Share

Jadi bawahan

Penulis: Ilyas One
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-18 14:14:21

Miskin Setelah Bercerai

Part 7

Pov Robi

Semenjak kejadian kemarin hidupku semakin tidak jelas kemana arahnya, harusnya sekarang aku bisa dengan santai mau bangun jam berapa mau tidur lagi jam berapa. Harusnya juga sekarang aku bisa dengan bebas memakai uangku kemana saja yang aku inginkan. Aku sangat menyesal telah mengambil keputusan yang salah dengan menikahi Nia simpanan om-om dengan mengkhianati Talita yang menemaniku dari nol.

Aku sudah kesana kemari mencari Talita, tapi nihil, jejaknya tidak aku temui. Bahkan nomornya sudah dia ganti, aku juga sudah kerumah Ibunya tapi kata tetangga rumahnya sudah dijual. Semua aset yang kami mulai dari nol pun sudah dia jual, beberapa restoran yang kami kelola bersama dulu juga dia jual kepada saingan bisnis kami dulu. Jujur aku sangat kecewa dengan sikapnya, bukankah dia ingin hidup denganku sampai JannahNya. Tapi kenapa dia meninggalkan aku, Ibu hanya menginginkan seorang cucu. Salahkah itu?

Saat ini kami tinggal dikontrakkan sempit dengan dua kamar tidur, satu dapur dan kamar mandi. Sungguh tempat ini mengingatkan aku dengan Talita yang dengan sabar menerima uang bulanan yang sangat sedikit. Belum lagi Ibu selalu minta dikirimkan uang, caciannya kepada Talita pun tak luput saat dia datang berkunjung. Berbeda dengan Nia sekarang, dia sangat pembangkang. Bahkan dia berani menerima telpon dari om-om langganannya didepanku.

"Robi, mau sampai kapan kamu terus terpuruk begini," tiba-tiba Ibu datang saat aku sedang duduk di teras rumah. Aku malas menanggapinya, karena aku menganggap semua ini juga karena Ibu yang terus merongrongku agar menikah lagi.

"Ibu itu udah capek gini terus, mana rumahnya sempit, panas lagi. Belum lagi Nia istrimu yang nyuruh ini itu," keluh Ibu. Ini bukan kali pertama Ibu mengeluh, aku sudah terbiasa mendengarnya. Bukannya aku tidak ingin mencari kerja, tapi semangatku sudah tidak ada lagi. Aku bingung harus memulainya darimana.

"Jadi aku harus apa Bu, bukankah Nia wanita pilihan Ibu," jawabku kesal.

"Itu dulu sebelum Ibu tau sifat aslinya, dia itu ga jauh beda sama si Talita yang rakus itu,"

"Buk, bajuku udah disetrika belum." Teriak Nia dari dalam kamar.

"Heran hobinya kok teriak-teriak," cebik Ibu yang segera bangun untuk menyetrika baju Nia. Pasti dia mau kelayapan lagi sama om-om langganannya.

"Aku dengar ya semua yang kalian omongin tadi, awas aja ga aku kasih makan baru tau." Teriak Nia lagi, aku memang sudah tidak berguna jadi suami. Makan aja dikasih istri, andai uangku masih ada. Aku rindu jadi orang kaya lagi, batinku menjerit.

"Bisa ga sih nyetrikanya yang bener, bisa rusak semua baju aku kalau Ibu ga becus ngerjainnya," bentak Nia. Ah aku sudah tidak tahan melihat sikap dia yang semena-mena dengan Ibu.

"Cukup, kamu jangan semena-mena ya dengan Ibuk. Walau gimanapun dia mertua kamu, dan aku suami yang harus kamu hormati," kesalku.

"Menghormati katamu Mas, coba katakan dari segi mana aku harus menghormati kamu," tanya Nia dengan senyuman meremehkan. Aku yang kalut dan terbawa emosi dengan sigap menampar pipinya.

Plak.

Nia terkejut tidak menyangka aku akan menamparnya, dia memegang pipi dengan tangan sambil menahan amarah.

"Berani kamu Mas nampar aku, kamu mau tau rasanya sakit ditampar," teriak Nia.

Plak.

Aku yang berpikir dia akan menampar pipiku segera menghindar, tetapi sayang tamparannya bukan ditujukan kepadaku, melainkan pada Ibu yang tengah berdiri diantara kami. Ibu yang tidak menyangka, langsung tersungkur kelantai akibat tamparan Nia.

"Ibuk," panggilku, sudut bibir Ibu mengeluarkan darah. Kurang ajar kamu Nia, akan kubun*h kamu. Aku yang tidak bisa lagi mengontrol emosi dengan cepat menarik rambut Nia, dan kubenturkan kepalanya didinding. Aku kalap sampai tidak menyadari jika Nia telah pingsan dengan lumuran darah di kepalanya.

"Sudah Robi, kamu mau masuk penjara," cegah Ibu kemudian. Aku baru sadar jika aku tidak mau menghabiskan waktu di penjara. Aku segera memopong tubuh Nia ke kamar, Ibu juga segera mengobati luka di kepalanya.

"Gimana Buk," tanyaku saat melihat Ibu membersihkan luka Nia.

"Sepertinya bisa diobati dirumah aja, kita tunggu dia siuman aja," jawab Ibu lesu.

"Aku mau keluar dulu ya." Aku ingin. Mencari pekerjaan, terserah itu apa yang penting kami bisa makan dulu. Di dekat sini ada restoran baru yang tempatnya sangat strategis jadi pelanggannya rame, aku akan kesana. Siapa tau mereka butuh koki baru untuk masakan mereka.

"Permisi mbak, disini butuh karyawan baru ga," tanyaku ketika bertemu dengan salah satu pelayan yang ada disini.

"Kayaknya ga deh Mas, tapi untuk jelasnya lebih baik langsung nanya ke atasan kami, itu yang baju biru orangnya." Jelas wanita itu dengan menunjukkan seseorang yang sedang memainkan ponselnya di meja sudut ruangan.

"Makasih ya mbak," aku segera menuju ke meja yang katanya atasan tadi.

"Permisi Pak, maaf sebelumnya restoran ini butuh karyawan ga ya," tanyaku hati-hati, takut ditolak.

Dia memperhatikanku dari atas sampai bawah, akupun risih karena memang saat ini baju yang kukenakan agak lusuh.

"Emangnya kamu bisa apa," tanyanya .

"Saya bisa memasak Pak, saya yakin masakan saya pas di lidah pengunjung disini," ucapku yakin. Karena dulu ketika masih mengelola restoran bersama dengan Talita aku memang menjadi koki di restoran sendiri.

"Oke baik, kebetulan kami memang butuh koki tambahan. Tapi kamu harus ikut training dulu selama seminggu, gimana" tawarnya. Lebih baik aku terima saja dulu, daripada jadi pengangguran.

"Siap, Pak. Jadi kapan saya boleh bekerja," tanyaku lagi.

"Kamu bisa memulainya hari ini, sekarang kamu bisa ganti baju diruang ganti karyawan," perintah Pak Ali yang namanya kuketahui dari pelayan lain.

***

Menjadi koki di restoran orang sungguh sangat melelahkan, tenagaku terkuras habis hari ini. Jam menunjukkan pukul dua belas malam, sebaiknya aku membeli sedikit makanan untuk Ibu dan Nia dirumah. Lumayan kerja dari pagi sampai tengah malam dapat gaji tiga ratus ribu.

Setelah membeli makanan aku langsung pulang kerumah, aku juga membeli obat merah untuk luka di kepala Nia.

"Assalamualaikum, Bu." Aku memberi salam tapi tidak ada jawaban dari dalam.

Pintu rumah juga tidak dikunci, kemana Ibu dan Nia.

"Buk, Nia…." Kemana mereka, bukankah sekarang Nia sedang sakit. Samar aku mendengar suara Ibu yang sedang menangis dikamar, aku segera ke kamar Ibu.

"Ibuk, kok nangis," tanyaku ketika sudah dikamar Ibu.

"Ibu udah ga tahan, ibu ga tahan hidup menderita kayak gini. Ibu pengen shoping, ibu juga pengen ke salon kayak dulu. Belum lagi Rina minta dikirimkan uang, mau dapat darimana kita uang untuk kuliah dia. Makan aja susah," Ibu menangis tergugu dengan memegang dadanya.

"Aku udah dapat kerjaan sekarang Bu, walaupun gajinya ga besar tapi cukup kok untuk kita makan." Hidupku betul-betul linglung tanpa Talita, sungguh aku sangat merindukan sosoknya meskipun diselimuti oleh kebencian.

"Kamu pikir dengan gaji yang ga seberapa itu cukup buat Ibu senang-senang, belum lagi istrimu itu katanya akan mengusir kita dari rumah ini," tangis Ibu semakin menjadi. Kenapa susah sekali hidup bahagia setelah berpisah dari Talita.

"Aku udah beli makanan, sekarang kita makan yuk," ajakku agar Ibu makan, dia pasti belum makan dari pagi.

"Oh ya Bu, mana Nia," tanyaku lagi.

"Udah pergi, katanya kalau dia pulang kita masih disini, dia mengancam akan melaporkan kita ke polisi,"

"Yaudah kita makan dulu, nanti biar aku ngomong dan minta maaf sama dia," kataku.

Huuffttt….

Batin dan fisikku benar-benar lelah, kesalahan kecil yang kubuat mengharuskan aku memulai semuanya dari nol. Sudah tengah malam Nia belum juga pulang, aku memutuskan untuk tidur agar besok pagi tidak terlambat untuk bekerja. Kata manajer tadi, besok akan datang pemilik dari restoran jadi aku tidak boleh terlambat. Siapa tau dengan melihat bakat dan pengalamanku sebelumnya dia mau menaikkan jabatanku.

***

Pagi jam 7 aku sudah berangkat bekerja, jangankan menyiapkan sarapan pagi untukku, Nia bahkan tidak pulang semalam. 

Aku harus berangkat jalan kaki karena mobil sudah kujual untuk mencukupi kebutuhan Nia dan Ibu yang boros. Aku juga memberikan sedikit uang pada Kak Mira agar bisa mengontrak rumah sendiri, Nia tidak mau satu rumah dengan Kak Mira.

Setelah sampai di tempat kerja, aku langsung melakukan pekerjaan. Pengunjung hari ini sangat ramai, aku jadi teringat dengan beberapa restoranku dulu.

"Woi melamun aja, big bos udah datang tuh, semua karyawan disuruh kesana untuk menyambut," ucap Sandi yang terburu-buru keluar.

Aku pun segera bersiap-siap untuk keluar, sampai diluar aku melihat semua karyawan sudah berbaris menyambut pemilik restoran ini. Dari yang kudengar dari Sandi, pemilik restoran ini tidak pernah kesini sebelumnya. Karena dia memiliki banyak restoran lainnya, restoran tempatku bekerja hanyalah anak cabang.

"Yang mana pemiliknya San," tanyaku pada Sandi saat aku sudah dibarisan.

"Itu yang baju biru," Sandi menunjuk dengan dagunya yang diikuti dengan pandangan mataku. Dadaku bergemuruh hebat, detak jantungku tidak karuan. Nafasku memburu, dia disana. Sangat elegan dan… cantik. Talita, sejak kapan dia menekuni bisnis ini. Dia sangat sukses sekarang, bahkan lebih sukses dari dulu saat bersamaku. Sekarang dia juga sudah mengenakan hijab, sangat cantik. Aku terpana dengan kecantikannya sampai-sampai aku tidak mendengarkan apa yang sampaikan Sandi. Jadi sekarang, aku malah bekerja untuk Talita, yang benar saja.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Miskin Setelah Bercerai   Tamat

    Miskin Setelah BerceraiPart 40Mamanya Dokter Anta malah membuka lebar mulutnya, terlebih Anta yang terlihat menggeleng kepala kuat. Berbeda dengan Andini yang terlihat tersenyum jumawa penuh kemenangan."Ini buktinya, Tante." Andini menyerahkan ponsel pintarnya pada orangtuanya Anta.Aku dan Anta juga melihat kearah foto yang ditunjukkan oleh Claudia, disana ada fotoku dan Mas Robi saat kami liburan di Singapura dulu."Tega kamu, Talita. Padahal Tante dan Om sudah merestui kamu untuk menjadi menantu kami," ujar Mamanya Anta marah."Tapi itu dulu, Tante." Tiba-tiba Mas Robi memotong ucapan Mamanya Anta yang seketika membuat Andini melotot marah."Maksud kamu?" tanya Mamanya Anta mengerutkan keningnya."Maksud kamu apa!" Perlahan senyum jumawa yang terukir di bibir Andini memudar. Sepertinya dia sudah menyadari jika Mas Robi akan mengkhianatinya."Iya, Tante. Dulu itu memang Talita istri saya. Tapi saya sudah lama bercerai dari dia, karena saya selingkuh dan menikah lagi. Dan foto yan

  • Miskin Setelah Bercerai   Tercengang

    Miskin Setelah BerceraiPov TalitaPart 39"Sempurna," desisku ketika melihat gaun yang akan aku pakai di acara lamaran nanti. Iya, seminggu lagi aku dan Anta akan melangsungkan acara lamaran. Aku tidak menduga jika cerita hidupku serumit dan seindah ini. Dulu ketika aku masih berpacaran dengan Mas Robi, aku hanya ingin menikah dan menua bersamanya. Tidak ada bayangan jika aku akan menikah untuk kedua kalinya, dan juga aku tidak menyangka kalau yang akan menjadi calon suamiku ada Anta, beruang kutub yang menyebalkan.Aku tersenyum sendiri jika mengingat semua kekonyolan yang pernah aku lalui bersama Anta. Padahal dia tidak sedingin yang aku duga, dia bersikap begitu karena hatinya telah beku ditelan waktu. Mungkin sakitnya berbekas sampai sekarang, tapi aku yakin semua itu akan hilang dimakan waktu.Klek!Pintu kamarku tiba-tiba terbuka, ternyata Ibu yang masuk dan tersenyum ke arahku."Masuk, Buk," ucapku menyuruh Ibu untuk masuk."Ini baju yang akan kamu kenakan nanti? Cantik sekali

  • Miskin Setelah Bercerai   POV Robi 2

    Miskin Setelah BerceraiPart 38POV Robi"Talita ada dirumah nggak?" tanyaku pada Linda. Saat ini aku sudah berada di depan pintu rumahnya. Dari kabar yang aku dapat dari Andini, Talita sudah menjual apartemennya dan membeli rumah untuk Ibu dan Ayah. Andai saja aku masih bersama dengannya, pasti hidupku tidak akan semenderita ini."Ada didalam, sebentar ya. Aku panggilkan," ucap Linda yang langsung menutup pintu karena aku belum ada ijin untuk masuk kedalam. Aku sudah memikirkan matang-matang rencana yang akan aku lakukan, Andini tidak boleh menyakiti Talita. Tapi, aku yakin jika Talita pasti tidak akan mempercayai kata-kataku.Klek!"Katanya disuruh masuk," ucap Linda sambil membuka pintu untukku. Aku bergegas masuk kedalam, ternyata disana sudah ada Ibu dan Ayah, juga Talita. Sepertinya mereka memang sengaja berkumpul disini untuk menemuiku."Duduk," ucap Ayah dengan suara tegasnya. Aku sangat menghormati kedua orang tuanya Talita, karena sejak kami masih pacaran dulu mereka selalu

  • Miskin Setelah Bercerai   POV Robi

    Miskin Setelah BerceraiPart 37Pov RobiDdrrtt… Ddrrtt….Ponselku berkali-kali berbunyi dari tadi, entah siapa yang menelepon. Saat ini aku bekerja sebagai karyawan disalah satu cafe, peraturan kerja disini sangat ketat. Bahkan kami sebagai karyawan tidak boleh menggunakan ponsel ketika sedang bekerja. Ponselku terus berdering, aku yakin kali ini pasti penting. Karena orang ini menelponku hampir lima kali panggilan.Aku menyimpan nampan di meja belakang, aku pamit ke toilet agar segera bisa mengangkat telpon. Ternyata yang menelpon nomor tidak dikenal."Halo," ucapku saat panggilan terhubung."Halo, Robi. Saya Pak Ali, manajer di restoran kamu kerja dulu.""Halo, iya Pak. Saya ingat, kenapa ya?" tanyaku, karena selama bekerja disana dulu aku tidak pernah sekalipun berbicara dengannya. Kecuali saat melamar kerja dan ketika dipecat."Bisa kita ketemu?" tanya Pak Ali lagi."Untuk apa ya?""Penting, saya kirim alamatnya. Kita jumpa di sana sekitar jam empat sore," ucapnya dengan nada teg

  • Miskin Setelah Bercerai   Rencana Robi dan Andini

    Miskin Setelah BerceraiPart 36"Ibu mau makan apa?" tanyaku pada Ibu yang sudah duduk ditepi ranjang rumah sakit."Apel saja," jawab Ibu singkat. Aku tau saat ini Ibu masih marah padaku, karena masalah tadi. Aku memilih diam dan mengupas apel untuk Ibu, pikiranku menerawang jauh. Bagaimana jika seandainya Mas Robi mengambil kesempatan kali ini."Ini, Bu," aku menyodorkannya potongan apel yang sudah aku potong-potong diatas piring. Ibu mengambilnya satu dan langsung memakannya secara perlahan."Maafin Talita, Bu," ucapku lirih hampir tidak terdengar. Aku menundukkan kepala, tidak sanggup rasanya jika harus menatap wajah Ibu yang masih pucat."Ceritakan, apa yang terjadi," ucap Ibu. Akhirnya, aku harus menceritakannya hal pahit ini pada Ibu, semoga Ibu baik-baik saja mendengar kenyataan pahit yang dialami anaknya ini. Dengan menarik nafas panjang, aku menceritakan semua yang aku alami dan yang aku lewati saat bersama Mas Robi. Aku menceritakan semua tentang perlakuan Ibu dan keluarga M

  • Miskin Setelah Bercerai   Berjuang bersama

    Miskin Setelah BerceraiPart 35Akhirnya setelah acara makan selesai, aku langsung mengamit lengan Ibu dan mengajak mereka untuk kembali kerumah. Aku sama sekali tidak membayar makanan yang telah kami makan tadi, biarlah Mas Robi yang bayar. Toh, dia yang sudah mengajak Ibu dan Ayah untuk makan di restoran bandara. Entah dari mana dia mendapatkan uang agar bisa membayar ini semua. Karena dari menu yang aku lihat tadi, harga makanan disini lumayan menguras kantong. Aku lihat Ayah juga hanya membawa tas Ibu saja ditangannya, sepertinya semua koper dan tas barang lainnya Ayah suruh bawakan sama Mas Robi. Biarlah, kapan lagi bisa mendapatkan bantuan gratis dari mantan menantu tidak ada akhlak.Kami terus berjalan tanpa sedikitpun melihat kebelakang, Ibu terus saja bercerita tentang keadaannya yang sudah cukup baik. Dia juga bercerita kalau sudah bisa berbicara bahasa Inggris, walaupun masih belepotan. Kami terus tertawa dan sekali-kali aku memeluk Ibu dari samping, aku sangat rindu dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status