“Dear, aku mohon kembalilah padaku! Selagi masih ada waktu untuk mendaftarkan pernikahan kita ke catatan sipil. Aku janji tak akan pernah mengulang kesalahanku lagi,” pinta Avan. Ia telah menjelaskan maksudnya menyuruh Vian menjadi tunangan pura-pura dan mengapa ia melakukan hal itu selama ini. Tentu dengan tidak mengatakan ia yang percaya jika Farrin akan tetap memilihnya. Hell, ia masih ingat jika Farrin membenci orang dengan tingkat kepercayaan diri tinggi.
“Sudahlah, Avan! Semua sudah terjadi. Kami telah sah sekarang. Aku mohon tolong jangan ganggu kami. Kau telah menjadi kakak iparku. Jadi, tolong hargai adikmu dengan pergi sebelum Vian menyelesaikan mandinya.”
“Tapi bukan seperti ini yang ku inginkan, Farrin! Tidakkah kau mengerti hal itu?” Avan yang frustasi hanya bisa berjalan tak jelas di kamar Vian dan Farrin yang kini terduduk di ranjang merasa pusing melihatnya.
“Lalu apa yang kau inginkan?” Farrin mema
“Sudah kukatakan sejak awal bahwa Farrin memiliki kekeraskepalaan Margaret, dan kau tak mengindahkan hal itu. Kau malah mengorbankan adikmu, Van.”Sebuah suara mengagetkan Avan yang kini tengah merenung di kamar ibunya. Ia tak ingin tidur di kamarnya malam ini karena risih akan hiasan yang ada di sana. Biarlah! Besok saja para pelayan yang akan membersihkan hiasan itu dari sana.“Tenangkan saja hatiku, Mama. Jangan menyalahkan dulu. Aku kesini ingin menenangkan hatiku dari kejadian hari ini. Bukankah Mama adalah orang yang paling mengerti hatiku? Tolong, Ma. Sudah cukup aku yang disalahkan Farrin tadi, Mama jangan menambahinya. Aku sudah menyadari jika aku sangat bersalah.”“Aku mengagumi kecerdasanmu di perusahaan, Putraku. Namun, aku merutuki kebodohanmu tentang mengerti akan hati orang lain, termasuk pasanganmu. Kau memang lebih tua dari Vian, tetapi kau tidak lebih dewasa dalam urusan hati dan kontrol emosional. ”&
“Aku tahu kau sudah menyelesaikan acara mandimu dan menguping pembicaraanku dengan Avan. Mengapa tidak keluar juga?”Tak berapa lama, sosok itu muncul dari kamar mandi yang berada di dalam kamarnya dengan pakaian yang telah berganti menjadi piyama. Apa yang Farrin ucapkan memang benar adanya, Vian telah menyelesaikan urusan mandinya dan menguping pembicaraan mereka. Bukan maksud Vian seperti itu, hanya saja untuk berendam rasanya sangat tidak menyenangkan dan hanya mengupinglah cara satu-satunya yang bisa ia pikirkan. Terdengar tak sopan, ya. Akan tetapi, apa ada hal lain selain itu? Ia tak memiliki pilihan lain.“Aku tak tahu jika kau begitu peka akan sesuatu yang ada di sekitarmu,” ujar Vian. Jika itu orang lain, entah ia bisa mendengar ucapan itu atau tidak mengingat kamar mandinya yang semi-kedap suara. Sangat sedikit suara yang bisa ditangkap dari sana dan ia tak yakin Farrin bisa mengalihkan konsentrasinya ke suara di dalam k
“Kau ingat anak lelaki yang kau tolong dari para perusuh di taman bermain dulu? Kau yang berlagak sok pahlawan ingin menghajar mereka tetapi salah satu dari mereka malah memukulmu. Untung saja saat itu ada orang dewasa yang melihat dan menolong, jika tidak, mungkin kau juga akan berakhir babak belur sepertiku saat itu.” Vian terkekeh kecil. Ia begitu menyimpan memori itu dengan baik hingga ia bisa mengingatnya bertahun-tahun. Padahal, hal itu terjadi saat dirinya dan Farrin masih sama-sama menjadi murid sekolah dasar.“Kau?”“Ya! Aku anak yang kau tolong waktu itu. Kau mungkin tidak mengenali karena keadaanku yang begitu buruk. Namun, percayalah! Aku selalu mengingat dan menyimpan dengan baik sapu tangan pemberianmu saat itu. Beberapa kali aku berpapasan denganmu, tapi aku sama sekali tak bisa menyapamu. Kau seperti jauh dan sangat sulit untuk kugapai. Apa lagi dengan keadaanmu yang menjadi juniorku. Puncaknya, saat Avan mengenalkanmu pada
Seolah benar-benar pasangan muda yang baru saja menikah dan ingin segera bulan madu sebelumnya, keyakinan mereka berdua sama sekali tak tergoyahkan. Bujukan dan rayuan dari Nazilla, sang ibu mertua, tak membuahkan hasil sedikit pun. Rencananya ia dan sang menantu akan menjadikan hari ini sebagai hari untuk mereka berdua saling dekat sebagai pasangan mertua-menantu. Namun, sepertinya bayangan Nazilla akan hal itu harus kandas dan berakhir karena Farrin beserta Vian mengatakan untuk pindah ke apartement yang Vian miliki.Tentu saja tanpa bantuan bujukan dari Vian. Karena pemuda itu yakin jika bujukan mereka tak akan mempan sama sekali jika menghadapi si kepala batu.Jadi tanpa memaksa lagi, Nazilla mengiyakan saja kepindahan mereka dengan catatan untuk mereka berdua agar lebih sering mengunjungi single parent tersebut. Farrin dan Avan mengiyakan saja, toh tak ada gunanya lagi untuk memperdebatkan segala sesuatu saat ini. Yang penting bagi mereka adalah sar
Avan memegang sebuah buku tebal diiringi dengan tatapan kosong sambil terduduk di kursi ayunan taman mansion milik keluarganya itu. Sebenarnya, ia tadi ingin menghabiskan waktu liburnya untuk membaca sebuah novel romantis yang dibeli di luar negeri dan akan ia hadiahkan untuk Farrin di malam pertama mereka. Kegagalan dalam prosesi pemberkatan membuat rencananya total hancur berantakan. Tak akan ada sarapan pagi romantis seperti bayangannya. Tak ada malam pertama yang indah. Juga, tak akan ada siluet Farrin yang hilir mudik setiap hari seperti yang selalu ia bayangkan sedari dulu. Semuanya berantakan. Semuanya hilang. Avan menyadari jika karena ia sendirilah yang membuat Farrin hilang dari jangkauannya. Ia telah meremehkan tentang semua yang orang lain perintahkan untuk mencabut keputusannya saat ia meninggalkan kota ini dua bulan yang lalu. Sikap kekanakan mendominasi dan membuat ia besar kepala akan sikap pemaaf Farrin padanya selama ini. Ia pikir, F
“Mama ….”“Apa?!”Nazilla mendelik, mengapa sih, putranya ini begitu keras kepala? Jika ia tak mau menghubungi Rizuki, ya, sudah! Biarkan saja. Lagi pula, mengapa Avan selalu menghindari atau melempar pembahasan saat ia suruh menghubungi wanita itu? Apakah ada masalah?“Tidak ada masalah, Ma. Aku hanya enggan mendengar omelannya yang bisa sepanjang jalan kenangan itu. Apa lagi jika harus menceritakan batalnya pernikahanku dengan Farrin. Pasti omelannya bertambah panjang saja. Bisa-bisa pecah gendang telingaku mendengar ocehan dan omelannya, belum ditambah dengan umpatan kasarnya!”“Rizuki mengumpat? Jangan bercanda!”Avan cengo, engapa ibunya sama sekali tak mempercayai perkataannya? Sebegitu hebatkah pengaruh Rizuki untuk ibunya?“Aku mengatakan yang sebenarnya, Ma. Rizuki sering mengumpatiku. Mama hanya tak tahu saja jika wanita itu sangat kasar tentang perilaku dan ucapannya!&rd
“Hey, kau istriku sekarang. Tidakkah kita bisa memulai hubungan ini dengan tidur dalam satu kamar?” tanya Vian. Farrin gugup hingga rona merah menjalar ke telinganya. Tentu saja ia gugup, ia yang sudah bersiap tidur di sofa bed depan televisi langsung menghentikan langkah begitu Vian mengatakan hal itu. “Ku-kupikir aku akan lebih baik untuk tidur di ruang santai saja. Lagi pula, kan kau yang memiliki apartmen ini, jadi, aku tak enak jika harus menempati kamarmu,” jawab Farrin. Vian menghampiri dan mencoba mengambil alih selimut yang Farrin seret dan membawanya menuju kamar. Farrin terdiam, dan hanya bisa melongo tak bisa mengeluarkan suara lagi hanya untuk sekedar mencegah tindakan Vian. “Aku tidak tahu bagaimana cara berpikirmu. Menurutku, karena kamu adalah istriku untuk saat ini, maka, kita harus berbagi kamar yang sama. Berbagi satu ruangan untuk privasi, dan berbagi ranjang untuk ditiduri setiap malam. Atau, kau ingin kita menempati apartmen dengan
“Sebenarnya, Farrin. Apa maksudmu? Apa sebelum ini kau sama sekali tidak menyukai kakakku?” tanya Vian. Ia ingin memastikan bagaimana perasaan mantan pacar kakaknya itu. jangan lupa, kini mantan kekasih kakaknya itu telah menyandang status istri baginya. Jadi, ia harus memastikan pada siapa hati wanita itu berlabuh. Atau paling tidak, bagaimana keadaan hati wanita itu.“Bukan begitu. Hanya saja aku tidak menyesal sama sekali melepas Avan. Aku merasa lega. Aku juga merasa jika hatiku terasa lebih ringan.”Vian menatap wanita yang duduk di sebelahnya itu dengan padangan menyelidik. Bagaimana bisa berpisah dengan orang yang mengisi hari-harinya selama bertahun-tahun itu malah membuat hatinya terasa lapang? Apakah ada hal yang tak bisa dijelaskan di sini? Atau belum terjelaskan?“Apa maksudmu?” tanya Vian.Farrin menatap lelaki itu dengan malu-malu dan berucap, “Aku tak tahu harus menceritakan dari bagian mana. Intiny