yang memborong dagangan sang ayah hingga habis, terlebih lagi ini masih sore dan masih ada waktu sampai malam gadis itu mengerjakan pekerjaannya untuk deadline beberapa hari kemudian.
“Bagaimana dengan lamaranmu? Apa sudah ada kabar?” tanya sang ayah, membuka kesunyian yang sedari tadi menghiasi atmosfer mereka.
“Hmm… hari ini terakhir pendaftarannya sih, yah… sebenarnya Naomi juga ragu bisa diterima di perusahaan besar itu,” ujarnya dengan lesu,
“Kok begitu?”
Naomi menatap Benny, menunjukkan ketidakpercayaan dirinya terhadap CV yang sudah ia kirimkan. Lewis Studios adalah perusahaan gaming yang sangat besar, sudah pasti ia harus berkompetisi dengan orang-orang yang pastinya lebih jago dan berpengalaman dibanding dirinya,
“Itu perusahaan besar, aku ingin sekali masuk sana. Tapi pesaing ku juga pasti sangat banyak,” ujarnya sambil menunduk,
Sang ayah mendekatkan dirinya kepada gadis itu dan menepuk bahunya untuk memberikannya kekuatan,
”Ayah tidak memaksakan kamu untuk diterima di perusahaan itu ya… kamu jangan anggap ini sebagai beban kamu, mengerti?” ujar pria itu, yang diangguki mengerti oleh Naomi.
Benar, seharusnya ia tidak tertekan dengan apa yang menjadi hasilnya. Meskipun ia berharap banyak, tapi menjadikannya sebagai beban tentu akan menyiksa dirinya.
Author’s POV Beberapa tahun berlalu. Kini Alex dan Naomi sudah terang-terangan menunjukkan hubungan mereka ke rekan kerja mereka. Mereka melakukannya perlahan-lahan, dimulai dari berjalan bersama dan akhirnya Naomi pun mengaku kepada rekan-rekannya mengenai hubungannya bersama dengan Alex. Ia melakukannya bukan karena ia ingin pamer, ia merasa jika hal seperti ini tidak bisa disimpan dan disembunyikan untuk selamanya. Sudah 2 tahun berlalu dan keduanya masih berpacaran dengan begitu harmonis. Tentu saja di dalam sebuah hubungan akan selalu ada cek cok dan juga pertikaian. Namun itu tidak membuat hubungan mereka putus di tengah jalan karena mereka sadar, bagaimana pun mereka menjauh, pada akhirnya kembali lagi bersama. Hubungan mereka tentu saja sudah disetujui oleh keluarga Naomi dan keluarga Alex. Salah satu plot twist yang mereka dapatkan adalah ternyata Benny adalah teman lama Charles. Mereka berteman sejak mereka masih bersama-sama mengel
Author’s POV Alex menarik napasnya dan mencoba untuk menenangkan dirinya. Ia merasa ia harus bicara tatap muka dengan kedua orang tuanya mengenai pertunangannya dengan Giselle. Kalau perlu ia akan mendatangi Kevin---ayah Giselle untuk membatalkan pertunangan mereka, Pria itu mulai keluar dari mobilnya dan mulai masuk ke dalam rumah kedua orang tuanya. Karena kedatangan pria itu mendadak, Adelia dan Charles juga terkejut dengan keberadaan anaknya yang tidak mengabari mereka jika ia datang kepada mereka. Dengan mantap, pria itu duduk di sofa bersama dengan kedua orang tuanya. Ia menatap serius kedua orang tuanya sebelum dia membuka suaranya, “Papa, mama... Alex ingin membatalkan pertunangan ini. Bisakah Alex mendapatkan kontak pak Kevin supaya Alex bisa berbicara kepadanya empat mata?” tanya Alex dengan serius. Charles beserta istrinya saling bertatap-tatapan sebelum mereka pun tersenyum, “Tidak perlu...” ujar Charles kepadanya.
Author’s POVGiselle masih menatap Naomi yang terlihat canggung bersamanya. Saat ini mereka berada di sebuah café langganan Giselle yang mana mereka memesan ruang vip entah untuk apa alasannya bagi Naomi. Namun berbeda dengan Naomi, Giselle hanya ingin pembicaraannya dengan Naomi tidak bocor ke luar dan tidak mengundang banyak orang untuk mendengarkannya,Sembari menunggu makanan mereka tiba, Giselle dengan tegas duduk dengan tangan yang terlibat dan ia menyenderkan tubuhnya di kursi. Sementara Naomi, ia berusaha untuk menghindari tatap muka terhadap gadis itu,“Sejak kapan kau mengenal Alex?” tanya Giselle, membuka percakapannya bersama dengan Naomi setelah sekian lama mereka hanya diam dan tidak berkutik apapun.“Sejak kami SMA…” jawab gadis itu dengan jujur. Kali ini ia juga meluruskan pandangannya kepada Giselle. Jika Giselle sekali lagi ingin mengklaim Alex sebagai miliknya, ia juga tidak a
Author’s POVKali ini Naomi tidak lembur. Ia sudah siap mengerjakan pekerjaannya dan sekarang adalah saatnya untuk pulang bersama dengan Alex. Gadis itu masih berjalan dengan pria itu yang sedang menunggunya di dalam mobil. Dan ketika gadis itu sudah sampai di basement, seseorang menarik tangannya yang membawanya menjauh dari mobil Alex.Bingung dengan siapa yang menariknya, gadis itu menoleh dan mendapatkan Giselle yang sedang menarik tangannya.“M-mau kemana?” tanya gadis itu yang sama sekali menarik dirinya dari Giselle, seakan ia pasrah jika Giselle menariknya seperti itu,“Temenin aku shopping,” ujarnya dengan singkat. Gadis itu masih diam, ia tidak banyak bertanya dan hanya ikut dengan apa yang gadis itu lakukan kepadanya.Ia mendengar banyak mengenai Giselle dari Alex. Giselle adalah anak yang paling kecil diantara saudaranya yang lain. Biasanya anak yang paling terakhir akan mendapatkan kasih s
Author’s POV Alunan musik klasik dari bar ternama ini dapat membius pelanggannya untuk merasa rileks. Bar tersebut terlihat sepi, meskipun terlihat sepi namun ada begitu banyak pria hidung belang yang lalu lalang untuk menggoda sosok cantik seperti Giselle yang sedang meminum vodka sendirian. Ia masih berpakaian kerjanya, dengan blouse peach dan rok span yang mencetak lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ditambah lagi dengan high heels dan lipstick merah maroon yang membuatnya terlihat berkelas. Saat ini ia memikirkan perjodohannya bersama dengan Alex. Alex terlihat serius ketika ia berkata ia tidak ingin berjodoh dengan dirinya. Tidak hanya itu, ia juga tidak bisa membenci sosok Naomi yang sudah pernah menyelamatkannya dan juga gadis itu bukanlah tipikal gadis yang munafik. Awalnya ia mengira jika cinta pria itu hanyalah cinta semu seperti dia bersama dengan wanita-wanita lainnya. Ia sama sekali tidak menyangka jika pria itu memang benar-benar me
Author’s POV“Sebenarnya Alex adalah calon tunanganku,” Perkataan tersebut terus terbayang-bayang dibenak Naomi. Ia mendapat pesan dari Alex yang menanyakan keadaannya tadi dan gadis itu mengabaikan pesan itu dan memilih untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia terus bekerja hingga ia sendiri menyerah akan dirinya dan ia meletakkan kepalanya di meja. Ia menghela napas, mengapa semuanya menjadi serumit ini?Hubungannya bersama dengan Alex sudah membaik dan sekarang mereka harus berhadapan dengan perjodohan Alex. Gadis itu sedikit kecewa karena pria itu tidak berkata apapun kepadanya dan pada akhirnya berakhir pada gadis itu yang mengetahuinya dari orang lain.Tapi ia juga tidak terlalu menyalahkan Alex karena jika dirinya berada di posisi Alex, mungkin ia juga akan melakukan hal yang sama. Lagi dan lagi gadis itu menghela napasnya. Ia berusaha untuk bangkit dan juga kembali mengerjakan pekerjaannya.Tidak lama