Share

Bab 4

Hari ini mas Wira full seharian mengajak mama dan Gina jalan-jalan, dari BIM (Bengkulu Indah Mall), Pantai Panjang dan sorenya mandi di pantai Zakat.

Kami tinggal di kota Bengkulu sedangkan mama dan Gina di Sumatra Selatan. Di Bengkulu banyak sekali wisata pantai, karena memang sepanjang dari utara ke selatan langsung berbatasan dengan samudra Hindia.

Setelah puas mandi pantai, kami makan dipusat kuliner yang ada di Jl. Kz Abidin, disana banyak sekali menjajakan makanan, dari nasi goreng, nasi Padang, gorengan, bandrek dan lain-lain. Mama dan mas Wira memesan nasi Padang, sedangkan aku dan Gina memesan mie tumis.

Setelah megisi perut aku ajak mama beli oleh-oleh khas Bengkulu, aku belikan 5 kotak manisan terong, 1 kg lempuk durian dan sirup kalamansi. Karena esok pagi-pagi sekali mama dan Gina sudah harus pulang ke Sumatra Selatan, jadi beli oleh-olehnya diselesaikan malam ini juga.

Lempuk durian itu dodol yang terbuat dari durian asli, tanpa campuran jadi rasanya sangat legit.

Pusat oleh-oleh di Bengkulu terletak disepanjang Jl. Soekarno-Hatta, kenapa dinamakan Jl. Soekarno-Hatta, karena disana juga terdapat rumah Bung Karno ketika di angsikan di Bengkulu. Kini rumah bekas pengasingan Bung Karno dijadikan tempat wisata sejarah. Banyak dikalangan siswa SD hingga SMA berwisata kesana. Disana masih banyak tersimpan barang-barang penginggaln bung Karno. Salah satunya adalah sepeda yang digunakan bung Karno pada waktu itu.

Setelah puas jalan-jalan, kamipun pulang, Dimas sudah sedari tadi tidur dipangkuanku. Seharian mas Wira mengabaikan gawainya, dia hanya fokus ke kami. Kulihat ada banyak pesan yang masuk, namun diabaikan oleh mas Wira.

Sesampainya dirumah aku langsung menidurkan Dimas, begitupun mama dan Gina juga langsung beristirahat. Sedangkan mas Wira ambil wudhu dan menunaikan sholat isya.

Mas Wira berjalan menuju ranjang dengan gawai ditangannya, dia tampak membuka pesan yang dari tadi dia abaikan. Pria yang kupanggil suami itu menyenderkan kepalanya dikepala ranjang. Raut wajahnya sangat fokus dengan benda yang dia pengang, seskali laki-laki itu ternyus sendiri.

"Mas, kenapa kok senyum-senyum gitu."

"Eh, gak kok, ini digrup temen-temen pada ngelawak." Jawabnya sedikit gugup.

Setelah menidurkan Dimas, aku langsung sholat dan menyusul mas Wira yang sudah terlelap. Dengkuran halus terdengar, menandakan mas Wira sudah sangat nyenyak. Aku tidur disampingnya dan merapatkan tubuhku ketubuhnya. Merasakan ada pergerakan, mas Wira reflek langsung memelukku.

Pagi sekali aku sudah bangun, meyiapkan sarapan. Kali ini aku membuat nasi goreng bumbu rendang kesukaan mas Wira, masakan paling praktis kala tengah kehabisa ide untuk memgatur menu masakan, ditambah mama yang akan pulang pagi sekali.

"Udah siap aja jam segini Nay?" Tanya mama mengejutkanku. Lantas mama duduk dikursi.

"Eh iya ma, ini biar mama bisa bawa bekal untuk dijalan nanti, mana Gina ma? ajak sekalian sarapan."

"Lagi mandi Nay, nanti dia nyusul kesini."

"Mama.." Tak lama Dimas memanggilku.

"Eh sayang, udah bangun, sini duduk dekat nenek". Mama mengankat tubuh Dimas dan memangkunya.

Aku tersenyum melihat keakraban mereka, aku bersyukur mempunyai mama mertua dan ipar yang baik, yang paling penting aku sangat bersyukur punya suami yang perhatian, penyayang dan setia, eit tapi yang setia harus teruji kebenarannya.

Mas Wira dan Gina menyusul kami dimeja makan, tepat pukul 7 pagi mama dan gina sudah dijemput travel yang akan mengantar mereka pulang.

Mas Wira juga pamit berangkat kerja, dia hari ini menggunakan motor, karena hanya kerja didalam kota. Jadi hari selasa sampai Jum'at mas Wira keluar kota, sabtu dan Senin didalam kota.

Setelah semuanya berangkat, aku membereskan piring bekas kami makan tadi, Dimas sudah asyik demgan film kartu kesukaannya. Setelah cuci piring akublanjut beres-beres rumah. Setelah semua bwres, aku ajak Dimas untuk istirahat, siangnya aku lanjut ngepack barang.

Seharian aku mengepack barang yang akan dikirim keluar kota. Seperti biasa, sorenya aku antar paket ke ekspedisi, bisa saja sebenarnya kalau kurirnya langsung ambil kerumah, tapi ada biaya tambahan. Jadi labih baik aku antar langsung ke kantonya. Sekalian menikmti sore.

Pukul sembilan malam mas Wira baru sampai rumah. Dia tampak tergesa-gesa meamsukan motornya kegarasi.

"Sayang motor mas pecah ban."

"Yaudah masukan langsung aja motornya mas."

Tiba-tiba mas Wira berlari kearah garasi dan menghidupkan mobil. Tanpa menaruh terlebih dahulu tas kerjanya. Wajah suamiku nampak khawatir.

"Lho mas mau kemana lagi, udah pulang kok mau keluar lagi?" Tanyaku heran.

"Mas mau beli rok*k dulu dek, tadi kelupaan". Dengan buru-buru dia menggeser pintu pagar yang sudah macet.

"Kan pake motorku bisa mas, kenapa harus pake mobil."

"Udah terlanjur mas hidupkan."

Jawabnya, namun penuh tanda tanya.

"Mencurigakan sekalai ini laki-laki, kenapa pula lupa beli rok*k aja sampe buru-buru gitu, atau jangan-jangan." Kembali otakku dipenuhi fikiran negatif.

Otak perempuan jika sekali sudah ternoda dengan kebohongan, maka tak sepenuhnya bisa mencerna hal-hal yang berbau negatif, dia akan berfikir yang jauh diluar batas.

"Pasti dia jalan sama Mila, trus karena pecah ban, dia ditinggalkan dipinggir jalan, takut gund*knya diculik makanya dia buru-buru". Dan lagi aku bermonolog.

"Aku harus ikutin nih". Batinku.

Setelah mobil mas Wira menjauh aku keluarkan motorku, kuambil jilbab instan dan switer yang tergantung dibelakang pintu. Kuhidupan motorku langsung aku mengikutinya dari kejauhan.

Sebelumya aku telfonbak Gita- tetangga depan rumahku, untuk menitipan Dimas yang sudah tidur dikamarnya.

"Mbak aku titip Dimas ya, dia tidur, kunci rumah ditempat biasa, aku lagi ngikutin mas Wira."

"Siaaaap". Jawab singkat mbak Gita disebrang telefon. Mbak Gita memang bisa selalu diandalkan. Dia sudah seperti kakaku sendiri, mengingat dikota ini aku tidak mempunyai saudara, jadi mbak Gita lah tempat ku meminta pertolongan atau sekedar jadi temen curhat.

Aku sudah hampir ketinggalan jauh, langsung kukebut motor meticku, setelah motorku mulai mendekati mobil mas Wira, aku mulai menjaga jarak yang kira-kira sulit dilihat dari kaca sepion. sekita dua KM berjalan akhirnya yang aku takutkan terjadi juga.

Mas Wira tampak berhenti dipinggir jalan yang lumayan sepi. Disana berdiri seorang perempuan berambut pendek sebahu. Perempuan itu masuk ke mobil mas Wira. Tapi dari postur tubuhnya, rambutnya juga cara perempuan itu berjalan itu bukan Mila.

Lalu siapa? Aku tidak mengenal perempuan itu. Mas Wira, ada apa sebenarnya denganmu mas, kenapa aku jadi seperti tidak mengenalmun.

***

Siapakah sebenarnya perempuan yang dekat dengan Wira, apakan Sinta, Heni, Mila, atau masih ada kandidat lainnya.

Hemm rumit ya. Misteri bedak sudah terpecahkan. Nah sekarang muncul lagi. Semakin hari Wira selalu memberi kejutan yang tak terduga untuk istrinya

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status