LOGINKami bertemu tepat pukul 2 siang di tempat yang sudah dipilih nona Claire. Tadinya aku bilang izin kepada Pak James untuk mengunjungi ibuku di rumah sakit sebentar. Untung saja pekerjaanku hari ini sudah luang, jadi pak James mengizinkan.
Nona Claire sudah menungguku. Saat mata kami bertemu, aku bisa melihat antusias darinya. Mungkin dia sudah tau apa jawabanku nanti. "Duduk, Diana." Nona Claire menyuruhku duduk di depannya, lalu ia menyodorkan minuman dingin yang sudah ia pesan padaku. "Minum dulu. Kamu terlihat banyak pikiran." Aku mengangguk pelan dan mengucapkan Terima kasih. Segera kuteguk minuman dingin dari nona Claire, cukup untuk membasahi tenggorokanku dan menyegarkan pikiranku. Mataku beralih menatap nona Claire yang tampak menungguku. "Bagaimana Diana? Aku tau kamu sedang banyak masalah keuangan. Maka dari itu, aku menawarkan pekerjaan ini kepadamu. Karena aku ingin membantumu. Kuharap kamu tidak mengecewakanku," ucapnya. Aku menarik napas dalam. Mencoba untuk memberikan jawabanku. Namun, lidahku terasa kelu. Tenggorokanku tiba-tiba terasa kering walaupun baru saja aku minum. Nona Claire menatapku, menunjukkan raut penuh harap. "Bagaimana, Diana? Kamu setuju, kan?" tanyanya lagi. Pada akhirnya, aku mengangguk pelan. Keputusanku adalah menerima tawaran ini. Mungkin, ini memang jalanku. "Saya bersedia, Nona. Tapi—" Aku menghentikan ucapanku. Aku meremas pelan jari-jemariku. Sebenarnya aku cukup ragu mengatakannya. Namun, sepertinya aku memang perlu mengatakannya agar tak kebingungan nantinya. "Tapi kenapa, Diana?" tanya nona Claire dengan tatapan mata yang terlihat antusias. "Saya bingung. Bagaiamana caranya menggoda pak James?" Nona Claire sontak tertawa. Cukup keras, tapi masih terlihat anggun. Dilihat dari sedekat ini, aku tidak menemukan kerutan di wajahnya. Mungkin perawatan orang kaya berbeda. Meskipun usianya mungkin berjarak sekitar 10 tahunan denganku, nona Claire masih terlihat muda. "Kupikir perempuan sepertimu sudah pandai menggoda lelaki," ucapnya. Ucapanya sedikit membuatku tersinggung. Apakah dengan status sosialku yang berada di kelas menengah ke bawah, membuatku memang pantas dicap sebagai penggoda pria. Meskipun aku paham nona Claire di atas segalanya, tapi tetap saja ia tidak pantas berbicara seperti itu. Mungkin menyadari raut tak sukaku, nona Claire langsung meminta maaf. Setidaknya, ia paham jika perkataannya cukup menyinggungku. "Maaf, Diana. Aku tidak bermaksud begitu. Hanya saja, kupikir di usiamu sekarang, kamu harusnya sudah pernah beberapa kali berkencan dengan laki-laki, bukan? Harusnya ini bukan yang pertama untukmu." Aku mengangguk ragu meskipun merasa ucapan nona Claire sedikit ambigu. Memang aku sudah beberapa kali berkencan dengan laki-laki. Dan terakhir, dengan Elzard yang menduakanku. Tapi, hanya sebatas itu. Hubungan kami normal, berdasarkan rasa cinta, bukan nafsu. Jadi wajar kan jika aku bingung bagaimana caranya menggoda pak James. "Laki-laki makhluk visual. Mereka menyukai fisik perempuan. Maka dari itu, gunakan tubuhmu, Diana." Aku langsung terbatuk. Napasku tersenggal. Nona Claire menyodorkanku minuman yang tadi kuminum. Kuteguk dengan kasar, hingga aku bisa bernapas lega. "Kenapa, Diana?" tanyanya. Aku segera menggeleng cepat. "Saya pikir, tidak akan sampai ke arah sana." Memahami maksudku, nona Claire tertawa ringan. "Kamu tidak harus meniduri suamiku, Diana. Tidak. Cukup goda dia dengan tubuhmu. Seperti yang kukatakan tadi, laki-laki makhluk visual. Mereka akan mudah tergoda dengan tubuh perempuan." Nona Claire diam sebentar untuk mengamatiku. "Kamu manis, Diana. Tubuhmu juga bagus. James, dia suka sekali dengan collarbone, maka tunjukkan itu." Aku menunduk. Ikut memandangi arah mata nona Claire. Selama ini, aku selalu memakan setelah kemeja tertutup. Pakaianku selalu rapi dengan full kancing sampai leher. Tulang selangkaku tak pernah kuperlihatkan. Bukankah akan aneh jika tiba-tiba aku membukanya meskipun itu style yang normal kantor? "Lalu, kamu sekali-kali harus coba pakai rok span. Bukankah tidak ada larangan di perusahaan untuk karyawan wanita memakan rok span? Maka gunakan itu." Aku bergeming. Selama ini, alasanku memakai pakaian tertutup salah satunya adalah untuk melindungi diriku sendiri. Dan, permintaan ibu juga. Lalu, jika aku mengubah cara berpakaianku, apakah tidak apa-apa? "Kalau kamu tidak punya, kamu bisa belanja. Untuk uangnya, jangan khawatir. Aku berikan kamu uang khusus untuk belanja pakaian, di luar dari cek kemarin." Aku segera menggeleng. "Tidak-tidak, nona Claire. Uang kemarin sudah lebih dari cukup. Aku bisa belanja pakaian dengan itu." Nona Claire mengangguk pelan dan tersenyum. Ia memandangiku lagi. "Lalu, apa lagi? Ada hal yang ingin kamu tanyakan soal James?" tanyanya. Lagi-lagi aku hanya bisa bergeming. Bingung dengan sesuatu yang ingin kutanyakan. Sebenarnya banyak hal yang ingin kutahu, tapi aku bingung jika harus bertanya. Mungkin menyadari jika aku tak berkata apapun, nona Claire inisiatif untuk bercerita. "James suka rambut panjang terurai. Setiap kali bertemu, dia selalu memintaku untuk mengurai rambut." Aku mengangguk mendengarkan. Nona Claire melanjutkan ceritanya. "Dia laki-laki yang cukup teratur. Dia tidak sudah sesuatu yang berantakan. Termasuk jadwal makan. Tapi, untuk pekerjaan, dia bisa menghabiskan waktu istirahatnya juga." Nona Claire tertawa pelan di akhir ucapannya. Aku mengangguk setuju. "Ya. Pak James sering menghubungi saya di luar jam kerja hanya untuk meminta draft meeting esok harinya." Nona Claire kembali tertawa. Lalu memandangku dalam. "James, dia juga suka anak kecil," ujarnya. Aku menatap nona Claire yang lagi-lagi tertawa pelan. Namun, kali ini tawanya seakan berbeda. Aku baru sadar. Di usia pernikahan mereka yang menginjak usia 10 tahun, nona Claire dan pak James belum dikaruniai seorang anak. Apakah ada masalah dengan itu? Atau apakah ini alasan nona Claire memintaku untuk menggoda pak James? Apakah itu artinya, nona Claire tidak bisa memberikan keturunan kepada pak James? Sodoran cek senilai 25 milyar membuat pikiranku soal nona Claire terhenti. Aku menatap cek dan nona Claire bergantian. "Ini, apa saya akan dapat cek ini di awal?" Nona Claire mengangguk. "Iya. Silakan kamu gunakan. Aku tau kamu sangat butuh ini, Diana." Aku mengambil cek itu perlahan. Tanganku sedikit gemetar saat memegangnya. Nilai ini bukan apa-apa untuk nona Claire. Tapi untukku, aku bisa memiliki segalanya. "Ingat, Diana. Waktumu hanya satu bulan. Setelah itu, silakan pergi. Dan, kita tidak perlu bertemu lagi setelah ini. Jika kamu ingin menanyakan sesuatu soal James, silakan hubungi aku lewat pesan." Nona Claire menyudahi ucapannya. Bersamaan dengan itu, ia pamit pergi meninggalkanku dengan selembar cek itu. Aku menghela napas panjang, menatap kepergian nona Claire. Apa setelah ini aku bisa hidup tenang?Hari ini aku tak masuk kerja. Seperti yang sudah kukatakan pada pak James beberapa waktu lalu. Hari ini jadwal ibu operasi, jadi aku ingin menemaninya. Aku duduk merenung setelah 2 jam berlalu sejak ibu masuk ruangan operasi. Tidak, aku tidak memikirkan atau khawatir soal keadaan ibu. Dokter Danu paling ahli di bidang ini. Jadi, aku sangat percaya padanya bisa melakukan yang terbaik untuk ibu. Kondisi ibu juga berangsur membaik, jauh lebih baik dari sebelumnya sebelum masuk kamar operasi. Jadi, harusnya ibu akan baik-baik saja. Pikiranku justru berkelana pada kondisi pak James. Setelah hari di mana pak James mengatakan bahwa ia mandul, aku sedikit khawatir. Pak James mungkin berpikir jika ia sangat bertanggung jawab atas kejadian malam bersama nona Claire. Lalu, saat tau dirinya tidak bisa menghamili nona Claire, pak James merasa semakin bersalah. Mungkin itu sebabnya pak James begitu putus asa. Nona Claire yang berseli
"Diana, menurutmu, perempuan lebih suka laki-laki yang membebaskannya untuk melakukan sesuatu yang dia inginkan, atau mengekangnya dengan segala aturan?" Pak James tiba-tiba berhenti mengunyah. Ia manatapku, menunggu jawaban. Saat ini, kami sedang berada di warung nasi padang yang sama seperti yang kami kunjungi beberapa waktu lalu. Ini kedua kalinya pak James mengajakku kemarin. Tadinya, kupikir pak James akan mengurung diri di ruangannya setelah masalah yang ia hadapi dengan nona Claire. Tapi, ternyata tidak. Ia malah mengajakku ke sini. "Tentu saja pilih laki-laki yang membebaskan saya untuk melakukan segala hal yang saya mau. Tapi, bukan dalam artian sebebas-bebasnya. Perempuan itu suka diperhatikan, Pak. Jadi, dibebaskan dalam artian didukung, asalkan itu baik. Memangnya kenapa, Pak? Tumben Bapak tanya hal seperti ini?" Pak James hanya menggeleng pelan, lalu kembali menyantap makanannya. Membuatku bertanya-tanya. Apakah ini ada hubungannya dengan nona Claire. "Em, saya
"Selamat pagi, Pak," sapaku pada Pak James yang sedang sibuk menatap layar tablet miliknya. Kacamata yang ia pakai menambah kesan wibawa. Pak James menatapku, lalu melepaskan kacamatanya dan meletakkannya di meja. "Selamat pagi, Diana," jawabnya dengan senyum samar. Ia memandangku aneh, sedikit menaikkan alisnya. "Kamu sedang tak enak badan?" tanyanya. Aku sedikit bingung awalnya. Namun, pak James melirik syal yang kukenakan, membuatku paham maksud pertanyaannya. Aku segera menggeleng pelan, lalu akhirnya mengangguk karena kupikir akan lebih baik jika aku berbohong. "Iya, sedikit tidak enak badan pak James. Tapi saya masih kuat bekerja," kataku. Pak James menatapku seakan tak percaya. Tapi, pada akhirnya ia mengangguk saja. Lagipula, tidak mungkin juga jika aku mengatakan yang sejujurnya. Pak James mungkin tidak akan mengingatnya dan malah menuduhku yang tidak-tidak. Karena semalam dia mabuk. Bahkan setelah pelepasannya, dia langsung a
Rupanya dugaanku salah. Bukannya menghentikan kegiatannya, Pak James malah kembali menciumku secara brutal. Tangannya sudah menyusup ke punggungku, melepaskan kaitan bra yang kukenakan. Tanganku segera menutupi dua asetku yang tak lagi tertutup bra. Pak James kembali menegakkan badannya, lalu diam menatap bagian depanku dengan mata berkilat nafsu. "Jangan ditutup, Diana. Tidak baik menutupi sesuatu yang sangat indah ini," ucapnya parau, sambil mencoba menyingkirkan kedua tanganku. Aku masih mencoba menahan tangan pak James, tapi tenagaku tak cukup kuat. Dengan sekali sentak, pak James berhasil menyingkirkan kedua tanganku dari dua bongkahan milikku. Tanganku ditarik ke atas, membuat dadaku lebih condong ke arahnya. Dan tanpa aba-aba, pak James langsung menenggelamkan kepalanya ke sana. "Ah.... Bapak hentikanhh." Pak James menghirup dalam-dalam aroma tubuhku. Ia juga kembali memberikan tanda di san
Setelah kejadian di dapur apartemen pak James hari itu, aku memutuskan untuk pulang. Pak James tak lagi menghubungiku. Akupun juga tak berniat menghubunginya. Aku butuh waktu, khususnya untuk memikirkan rencanaku selanjutnya. Ada rasa takut ketika mendengar kenyataan bahwa pak James mungkin tertarik padaku, juga tubuhku. Meskipun nona Claire memintaku untuk menggunakan tubuh untuk menggoda pak James—dan sudah kulakukan, nyatanya ada perasaan takut jika hal-hal yang melewati batas akhirnya terjadi. Pak James laki-laki normal. Dia bilang sendiri padaku. Artinya, apakah aku sudah menemukan jawaban yang nona Claire minta? Apakah aku harus menghentikan pekerjaan ini sekarang dan memberi tau nona Claire bahwa pak James tidak setia padanya? Tapi, apa yang akan dilakukan nona Claire selanjutnya setelah mengetahui hal ini? Apakah mereka tetap melanjutkan pernikahan atau malah memutuskan bercerai? Jika bercerai, bukankah aku terlalu jahat pada pak J
Perbincanganku dengan pak James masih berlanjut. Tapi kini kami sudah berpindah duduk di sofa. Di depan kami, televisi besar pak James menyala, menampilkan salah satu tayangan berita yang begitu membosankan menurutku. "Em, kalau boleh tau, nona Claire pergi ke mana, Pak? Kenapa Bapak tidak ikut saja? Ini kan weekend." Aku menoleh ke arah Pak James yang tampak fokus menonton berita. Pak James sepertinya sangat tertarik dengan dunia politik, juga berita kriminal. "Swiss. Dia sedang liburan. Menikmati waktu sendirinya. Kamu tau, perempuan terkadang butuh me time." Aku mengangguk saja. Tapi, batinku seakan tidak setuju. Sebagai seorang perempuan yang masih lajang, aku justru memiliki harapan untuk bisa pergi liburan dengan kekasihku. Untuk me time, akan lebih baik jika hanya untuk kegiatan murah, seperti tidur, baca buku, ngopi santai. Tapi liburan di Swiss, sayang sekali jika tidak bersama pasangan. "Bapak membiarkannya per







