Matahari sudah meninggi, aku sudah selesai menyiapkan sarapan, sedangkan mas Wira menemani Dimas bermain dihalaman depan.
Hari sabtu mas Wira tidak bekerja, hanya menyerahkan laporan hasil penjualan dari luar kota."Mas sarapan sudah siap, ajak sekalian Dimas masuk". Panggilku dari dalam rumah, bapak dan anak itu berhamburan masuk kedalam.Pagi ini aku membuat sambal ikan asap, tumis kangkung dan perkedel jagung."Hemmm...enaknya." Mas Wira tak tahan ingin segera makan, mas Wira mendudukan Dimas disebelahku, sementara dia duduk diseberangku.Mas Wira sangat lahap sekali menyantap makanan yang aku masak."Mas wajah Mila kemarin kena alergi kayaknya, mukanya merah-merah, jadi kami gak jadi shopping.""Iya mas tadi antar dia ke dokter." Dengan santainya mas Wira terus mengunyah makanan yang ada dimulutnya."Hah... ngantar ke dokter." Mataku melotot seketika. Namun mas Wira nampaknya belum sadar apa yang dia bicarakan."Eh bukan anu..maksudnya tadi Mila udah minta tolong sama teman-temannya, tapi gak ada yang bisa, jadi dia minta tolong sama mas, kebetulan mas udah ngarah pulang." Jelas mas Wira gugup. Dia nampak gelagapan ketika memberi alasan."Kan ada aku, ngapa dia gak minta tolong sama aku, kemaren pas aku kesana kenapa gak sekalian minta antar ke dokter. Aneh." Jawabku kesal."Iya mungkin dia buntu mau minta tolong sama siapa.""Jadi kepikirannya cuma kamu gitu ya, hem." Aku menyudahi sarapan yang mendadak hambar."Sayang jangan ngambek gitu donk."Aku terus diam, dan melanjutkan memyuapi Dimas. Mas Wira memegang tanganku, sambil tersenyum manis."Udah gak usah sok sok manis gitu." Rajukku sambil memonyongkan bibir. Tapi aku penasaran sebenarnya ada apa dengan wajah Mila."Eh mas emang kenapa wajah Mila kok sampe kayak gitu?""Hemm..kata dokter sih itu kena serbuk gatal, tapi mas heran deh kok bisa Mila bisa serbuk gatal.""Sekarang gimana keadaan dia mas?" Tanyaku makin penasaran."Udah sembuh, tinggal bekas ruamnya aja.""Kata dia kamaren habis pakai bedak mendadak mukanya merah dan gatal-gatal, tapi kok aneh ya mas, kemaren kan bedak yang kata kamu punya Mbak Sinta yang aku kasih serbuk gatal tapi kok Mila hang kena, katanya itu yakin bedak dia, bukan bedak orang lain.""Oh jadi kamu yang masukan serbuk gatal, itu bedaknya Mila, bukan punya Sinta.""Ooppps...jadi punya Mila itu mas, padahal aku mau ngerjain mbak Sinta, habisnya dia suka kegatelan kalau dekat kamu, eh ternyata Mila juga ikut kegatelan sekarang".Muka mas Wira mandadak merah, sorot matanya mengintimidasi. Aku tersenyum puas dalam hati. Perempuan gatel memang harus dibuat gatel beneran.Tanpa babibu mas Wira masuk kekamar, kulihat dia mengambil gawainya mungkinkah dia akan mengadu pada Mila kalau aku yang memberi serbuk gatal itu.Aku ikuti dia dari belakang, ntah mau kemana dia."Dimas selesaikan makannya dulu ya, mama mau susul papa dulu"."Iya ma". Bocilku menurut, dia memang anak yang nurut ketika aku memberinya arahan.Kulihat mas Wira ada diteras, dia sedang mengotak atik gawainya. Ntah apa yang dia lakukan, dari gerak-geriknya, sepertinya mas Wira sedang berbalas pesan. Segitunyakah dia pergatian ke Mila? Hatiku sungguh berkecamuk."Mas". Kupanggil dia, mas Wira menoleh dengan tatapan tak bersahabat."Mas gak usah khawatir gitu kenapa, emang ngaruh gitu kalau muka Mila bentol-bentol?". Tanyaku polos."Kalau Mila gak terima kamu bisa dilaporkan ke polisi, kalau mau ngapa-ngapa itu difikirkan dulu Kanaya, jangan asal". Teriaknya sambil bersungut-sungut."Aku gak takut mas, dengan gini aku tau sifat asli dia, bahkan suami temannya sendiri aja digodain, emang sudah habis ya laki-laki singel didunia ini hah?""Dia gak godain aku.""Tapi kamu yang godain dia hah? Sama aja itu mah, sama-sama gatel.""Jaga bicaramu Kanaya.""Eh mas gak usah nyolot gitu donk, serbuk itu gak berbahaya, cuma bentol-bemtol aja, kau lihat d status Mila barusan juga udah gak apa-apa kok, kok malah kamu yang kebakaran jenggot gitu."" Udahlah, nanti mama mau datang ini untuk belanja." Mas Wira menyodorkan uang untukku belanja."Ya anterin donk, masa tega lihat bininya sendirian ke pasar." Sebenarnya sih aku bisa belanja sendiri, tapi sengaja aku mau manja-manjaan sama mas Wira."Biasanya juga belanja sendiri." Sungutnya."Yaduah kalau gak mau. Ini uangnya aku belikan baju aja.""Eh jangan, yaudah ayo." Akhirnya dia menyerah juga. Yang tadinya dia kesal jadi batal kesalnya. Sebenarnya mas Wira itu orangnya tidak tegaan dan penyayang, namun akhir-akhir ini sikap mas Wira sedikit berubah.Aku belanja banyak sekali kebutuhan dapur. Mumpung mama mau datang jadi kesempatan. Biasanya nunggu gajian dulu baru dapat uang belanja lagi. Aku setok sekalain untuk 1 bulan seperti minyak, gula, garam dll. Sedangkan sayur aku hanya setok untuk seminggu.Aku malas jika tiap hari harus kepasar, karena jarak kepasar yang murah lumayan jauh.Sorenya mama datamg bersama adik iparku Gina, dia baru lulus SMA, dan akan lanjut kuliah. Aku lumayan dekat dengan Gina. Acapkali kami sama-sama curhat lewat W*.Pulang dari pasar tadi aku langsung masak, aku masak rendang dan sambal jengkol kesukaan mama mertua eh. HeheheSetelah sholat isya aku menemani Dimas tidur, sedangkan mas Wira, Gina dan mama sedang melepas rindu, sudah satu tahun mereka tak bersua.Lebaran kemarin tidak pulang kampung karena mas Wira ada kerjaan tambahan. Begitulah kerjaan mas Wira, terkadang lebaranpun tak banyak liburnya, kadang aku suka bete sendiri, ketika lagi mau merencanakan liburan, eh malah sudah disuruh masuk kantor lagi.Klunting...bunyi pesan dari ponsel mas Wira. Ternyata sedari mama tiba tadi pria berjenggot itu melupakan gawainya.[Mas pokokny aku mau ngeloporin Kanaya ke polisi, gara-gara dia muka aku jadi begini]Jadi mas Wira sudah mengadu pada perempuan itu. Heeemmm, sepertinya aku harus pura-pura tidak tahu aja kalau ketemu si gatel itu. Aku balas oesan dari Mila, seolah-olah mas Wira yang membalasnya. Sebenarnya ini privasi mas Wira, tapi kalau sudah gini, tak apalah demi mencari bukti.[Udahlah Mil, emangnya kamu ada bukti, bisa-bisa malah kamu yg dituntut balik, lagian muka kamu juga udah sembuh][Istri kamu harus dikasih pelajaran][Kamu sih ceroboh, udah dibilang jangan meninggalkan jejak. Ini malah jatuhin bedak dimobil][Kok kamu jadi nyalahin aku sih]"Nay, Dimas belum tidur? Kok lama dikamar?" Terdengar suara mas Wira memanggilku dari luar. Buru-buru aku letakkan gawainitu dimana asalnya."Iya mas sebentar, mas jangan berisik"Tak kubalas lagi pesan dari Mila, buru-buru kuhapus pesan tadi. Aku akan cari bukti sendiri, sebenarnya sejauh mana hubungan mereka.***Hari ini mas Wira full seharian mengajak mama dan Gina jalan-jalan, dari BIM (Bengkulu Indah Mall), Pantai Panjang dan sorenya mandi di pantai Zakat.Kami tinggal di kota Bengkulu sedangkan mama dan Gina di Sumatra Selatan. Di Bengkulu banyak sekali wisata pantai, karena memang sepanjang dari utara ke selatan langsung berbatasan dengan samudra Hindia.Setelah puas mandi pantai, kami makan dipusat kuliner yang ada di Jl. Kz Abidin, disana banyak sekali menjajakan makanan, dari nasi goreng, nasi Padang, gorengan, bandrek dan lain-lain. Mama dan mas Wira memesan nasi Padang, sedangkan aku dan Gina memesan mie tumis.Setelah megisi perut aku ajak mama beli oleh-oleh khas Bengkulu, aku belikan 5 kotak manisan terong, 1 kg lempuk durian dan sirup kalamansi. Karena esok pagi-pagi sekali mama dan Gina sudah harus pulang ke Sumatra Selatan, jadi beli oleh-olehnya diselesaikan malam ini juga.Lempuk durian itu dodol yang terbuat dari durian asli, tanpa campuran jadi rasanya sangat legit. Pusat
Aku terus mengikuti pergerakan mobil mas Wira, mau kemana sebenarnya dia. Katanya tadi mau beli rok*ok.Tiba-tiba gerimis turun lumayan deras, aku agak kesulitan mengawasi kemana arah mas Wira melaju. Na'as pas dilampu merah aku terjebak. Ketika mobil mas Wira berhasil melalui lampu hijau, pas giliraku, aku kalah cepat dan kehilangan jejak kemana perginya mas Wira."Sial." Gerutuku kesal. Pasti aku diomeli netizen karena gak dilabrak pas mas Wira menaikkan perempuan tadi.Aku cuma tidak ingin aku yang kemakansalah paham, makanya aku akan ikuti kemana mas Wira pergi. Aku putar balik, takut nanti mas Wira sampai aku belum dirumah. Bisa gawat.Hujan turun agak deras, baju yang kukenakan sudah basah karena aku lupakan membawa mantel. Seluruh tubuhku basah kuyup. Sesampainya dirumah, aku langsung diberondong banyak pertanyaan dari mbak Gita."Gimana Nay, Wira pergi kemana?" Tanya mbak Gita khawatir, ntah khawatir atau kepo. Tapi mbak Gita orangnya baik, gak mungkin hanya sekedar kepo bela
Part 6Seharian aku tidak konsentrasi dengan pekerjaan rumahku, dikit-dikit aku baper dengan sikap mas Wira tadi. Aku berfikir untuk menyadap Wa mas Wira. Apa apa gak terlalu berlebihan ya. Nanti coba aku minta pendapat mbak Gita dulu deh.Sesudah memandikan Dimas aku berencana mau antar paket, sore nanti ada acara arisan ibu-ibu RT dirumah bu Julia. Sekalian nanti mampir kerumah mbak Gita.Sambil nunggu waktu arisan aku selonjoran sambil upload foto jualan. Aku scroll beranda aplikasi berlogo F itu. Ada status yang menyita perhatianku.[Pagi-pagi udah ada malaikat bawain nasi uduk]Mana ada malaikat bawa nasi uduk, aneh ini orang.Aku kepo donk siapa pemilik akun, nama akun tersebut "myla chayang wr"Eh kok namanya kayak gak asing gitu. Jiwa kepoku meronta-ronta. Banyak status bucin disana.[Makasih sayang udah anterin ke klinik]Lho lho lho ini kayak akun Mila, apa dia punya pacar. Kok statusnya bucin gitu.Eh sebentar bukannya dia kemaren dianterin mas Wira. Tapi itu status beber
Baju kemeja warna abu-abu polos melekat dibubuh kekar suamiku. Baju yang kemren Mila pilih-pilih ketika belanja denganku. Otakku benar-benar sakit harus memikirkan hal ini. Mas wira makin mendekat, aroma parfum laundry semerbak menggelitik hidungku. "Sayang, mas kangen". Seraya memelukku dan mendaratkan ciuman manis dikeningku. Dan beralih mencium Dimas."Baju baru mas? Tumbeh beli baju sendiri, biasanya nyeret-nyeret istri dulu kalau mau beli baju". Cecarku penuh rasa penasaran.Begitulah mas Wira tidak pernah mau beli baju sendiri, pasti dia akan mengajakku ketika dia suka baju yang dia lihat. Walaupun dia lihat itu ketika dia sendiri, tapi tidak langsung dia beli. Ntah besoknya dia mengajakku untuk membeli baju itu. Aneh bukan?"Eh ini kemarin mas lupa taroh laundryan, alhasih baju mas habis, kebetulan bener temen mas yang baru belajar jualan bawa sampel nya kekosan mas kemaren, jadi mas beli". Mas Wira menjelaskan namun tak mampu memandang mataku, dia berbicara sambil menggoda D
Aku tak bisa diam saja memunggu kabar mas Wira, aku harus ke apotek membeli obat untuk Dimas, kulihat Dimas dikamar sudah tertidur, aku berlari kerumah mbak Gita untuk minta tolong jaga Dimas."Mbak, assalamualaikum." Panggilku, ketika sudah berdiri didepan pintu rumah mbak Gita."Walaikumsalam, ada apa Nay?""Mbak tolong jagain Dimas sebentar ya, dia demam, sedangkan obatnya habis, aku mau ke apotek dulu.""Lho, Dimas demam? Kapan mulai demam Nay?""Tadi pagi mbak, yaudah aku ke apotek dulu ya mbak, nitip Dimas sebentar.""Iya Nay."Tanpa fikir panjang aku langsung melajukan motorku ke ATM terdekat, karena aku sama sekali tidak memegang uang barang sepeserpun, nasib baik, isi bensin dalam motor masih full.Sesampainya di ATM, ada beberpa orang yang tengah mengantre. Sambil menunggu, kau terus mencoba menghubungi mas Wira, namun tetap tak diangkat. Sampai pada giliranku masuk ke bilik ber Ac itu. Kumasukan selembar kartu kedalam mesin, setelah menekan beberapa nomor pin, aku langsung
Aku mondar-mandir menunggu kabar dari lab, mbak Gita terus menguatkanku, Setelah 30 menit berlalu hasil lab akhirnya keluar. Dan benar Dimas terkana DBD. Namun belum cukup parah, karena langsung dibawa ke rumah sakit, jadi bisa langsung ditangani.Setelah Dimas masuk ruang rawat inap Bu Julia izin pamit pulang dan diantar mas Sigit sekalian mengembalikan mobil. Sedangkan mbak Gita tetap menemaniku di rumah sakit."Nay kamu gak ngasih tau Wira kalian disini?"."Gak mbak, biar mas Wira cari tahu sendiri".Aku sengaja mematikan handphone agar aku bisa fokus mengurus Dimas dan melupakan kekesalanku pada mas Wira. Mas Wira benar-benar keterlaluan, sama sekali dia tak menghiraukan anaknya yang tengah sakit."Mbak kalau mbak mau pulang dulu gak apa-apa, mas Sigit pasti belum makan dari tadi mbak, mbak urus dulu mas Sigit".""Kamu gak apa-apa sendirian Nay?" Mbak Gita tampak khawatir. Dia tau aku sedang tidak baik-baik saja."Gak apa-apa mbak"."Yaudah kalau gitu mbak pulang dulu ya, sesuda
Ya motor metik itu tak lain tak bukan milik Hermila Mutiara, nama yang cantik namun sayang kelakuannya tak secantik namanya.Aku sengaja berhenti cukup jauh dari rumahku, agar aku bisa diam-diam memasuki rumah lewat pintu samping.Sekuat tenaga aku menahan emosiku agar tak meledak, karena aku tidak suka ribut-ribut atau semacamnya.Aku berjalan perlahan dengan kamera mode on, siap merekam setiap kejadian yang akan terjadi nanti."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku". Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!"."Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Dadaku naik turun menahan amarah, butiran bening seketika luruh tak terkendali. Kututup mulutku agar tak mengeluarkan suara. Masih kugenggam erat handphone yang masih merekam itu agar tak terjatuh.Pembicaraan macam apa ini, Mila hamil
Mereka berdua sangat terkejut melihatku ada diruangan pak Herman. Terlebih si gund*k itu. "Dek kok kmau disini, mas tadi pagi kerumah sakit kamu gak ada"."Sengaja mau kasih kejutan buat kalian"."Kejutan apa?" Tanyanya heranAku hanya memutar bola mata malas, malas melihat dua penghianat itu. Sebelum mereka datang pak Herman sudah menyiapkan proyektor untuk memutar video yang aku kirim. Pasti mereka sangat terkejut."Disini kejutannya". Kata pak Herman sambil menunjuk kearah layar."Pulanglah Mil, aku akan cari istri dan anakku." Bentak mas Wira."Gak mas, sebelum kamu berjanji akan menikahiku, biarlah mereka pergi atau mat* sekalian agar gak ada lagi pengganggu!""Jaga ucapanmu Mil, aku tidak akan menikahimu"."Mas ini anakmu, dia harus punya ayah"."Aku tak yakin itu anakku""Tega kamu ngomong gitu mas".Suara mereka terdengar begitu jelas. Semua kejadian malam tadi terekam walaupun tidak begitu sempurna.Mas Wira tampak emosi melihatku. Aku tak takut dengan apa yang akan dia laku