Share

Bab 3

Matahari sudah meninggi, aku sudah selesai menyiapkan sarapan, sedangkan mas Wira menemani Dimas bermain dihalaman depan.

Hari sabtu mas Wira tidak bekerja, hanya menyerahkan laporan hasil penjualan dari luar kota.

"Mas sarapan sudah siap, ajak sekalian Dimas masuk". Panggilku dari dalam rumah, bapak dan anak itu berhamburan masuk kedalam.

Pagi ini aku membuat sambal ikan asap, tumis kangkung dan perkedel jagung.

"Hemmm...enaknya."

Mas Wira tak tahan ingin segera makan, mas Wira mendudukan Dimas disebelahku, sementara dia duduk diseberangku.

Mas Wira sangat lahap sekali menyantap makanan yang aku masak.

"Mas wajah Mila kemarin kena alergi kayaknya, mukanya merah-merah, jadi kami gak jadi shopping."

"Iya mas tadi antar dia ke dokter." Dengan santainya mas Wira terus mengunyah makanan yang ada dimulutnya.

"Hah... ngantar ke dokter." Mataku melotot seketika. Namun mas Wira nampaknya belum sadar apa yang dia bicarakan.

"Eh bukan anu..maksudnya tadi Mila udah minta tolong sama teman-temannya, tapi gak ada yang bisa, jadi dia minta tolong sama mas, kebetulan mas udah ngarah pulang." Jelas mas Wira gugup. Dia nampak gelagapan ketika memberi alasan.

"Kan ada aku, ngapa dia gak minta tolong sama aku, kemaren pas aku kesana kenapa gak sekalian minta antar ke dokter. Aneh." Jawabku kesal.

"Iya mungkin dia buntu mau minta tolong sama siapa."

"Jadi kepikirannya cuma kamu gitu ya, hem." Aku menyudahi sarapan yang mendadak hambar.

"Sayang jangan ngambek gitu donk."

Aku terus diam, dan melanjutkan memyuapi Dimas. Mas Wira memegang tanganku, sambil tersenyum manis.

"Udah gak usah sok sok manis gitu." Rajukku sambil memonyongkan bibir. Tapi aku penasaran sebenarnya ada apa dengan wajah Mila.

"Eh mas emang kenapa wajah Mila kok sampe kayak gitu?"

"Hemm..kata dokter sih itu kena serbuk gatal, tapi mas heran deh kok bisa Mila bisa serbuk gatal."

"Sekarang gimana keadaan dia mas?" Tanyaku makin penasaran.

"Udah sembuh, tinggal bekas ruamnya aja."

"Kata dia kamaren habis pakai bedak mendadak mukanya merah dan gatal-gatal, tapi kok aneh ya mas, kemaren kan bedak yang kata kamu punya Mbak Sinta yang aku kasih serbuk gatal tapi kok Mila hang kena, katanya itu yakin bedak dia, bukan bedak orang lain."

"Oh jadi kamu yang masukan serbuk gatal, itu bedaknya Mila, bukan punya Sinta."

"Ooppps...jadi punya Mila itu mas, padahal aku mau ngerjain mbak Sinta, habisnya dia suka kegatelan kalau dekat kamu, eh ternyata Mila juga ikut kegatelan sekarang".

Muka mas Wira mandadak merah, sorot matanya mengintimidasi. Aku tersenyum puas dalam hati. Perempuan gatel memang harus dibuat gatel beneran.

Tanpa babibu mas Wira masuk kekamar, kulihat dia mengambil gawainya mungkinkah dia akan mengadu pada Mila kalau aku yang memberi serbuk gatal itu.

Aku ikuti dia dari belakang, ntah mau kemana dia.

"Dimas selesaikan makannya dulu ya, mama mau susul papa dulu".

"Iya ma". Bocilku menurut, dia memang anak yang nurut ketika aku memberinya arahan.

Kulihat mas Wira ada diteras, dia sedang mengotak atik gawainya. Ntah apa yang dia lakukan, dari gerak-geriknya, sepertinya mas Wira sedang berbalas pesan. Segitunyakah dia pergatian ke Mila? Hatiku sungguh berkecamuk.

"Mas".

Kupanggil dia, mas Wira menoleh dengan tatapan tak bersahabat.

"Mas gak usah khawatir gitu kenapa, emang ngaruh gitu kalau muka Mila bentol-bentol?". Tanyaku polos.

"Kalau Mila gak terima kamu bisa dilaporkan ke polisi, kalau mau ngapa-ngapa itu difikirkan dulu Kanaya, jangan asal". Teriaknya sambil bersungut-sungut.

"Aku gak takut mas, dengan gini aku tau sifat asli dia, bahkan suami temannya sendiri aja digodain, emang sudah habis ya laki-laki singel didunia ini hah?"

"Dia gak godain aku."

"Tapi kamu yang godain dia hah? Sama aja itu mah, sama-sama gatel."

"Jaga bicaramu Kanaya."

"Eh mas gak usah nyolot gitu donk, serbuk itu gak berbahaya, cuma bentol-bemtol aja, kau lihat d status Mila barusan juga udah gak apa-apa kok, kok malah kamu yang kebakaran jenggot gitu."

" Udahlah, nanti mama mau datang ini untuk belanja." Mas Wira menyodorkan uang untukku belanja.

"Ya anterin donk, masa tega lihat bininya sendirian ke pasar." Sebenarnya sih aku bisa belanja sendiri, tapi sengaja aku mau manja-manjaan sama mas Wira.

"Biasanya juga belanja sendiri." Sungutnya.

"Yaduah kalau gak mau. Ini uangnya aku belikan baju aja."

"Eh jangan, yaudah ayo." Akhirnya dia menyerah juga. Yang tadinya dia kesal jadi batal kesalnya. Sebenarnya mas Wira itu orangnya tidak tegaan dan penyayang, namun akhir-akhir ini sikap mas Wira sedikit berubah.

Aku belanja banyak sekali kebutuhan dapur. Mumpung mama mau datang jadi kesempatan. Biasanya nunggu gajian dulu baru dapat uang belanja lagi. Aku setok sekalain untuk 1 bulan seperti minyak, gula, garam dll. Sedangkan sayur aku hanya setok untuk seminggu.

Aku malas jika tiap hari harus kepasar, karena jarak kepasar yang murah lumayan jauh.

Sorenya mama datamg bersama adik iparku Gina, dia baru lulus SMA, dan akan lanjut kuliah. Aku lumayan dekat dengan Gina. Acapkali kami sama-sama curhat lewat W*.

Pulang dari pasar tadi aku langsung masak, aku masak rendang dan sambal jengkol kesukaan mama mertua eh. Hehehe

Setelah sholat isya aku menemani Dimas tidur, sedangkan mas Wira, Gina dan mama sedang melepas rindu, sudah satu tahun mereka tak bersua.

Lebaran kemarin tidak pulang kampung karena mas Wira ada kerjaan tambahan. Begitulah kerjaan mas Wira, terkadang lebaranpun tak banyak liburnya, kadang aku suka bete sendiri, ketika lagi mau merencanakan liburan, eh malah sudah disuruh masuk kantor lagi.

Klunting...bunyi pesan dari ponsel mas Wira. Ternyata sedari mama tiba tadi pria berjenggot itu melupakan gawainya.

[Mas pokokny aku mau ngeloporin Kanaya ke polisi, gara-gara dia muka aku jadi begini]

Jadi mas Wira sudah mengadu pada perempuan itu. Heeemmm, sepertinya aku harus pura-pura tidak tahu aja kalau ketemu si gatel itu. Aku balas oesan dari Mila, seolah-olah mas Wira yang membalasnya. Sebenarnya ini privasi mas Wira, tapi kalau sudah gini, tak apalah demi mencari bukti.

[Udahlah Mil, emangnya kamu ada bukti, bisa-bisa malah kamu yg dituntut balik, lagian muka kamu juga udah sembuh]

[Istri kamu harus dikasih pelajaran]

[Kamu sih ceroboh, udah dibilang jangan meninggalkan jejak. Ini malah jatuhin bedak dimobil]

[Kok kamu jadi nyalahin aku sih]

"Nay, Dimas belum tidur? Kok lama dikamar?"

Terdengar suara mas Wira memanggilku dari luar. Buru-buru aku letakkan gawainitu dimana asalnya.

"Iya mas sebentar, mas jangan berisik"

Tak kubalas lagi pesan dari Mila, buru-buru kuhapus pesan tadi. Aku akan cari bukti sendiri, sebenarnya sejauh mana hubungan mereka.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status