Share

Bab 2

Aku yang masih mikir keras tau-tau Mila mengambil roti bakar yang aku tenteng tadi. Gadis itu sibuk mencomot satu potong roti bakar dan memasukan kemulutnya

"Ih kok bengong, sini ayo makan, ntar aku habisin lho."

"Eh ini, aku jadi lupa."

"Kamu udah ke klinik?"

"Udah tadi beli obat, udah aku olesi juga."

"Apa katanya?" Tanyaku penasaran.

"Katanya alergi."

"Oh....". Aku manggut-manggut, tanda aku kebingungan, udah kayak ayam jago lagi berkokok. Alergia apa dia? Selama berteman dengannya belum pernah aku mendengar sekalipun Mila alergi.7

"Kamu gak cocok sama bedaknya kali, atau kamu tadi pake temen kantor?"

"Gaklah aku pake bedak itu terus kok. Dan aku yakin banget kalau itu bedakku, gak ketuker atau semacamnya, ini na bedaknya, coba cobain!" Mila menyodorkan bedak w**dah itu kearahku.

Kubalik bedak itu dan kuamati bagian belakang nya, fix ini bedak yang tadi aku temuin dimobil mas Wira. Karna dibawah bedak aku juga sengaja tandain pake spidol hanya setitik.

"Tapi kok mas Wira sempat-sempatnya ketemu sama Mila, ah mungkin mas Wira hanya memberikan bedak itu didepan kantor." Lagi-lagi aku hanya membatin seperti pemain sinetron di serial satu untuk semua baca S*TV.

"Ini bener bedakmu Mil?"

"Iya bener Nay."

"Yadah deh kamu istirahat gih, biar cepet baikan, aku pulang dulu."

"Iya deh, hati-hati ya."

Sepanjang jalan tak henti aku memikirkan kasus yang rumit ini, bisa aku gagal jadi detektif.

Pukul Lima sore aku sampai dirumah, sebelumnya aku mampir kerumah mbak Gita untuk mengambil Dimas, tadinya aku mau membawa Dimas, namun didepan gang ketemu mbak Gita dan menyuruhku meninggalkan Dimas bersamanya.

Mbak Gita adalah tetangga dikomplek, Dimas juga sudah akrab dengan mbak Gita, kalau ada keperluan mendadak terkadang aku menitipkan Dimas bersama mbak Gita.

"Kok cepet bener Nay udah pulang?" Tanya mbak Gita penasaran.

"Iya mbak, tiba-tiba Mila kena alergi."

"Kok bisa?"

"Ntah mbak katanya tadi dia sebelum pulang kerja pakai bedak dulu, trus dijalan tiba-tiba mukanya gatal dan memerah."

"Ooo....." Mbak Gita membulatkan bibirnya.

"Eh mbak apa jangan-jangan bedak yang aku temuin dimobil mas Wira itu punya Mila lagi."

"Hah kamu nemuin bedak di mobil Wira?"

"Iya mbak, dan sebelum aku balikkan lagi di mobil, udah aku kasih serbuk gatal, trus kata Mila tadi dia yakin kalau bedaknya gak ketuker ataupun ada yang make sebelumnya."

"Fix ini mah Nay, itu bedak Mila, kan udah mbak bilang dulu, kalau Wira sama Mila itu ada apa-apanya."

"Iya mbak, tapi aku harus cari bukti lagi mbak."

"Iya Nay kalau ada apa-apa kabari mbak."

Setelah mamandikan Dimas aku langsung masak untuk makan malam, aku hanya masak telor ceplok, karena kalau sendirian gak semangat mau masak yang aneh-aneh.

Aku masih berfikir bagaimana cara menyelidiki mas Wira, aku sebenarnya masih ragu apakah mas Wira benar-benar selingkuh atau memamg Mila kemaren memang nebeng mobil mas Wira jadi tak sengaja bedaknya jatuh, kalau benar iya, jahatnya aku sudah memberi serbuk gatal.

"Uuuhhh susah bener mengungkap semua ini ." Aku kesal sendiri dengan fikiranku.

Mas Wira selama ini gak pernah mengunci handphone-nya bahkan aku sering meminjam handphone mas Wira dan di chat W*-nya pun tidak ada yang mencurigakan.

***

Hari ini mas Wira pulang, aku sudah masak makanan kesukaannya, aku juga membuat kue bolu kesukaannya, sambil berselancar didunia maya aku menunggu kepulangan mas Wira.

Sedangkan Dimas lagi asyik menggambar. Ya dari umur dua tahun Dimas suka sekali menggambar. Aku berencana memasukannya les melukis agar bakat dia tersalurkan.

Akhirnya yang aku tunggu-tunggu pulang juga setelah aku menunggu hampir 5 jam. Biasanya jam setengah enam sore mas Wira udah pulang. Tapi ini baru pulang jam

10 malam.

Aku khawatir, curiga jadi satu. Pasalnya hp mas Wira tidak bisa dihubungi sama sekali. Apa mas Wira baik-baik saja?

Mobil mas Wira mamasuki halaman rumah, ada perasaan lega dalam hati, walaupun seribu pertanyaan sudah antre dikepalaku. Aku bersiap menyambutnya didepan pintu.

"Mas." Aku mencium punggung tangan mas Wira namun kali ini dia tak membalas mencium keningku. Padahal Selalunya iya. Mungkin dia kelelahan fikirku.

"Mas mau makan atau mau mandi dulu?"

"Buatkan kopi aja dulu, mas udah makan tadi."

"Oke mas, sembari aku buatkan kopi, mas mandi aja dulu ya." Tawarku, padahal aku dongkol sekali, karena aku sedari tadi menunggunya untuk makann malam bareng. Eh malah dianya udah makan duluan.

Aku letakan kopi hitam dengan sedikit gula diatas meja ruang tengah. Disana ada gawai mas Wira tengah berbunyi. Aku terus melirik benda pipih itu.

Satu pesan masuk dengan nama "Mil cs", siapa dia? Batinku bertanya-tanya. Aku ingin membuka namun ada keraguan menghampiri. Aku pastikan mas Wira masih lama di kamar mandi. Dan akhirnya aku lihat pesan masuk digawainmas Wira.

[Mas makasih ya tadi udah sempetin mampir]

"Astaghfirullah, ini foto kontak mila kenapa mas Wira mampir kerumah Mila, jangan-jangan benar apa yang dikatakan mbak Gita". Bisikku sambil mensecrol pesannya yang belum dihapus.

[Mas kamu nanti mampir kerumah ya]

[Iya ntar mas mampir]

[Mas kok lama]

[Lagi antri roti bakar]

Dan terakhir pesan yang tadi dan ada panggilan masuk dari Mila selama 3 menit.

Kalau dari riwayat cuma itu, apakah itu sudah menjurus ke perselingkuhan? Lagi-lagi aku masih berfikir positif, heeemmm apakah aku bo*oh?

Aku hapus pesan terakhir Mila dan kuletakkan kembali handphone mas Wira ditempat semula.

Aku harus cari bukti lain kalau memang mas Wira selingkuh. Kalau sekarang aku tanya pasti dia akna mengelak dengan berbagai alasan.

Mas Wira keluar dari kamar mandi dengan rambut basah. Lagi-lagi otakku berfikir liar, melang-lang buana kemana-mana. Aduh Kanaya berhenti menyakiti fikiranmu sendiri sebelum tau kebenarannya.

"Mas kopinya." Tawarku basa-basi.

"Makasih ya sayang, maaf bener tadi mas kemalan, capek banget, ini aja mas basah rambut, seharian kena debu jdai lepek, sekarang udah seger lagi, siap panen nih, udah hampir seminggu gak panen." Sambil matanya menggodaku. Kalau udah gitu aku tau dia maunya apa.

Hampir saja aku mau mengintrogasi dia dengan berbagai pertanyaan. Tapi setelah dia ngeluh panjang lebar jadi aku urungkan dulu. Aku tak tega melihat dia sangat kelelahan, mas Wira berbaring dipangkuanku, ku elus-elus rambut basahnya.

"Mas mau aku pijitin?"

"Ntar aja deh sekalian plus-plusnya."

"Ih mas ni." Aku tersipu malu.

Setelah mas Wira mencium kening Dimas dan dia membopongku menuju kamar. Dan setelahnya terjadilah pertempuran hebat.

Dan aku lupa tujuanku. Hemmm.. Kanayaaaa.. kalau sudah dirayu klepek-klepek.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status