Share

Bab 3

Author: Ayaa Humaira
last update Last Updated: 2022-06-11 07:21:38

Matahari sudah meninggi, aku sudah selesai menyiapkan sarapan, sedangkan mas Wira menemani Dimas bermain dihalaman depan.

Hari sabtu mas Wira tidak bekerja, hanya menyerahkan laporan hasil penjualan dari luar kota.

"Mas sarapan sudah siap, ajak sekalian Dimas masuk". Panggilku dari dalam rumah, bapak dan anak itu berhamburan masuk kedalam.

Pagi ini aku membuat sambal ikan asap, tumis kangkung dan perkedel jagung.

"Hemmm...enaknya."

Mas Wira tak tahan ingin segera makan, mas Wira mendudukan Dimas disebelahku, sementara dia duduk diseberangku.

Mas Wira sangat lahap sekali menyantap makanan yang aku masak.

"Mas wajah Mila kemarin kena alergi kayaknya, mukanya merah-merah, jadi kami gak jadi shopping."

"Iya mas tadi antar dia ke dokter." Dengan santainya mas Wira terus mengunyah makanan yang ada dimulutnya.

"Hah... ngantar ke dokter." Mataku melotot seketika. Namun mas Wira nampaknya belum sadar apa yang dia bicarakan.

"Eh bukan anu..maksudnya tadi Mila udah minta tolong sama teman-temannya, tapi gak ada yang bisa, jadi dia minta tolong sama mas, kebetulan mas udah ngarah pulang." Jelas mas Wira gugup. Dia nampak gelagapan ketika memberi alasan.

"Kan ada aku, ngapa dia gak minta tolong sama aku, kemaren pas aku kesana kenapa gak sekalian minta antar ke dokter. Aneh." Jawabku kesal.

"Iya mungkin dia buntu mau minta tolong sama siapa."

"Jadi kepikirannya cuma kamu gitu ya, hem." Aku menyudahi sarapan yang mendadak hambar.

"Sayang jangan ngambek gitu donk."

Aku terus diam, dan melanjutkan memyuapi Dimas. Mas Wira memegang tanganku, sambil tersenyum manis.

"Udah gak usah sok sok manis gitu." Rajukku sambil memonyongkan bibir. Tapi aku penasaran sebenarnya ada apa dengan wajah Mila.

"Eh mas emang kenapa wajah Mila kok sampe kayak gitu?"

"Hemm..kata dokter sih itu kena serbuk gatal, tapi mas heran deh kok bisa Mila bisa serbuk gatal."

"Sekarang gimana keadaan dia mas?" Tanyaku makin penasaran.

"Udah sembuh, tinggal bekas ruamnya aja."

"Kata dia kamaren habis pakai bedak mendadak mukanya merah dan gatal-gatal, tapi kok aneh ya mas, kemaren kan bedak yang kata kamu punya Mbak Sinta yang aku kasih serbuk gatal tapi kok Mila hang kena, katanya itu yakin bedak dia, bukan bedak orang lain."

"Oh jadi kamu yang masukan serbuk gatal, itu bedaknya Mila, bukan punya Sinta."

"Ooppps...jadi punya Mila itu mas, padahal aku mau ngerjain mbak Sinta, habisnya dia suka kegatelan kalau dekat kamu, eh ternyata Mila juga ikut kegatelan sekarang".

Muka mas Wira mandadak merah, sorot matanya mengintimidasi. Aku tersenyum puas dalam hati. Perempuan gatel memang harus dibuat gatel beneran.

Tanpa babibu mas Wira masuk kekamar, kulihat dia mengambil gawainya mungkinkah dia akan mengadu pada Mila kalau aku yang memberi serbuk gatal itu.

Aku ikuti dia dari belakang, ntah mau kemana dia.

"Dimas selesaikan makannya dulu ya, mama mau susul papa dulu".

"Iya ma". Bocilku menurut, dia memang anak yang nurut ketika aku memberinya arahan.

Kulihat mas Wira ada diteras, dia sedang mengotak atik gawainya. Ntah apa yang dia lakukan, dari gerak-geriknya, sepertinya mas Wira sedang berbalas pesan. Segitunyakah dia pergatian ke Mila? Hatiku sungguh berkecamuk.

"Mas".

Kupanggil dia, mas Wira menoleh dengan tatapan tak bersahabat.

"Mas gak usah khawatir gitu kenapa, emang ngaruh gitu kalau muka Mila bentol-bentol?". Tanyaku polos.

"Kalau Mila gak terima kamu bisa dilaporkan ke polisi, kalau mau ngapa-ngapa itu difikirkan dulu Kanaya, jangan asal". Teriaknya sambil bersungut-sungut.

"Aku gak takut mas, dengan gini aku tau sifat asli dia, bahkan suami temannya sendiri aja digodain, emang sudah habis ya laki-laki singel didunia ini hah?"

"Dia gak godain aku."

"Tapi kamu yang godain dia hah? Sama aja itu mah, sama-sama gatel."

"Jaga bicaramu Kanaya."

"Eh mas gak usah nyolot gitu donk, serbuk itu gak berbahaya, cuma bentol-bemtol aja, kau lihat d status Mila barusan juga udah gak apa-apa kok, kok malah kamu yang kebakaran jenggot gitu."

" Udahlah, nanti mama mau datang ini untuk belanja." Mas Wira menyodorkan uang untukku belanja.

"Ya anterin donk, masa tega lihat bininya sendirian ke pasar." Sebenarnya sih aku bisa belanja sendiri, tapi sengaja aku mau manja-manjaan sama mas Wira.

"Biasanya juga belanja sendiri." Sungutnya.

"Yaduah kalau gak mau. Ini uangnya aku belikan baju aja."

"Eh jangan, yaudah ayo." Akhirnya dia menyerah juga. Yang tadinya dia kesal jadi batal kesalnya. Sebenarnya mas Wira itu orangnya tidak tegaan dan penyayang, namun akhir-akhir ini sikap mas Wira sedikit berubah.

Aku belanja banyak sekali kebutuhan dapur. Mumpung mama mau datang jadi kesempatan. Biasanya nunggu gajian dulu baru dapat uang belanja lagi. Aku setok sekalain untuk 1 bulan seperti minyak, gula, garam dll. Sedangkan sayur aku hanya setok untuk seminggu.

Aku malas jika tiap hari harus kepasar, karena jarak kepasar yang murah lumayan jauh.

Sorenya mama datamg bersama adik iparku Gina, dia baru lulus SMA, dan akan lanjut kuliah. Aku lumayan dekat dengan Gina. Acapkali kami sama-sama curhat lewat W*.

Pulang dari pasar tadi aku langsung masak, aku masak rendang dan sambal jengkol kesukaan mama mertua eh. Hehehe

Setelah sholat isya aku menemani Dimas tidur, sedangkan mas Wira, Gina dan mama sedang melepas rindu, sudah satu tahun mereka tak bersua.

Lebaran kemarin tidak pulang kampung karena mas Wira ada kerjaan tambahan. Begitulah kerjaan mas Wira, terkadang lebaranpun tak banyak liburnya, kadang aku suka bete sendiri, ketika lagi mau merencanakan liburan, eh malah sudah disuruh masuk kantor lagi.

Klunting...bunyi pesan dari ponsel mas Wira. Ternyata sedari mama tiba tadi pria berjenggot itu melupakan gawainya.

[Mas pokokny aku mau ngeloporin Kanaya ke polisi, gara-gara dia muka aku jadi begini]

Jadi mas Wira sudah mengadu pada perempuan itu. Heeemmm, sepertinya aku harus pura-pura tidak tahu aja kalau ketemu si gatel itu. Aku balas oesan dari Mila, seolah-olah mas Wira yang membalasnya. Sebenarnya ini privasi mas Wira, tapi kalau sudah gini, tak apalah demi mencari bukti.

[Udahlah Mil, emangnya kamu ada bukti, bisa-bisa malah kamu yg dituntut balik, lagian muka kamu juga udah sembuh]

[Istri kamu harus dikasih pelajaran]

[Kamu sih ceroboh, udah dibilang jangan meninggalkan jejak. Ini malah jatuhin bedak dimobil]

[Kok kamu jadi nyalahin aku sih]

"Nay, Dimas belum tidur? Kok lama dikamar?"

Terdengar suara mas Wira memanggilku dari luar. Buru-buru aku letakkan gawainitu dimana asalnya.

"Iya mas sebentar, mas jangan berisik"

Tak kubalas lagi pesan dari Mila, buru-buru kuhapus pesan tadi. Aku akan cari bukti sendiri, sebenarnya sejauh mana hubungan mereka.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 98

    Beberapa bulan kemudian, setelah kegagalan Maya ber-taaruf dengan Kahfi, pemuda itu di kembalikan ke Palembang, ke tempat asalnya. Kiayi Abdurrahman sangat syok dan kecewa dengan perilaku Kahfi. Beliau tak menyangka jika anak asuhnya mempunyai prilaku seperti itu.Hatiku merasa lega, karena Lia akhirnya angakat suara tentang latar belakang Kahfi yang sebenarnya. Hampir saja Maya tertajuh ke dalam Pelukan laki-laki berprilaku menyimpang itu. Tidak bisa dibayangkan jika Lia sebagai mantan istirnya dulu tidak oernah menceritakan kisah kelamnya, sudah oasti Maya akan menjadi korban ke dua.Siang itu aku akan melakukan check di laboratorium mengenai penyakitku. Menurut dokter, pengobatan yang aku lakukan selama ini menunjukkan perkembangan yang begitu besar. Dan kemungkinan sel kanker itu sudah tidak ada di dalam tubuhku.Dengan harinyang sedikit cemas, aku mwnunggu Yuda mengantre untuk memgambil hasil cek laboratorium, setelah setengah jam memunggu, Yuda berlari tergopoh-gopoh mendekatik

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 97

    Maya tak menghiraukan keberakan ustadz Kahfi disana. Gadis itu masih begitu saja menuju ruang tengah bersama Gina dan juga Dimas. Sementara Wira ikut duduk dengan Abdul Gani di ruang tamu.Harni tak melepaskan Dimas sedikitpun hingga mereka sampai di ruang tengah."Kangen beratkah, Oma?" ledek Dimas, laki-laki kecil itu mencium pipi omamya yang sudah mulai mengeriput."Tentu saja, anak baik." Harni menjawil hidung bangir milik Dimas."Sama aku gak rindukah?" Maya merajuk, bibirnya dimajukannya cukup panjang."Dikit," kata hari sambi membuat gerakan pada telunjuk dan jempolnya."Ih, ibu." Maya makin merajuk."MasyaaAllah, ada Gina." Harni baru sadar jika da sepasang mata yang memperhatikannya."Hehehe ... Ibu sehat?" ucao Gina kemudian."Alhamdulillah. Sini duduk dulu. Ibu buatkan teh hangat dulu ya."Harni bergegas ke belakang untuk membuatkan tamunya minuman hangat. Gina dan Maya mengekor wanita setengah baya itu. Sementara Dimas sudah sibuk dengan Cimoi--kucing kesayangan Kanaya."B

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 96

    "Nay, Yuda ...." Wira menjeda ucapannya, dia mengatur nafas berkali-kali."Wira ada apa?" Yuda mengambil alih kamera."Tadi di toko bakery, kami ketemu dengan Anisa. Dia mengatakan hal buruk tentg Kanaya, yang membuat Dimas ketakutan.""Astaghfirullah," Kanaya membekap mulutnya."Terus gimana Wir?" Sambung Yuda tak kalah khawatir."Tadi Dimas sedikit ketakutan, tapi sekarang sudah ceria lagi." "Wir, tolong kalau Dimas audah di pesantren, sering-sering kamu jenguk ya." Ada rasa nyeri dalam hari Wira ketika mendengar perhatian Yuda yang begitu dalam terhadap Dimas, seandainya Lely pun begitu terhadap Dimas, mungkin Dimas tidak akan ketakutan seperti tadi, ketika bertemu dengan Lely."Sudah pasti, "ucap Wira."Anisa dan ibunya itu bisa dikatakan berhabaya Wir, beberapa kali Anisa mengirimkan oesan untuk Kanaya yang berisi ancaman.""Sampai separah itu?" Wira menanggapi."Aku tak tahu pasti bagaimana mereka, tapi dari cara ibunya Anisa membujuk ibuku agar aku bisa menikah dengan Anisa,

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 95

    Dimas semakin dakam bersembunyi dibalik tubuh Gina yang tinggi. Sementara Wira membawa istrinya masuk kedalam kamar. Laki-laki yang selalu rapi itu tak habis pikir dengan tikah istrinya yang keterlaluan."Kamu bisa gak, jangan ngomong kasar begitu. Dari awal sebelum kita menikah, aku sudah kasih tahu kamu status aku. Aku punya anak, dan kamu setuju untuk mengganggap Dimas sebagai anak kamu sendiri, tapi kenapa sekarang begini?" ujar Wira dengan nada tinggi."Mas, itu dulu sebelum aku melihat wajah Kanaya, tapi setelah melohat wajah Kanaya, aku jadi merasa kalau kamu menikahiku karena aku mirip dengan Kanaya." Suara Lely tak kalah tinggi."Jadi apa mau kamu, hah?" Wira tak mampu menahan emosi."Aku mau bocah itu tidak pernah datang kesini, aku anggap kamu duda tanpa anak!""Lely ...." Wira mengangkat tangannya dan hampir menampar waja Lely, namun dengan sekuat tenaga dia menahan amarahnya."Apa mas? Mau nampar aku? Tapar aja!""Oke, aku akan bawa Dimas pergi, tapi jangan harap kamu aka

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 94

    Maya masih syok dengan pengakuan Lia, dia kini terbaring didalam kamar yang ada di toko Kanaya. Lia kembali turun untuk bergabung dengan karyawan lainnya.Pemandangan aneh terlihat ketika Lia sampai di anak tangga dituruninya satu persatu. Dimas yang tengah merajuk sedang dibujuk olelh Wira."Mas Wira," panggil Lia seraya mendekat."Eh ... Lia. Mana Maya?" tanya Wira."Istirahat diatas Mas, mas Wira mau ngajak Dimas keluar?" "Iya, mau aku ajak nginap di rumah, tapi sepertinya dia sedang merajuk karena aku telat jemputnya," ucap WiraSebenarnya Wira sempat ke bandara, tetapi sampai disana Dimas dan Maya sudah tidak ada. Ternyata dari tadi dia mengabaikan pesan Kanaya, jika Dimas dan Maya sudah dijemput Lia."Papa ingkar janji!" desis Dimas. Mukannya ditekuk. Wira kembali mendekati Dimas yang duduk di sofa."Maaf ya sayang, tadi kerjaan papa gak bisa ditinggal," bujuk Wira."Dimas mau popcorn?" Sepertinya pertahanan Dimas mulai runtuh ketika mendengar makanan kesukaannya disebut."

  • Misteri Bedak Wa*dah di Mobil Suamiku   Bab 93

    Lianita alnama yang diberikan kedua orang tuaku, aku asli Palembang, dan merantau ke Bengkulu karena suatu hal yang mengharuskanku menjauh dari tempat yang sudah menorehkan luka menganga dihatiku. Luka itu bahkan hingga saat ini masih terasa sakit Aku menghubungi ayuk Gita--kerabat jauh mama, untuk mencari informasi pekerjaan di Bengkulu. Ayuk merupakan panggilan seperti mbak bagi orang Sumatra.Ayuk Gita sudah lama tinggal di Bengkulu ikut suaminya. Nasib baik tengah menghampiriku, ayuk Gita mempunyai sahabat bernama mbak Kanaya. Mbak Kanaya mempunyai toko baju yang sedang membutuhkan karyawan untuk tokonya.Dulu toko itu jaga sendiri oleh mbak Kanaya, karena semkain hari tokonya semakin ramai, makan dia memutuskan untuk mencari karyawan. Bukan karyawan sebenarnya, patner kerja kebih tepatnya. Karena mbak Kanaya tidak memperlakukan karyawannya seperti karyawan, tetapi seperti teman kerja. Tak segan-segan mbak Kanaya meminta pendapat kami jika mengalami masalah.Berkat rekomendasi da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status