Home / Romansa / Mopping Your Heart / Pertemuan Kedua

Share

Pertemuan Kedua

Author: Pena Indah
last update Last Updated: 2021-05-23 13:51:03

Di perjalanan pulang, Khanza nampak sedih mengingat Hanif tidak mengangkat telfon darinya. Ia sangat menyesal jika benar Hanif di skors karena dirinya.

Bagaimanapun juga, Hanif lah satu-satunya orang yang mau berteman dengannya. Selalu membantunya di saat ia susah. Tak hanya itu saja, bahkan Hanif selalu pasang badan ketika apapun hal buruk yang terjadi menimpanya.

Ia akan berinisiatif mengatakan kebenarannya besok pagi ke guru bimbingan, agar mencabut hukuman yang guru itu berikan kepada Hanif. Kemudian, dirinya siap menerima apapun hukuman dari guru bimbingan.

***

Sore itu, Khanza duduk di bawah rindangnya pohon rambutan. Menghitung uang hasil bernyanyinya siang tadi. Ketika sampai di uang lembaran kedua, tiba-tiba dia teringat akan Bos sombong siang itu.

"Hufft, rasanya aku ingin sekali menaikkan dasinya hingga tercekik dia," umpatnya.

"Dan aku selalu berharap, semoga dia mendapat pacar pengamen sepertiku, biar tau rasa! Kesal banget aku, sepertinya--" imbuhnya dengan sibuk membuka earphone-nya

Agar dirinya tetap nyaman, Khanza memutar lagu menggunakan earphone-nya. Hanya musik yang mampu menenangkan pikirannya. Kali ini ia mengubah genre musiknya menjadi genre melow, sehingga bisa membuatnya tertidur.

"Hm, tenangnya …." lenguh Khanza menyenderkan kepalanya di pohon samping rumahnya. "Kalau begini bisa merem nih!" gumamnya. 

Sejenak, Khanza dapat melukiskan perasaannya yang saat itu sedang kacau.

Musik tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari manusia. Tanpa musik, dunia mungkin akan sepi dan hampa. Selain bisa membangkitkan suasana hati, musik juga punya kekuatan untuk menenangkan seseorang. Bahkan, penelitian terbaru menemukan bahwa musik terkait dengan proses kognitif otak, terutama dalam hal pembelajaran.

---

Pagi hari yang cerah. Khanza berangkat pagi-pagi sekali hanya untuk bisa bertemu dengan Guru Bimbingan. Meskipun Khanza itu siswi yang cerdas, namun absennya sangat buruk. Itu kenapa? Sebab, Khanza sering sekali masuk terlambat. Bukan hanya itu saja, Khanza sendiri juga selalu membuat masalah di sekolah. Dirinya juga sering sekali membolos meski di waktu jam kosong. 

Tok tok tok…

Suara pintu diketuk, Khanza memang berniat bernegosiasi dengan guru bimbingan, agar beliau mau mempertimbangkan hukuman skorsing yang diberikan kepada sahabatnya. 

"Iya masuk! " sambut guru bimbingan. "Oh … Khanza, siswi istimewa ternyata yang berkunjung rupanya," sambungnya.

"Wah saya nggak nyangka, ternyata ibu mengistimewakan saya ya hehe," celoteh Khanza dengan bibir menyeringai.

Guru bimbingan mempersilahkan Khanza duduk dengan tatapan yang tajam. Guru bimbingan di sekolah Khanza memang terkenal sulit disenangi, selalu tegas dan tak mudah dibujuk. 

"Katakan apa yang kamu inginkan. Sehingga datang ke singgah sana Ibu ini?" tanya Guru pembimbing. 

"Kenapa Ibu skors Hanif?" tanya Khanza to the poin. 

"Karena dia bersalah!" jawab Guru pembimbing dengan tegas. 

"Apa kesalahannya?" protes Khanza lagi.

"Karena membantumu bolos sekolah lah! Apa lagi?" jelas beliau. 

"Hanif tidak pernah membantu saya bolos, Bu. Wah sok tau Ibu ini, bahkan Hanif lah yang mencegah saya bolos, Bu Ibu!," ungkap Khanza melipat tangannya, lalu memalingkan wajahnya.

Guru bimbingan memang tegas dengan semua murid yang melanggar aturan sekolah. Akan tetapi, dengan Khanza sebuah pengecualian. Lalu, Guru pembimbing itu bertanya dengan sinis, "Lantas, kenapa kamu tetap bolos sekolah?"

"Ada hal yang Ibu tidak mengerti. Tolong Bu, Ibu harus cabut hukuman untuk Hanif. Saya yang seharusnya di skors, bukan Hanif Bu--" Khanza memohon.

"Ibu akan mencabut hukuman Hanif kalau kamu mengakui kesalahanmu di depan para guru dan kepala sekolah. Kemudian, kamu harus meminta maaf pada Hanif di depan teman-temanmu juga. Bagaimana?" usul Guru pembimbing itu. 

"Iya, Bu. It's okay, saya akan mengakui kesalahan saya. Saya janji nggak akan bolos lagi dah. Jika saya mengulanginya lagi, silahkan Ibu hukum saya, hukuman apapun akan saya terima dengan ikhlas." janji Khanza. 

Guru pembimbing itu menatap mata Khanza dengan seksama. Kali ini, Khanza terlihat sangat yakin. Sehingga membuat hati guru pembimbing menyetujui janji Khanza tersebut. 

"Baik, Ibu terima permohonan maaf kamu. Dengan segera Ibu akan menelfon orang tua Hanif, mengatakan bahwa anif bisa masuk sekolah seperti biasa besok," terang guru pembimbing itu. 

"Terima kasih, Bu. Selamat siang," pamit Khanza dengan wajah yang sumringah. 

"Khanza, kamu ini kenapa? Kamu murid yang sangat cerdas, tapi kenapa kamu mengecewakan Ibu begini? Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu?" gumam guru pembimbing itu dalam hati. 

___

Setelah berhasil menyakinkan guru pembimbing. Khanza bisa jauh lebih tenang karena sahabatnya akan kembali sekolah esok hari. Namun, Khanza sendiri yang akan menjalani hukumannya. 

Hari dimana Khanza mulai di skors, tetap saja Khanza tidak memberitahukan kepada orang tuanya akan hal itu. Ia tetap bersikap seperti biasa. 

Meski Khanza berusaha menutupinya, tetap saja perasaan Sang Ayah tidak bisa diragukan lagi. Saat itu …. 

"Khanza!" panggil Ayahnya. 

"Iya, Yah. Ayah butuh apa? Biar Khanza ambilkan," jawab Khanza santun. 

"Ah tidak, Ayah hanya ingin ngobrol sebentar dengan kamu, kemarilah!" pinta Ayahnya. 

"Iya Yah, sebentar!"

Khanza masih sibuk dengan buku-bukunya rupanya. Ia hendak memberikan buku bekas itu kepada anak-a akan yang membutuhkan nantinya. 

Ia pun mendekat ke arah Ayahnya seraya bertanya, "Ada apa ya, Yah?"

"Ayah, kok, merasa … tak enak hati. Perasaan Ayah sangat gelisah. Kamu baik-baik saja kan di sekolah?" tanya Ayahnya menyentuh tangannya dengan lembut. 

"Eemm iya, Yah. Khanza baik-baik saja, kok, di sekolah. Tumben Ayah tanya tentang sekolah Khanza, ada apa?" 

"Memang tidak boleh, ya?" goda Ayah Khanza dengan senyuman terpaksa.

"Boleh banget, Ayah. Ayah kan orang paling baik, Khanza sayang banget sama Ayah," ucap Khanza memeluk Ayahnya. 

Tiba-tiba, sang Ayah mengucapkan hal yang membuat Khanza terkejut. Ayahnya mengatakan jika Khanza harus meraih cita-citanya dan tidak boleh gagal dalam pendidikannya. 

"Bukan hanya itu saja, takutnya … Ayah sudah tidak bisa lagi melihat kesuksesanmu jika kamu tidak bisa serius dalam belajar, Nak," tutur Ayahnya dengan nada yang lembut. 

"Ayah apaan, sih? Tidak perlu Ayah nasihati, selamnya Khanza akan selalu jadi anak baik sesuai seperti yang Ayah inginkan, kok." janji Khanza menyepelekan penuturan Ayahnya.

Seperti biasa Khanza sangat dekat dengan Ayahnya. Bahkan untuk ngobrol berjam-jam pun mereka berdua bisa betah sampai malam. Kedekatan Khanza dengan Ayahnya memang sudah tak diragukan lagi. 

Meski dekat dengan sang Ayah, tetap saja ia juga dekat dengan sang Ibu. Namun, ibunya lebih dekat dengan adiknya, karena memang Lisa jauh lebih manja dengan Ibunya. 

**

Malam itu, Khanza meminta izin kepada Ayah dan ibunya untuk pergi membelikan adiknya nasi goreng. Khanza memang royal dengan Lisa. Apapun yang adiknya mau, Khanza selalu berusaha memberikannya.

Saat perjalanan pulang, Khanza bertemu lagi dengan Laki-laki yang menjengkelkan baginya (Vano), dan mereka memulai pertengkaran lagi.

Di dalam mobil Vano melihat Khanza yang saat itu tengah berjalan sendirian. Vano berniat untuk menjahili Khanza karena masih memiliki dendam kecil dengannya.  

"Itu bukannya cewek sok tau waktu itu, ya? Bener nggak, sih?" Vano bergumam. 

"Beneran dia? Aku kerjain ah!" serunya.

Vano mengambil botol air minumnya yang ada di samping tangannya. Kemudian melemparkan botol tersebut ke arah Khanza dan tepat mengenai kepalanya. 

"Aduh!" jerit Khanza. 

"Botol mineral? Sial, siapa yang buang sampah sembarangan sih!" teriaknya menoleh ke kanan kiri.

"Woy, keluar dong!" 

Vano pun keluar dari mobilnya. Dengan tawa jahatnya, ia mendekati Khanza dan meledek penampilan kampungan Khanza yang membuat matanya sakit. 

Meski di sisi lain Vano adalah seorang dermawan, tetap saja ia juga memiliki kesombongan atas hartanya. 

"Hey, pengamen!" serunya. 

"Kamu?" Khanza langsung mengenalinya.

"Buset, Tuan Muda--"

"… Jangan nyampah, dong!" ledek Khanza meninggalkan Vano sesegera mungkin. 

Jika saja Khanza sedang di mood yang baik, ia akan meladeni orang seperti Vano. Kebetulan sekali ia baru saja dapat masalah. Ia tak akan lagi menambah masalah saat itu. Khanza pun pergi dengan terburu-buru.

"Eh, dia tidak melawanku?"

"Ini tidaklah seru, tapi penasaran juga sama cewek itu." gumam Vano.

Vano mulai tertarik dengan Khanza setelah terus memikirkannya. Kini ia mulai mencari informasi tentang Khanza, dan mulai mengikuti kegiatan gadis yang mampu membuatnya sibuk itu melalui asisten pribadinya. 

Vano masih saja membuntuti Khanza dari belakang. Kali ini dia berjalan kaki mengikuti langkah Khanza masuk ke gang sempit. Sambil bernyanyi di jalan, dan memontang-mantingkan nasi gorengnya Lisa, Khanza pun mulai di fase mood yang baik

Tiba-tiba ada suara teriakan minta tolong. Tanpa ragu lagi, Khanza langsung berlari mencari sumber suara minta tolong tersebut. Dan rupanya, Hanif yang sedang dalam masalah dengan dua orang dewasa di hadapannya. 

"Hanif?"

"Siapa mereka? Mengapa mereka--"

Belum juga Khanza menyelesaikan pemikirannya, ia langsung memukul dan menendang dua orang itu dari belakang. Memukulinya dengan sekuat tenaga dan menekuk lengan salah satu dari dua orang itu.

"Khanza, lepaskan!" pinta Hanif dengan wajah panik. 

"Lah, dia kan udah berbuat jahat sama kamu, Nif. Masa di lepasin gitu aja, sih. Kan nggak lucu!" pekik Khanza. 

"Khanza! Lepaskan!" teriak Hanif.

Mendengar teriakan Hanif, mau tidak mau Khanza melepaskan orang itu. Hanif memberikan penjelasan bahwa kedua orang itu adalah, kakak sepupunya yang sedang memberinya pelajaran karena dia di skors dari sekolah.

"Kalau gitu, harusnya kalian memarahiku, jangan marahi Hanif. Hanif di skors kan gara-gara aku," ucap Khanza menyesali perbuatannya di depan kedua orang yang diduga sepupu Hanif tersebut. 

"Maafkan aku dan jangan pukul Hanif lagi, aku mohon …." pinta Khanza dengan menyatukan tangannya. 

Plakkkk.. 

Tamparan itu di dapat dari lelaki yang satunya lagi, ia sangat marah kepada Khanza, karena telah membuat Hanif di skors dan membuat nama keluarganya menjadi tercela.

"Lu kok nampar cewek, sih?" sulut Gustav, cowok yang tadi di plintir tangannya oleh Khanza.

"Kok, lu belain dia? Gara-gara dia kan Hanif jadi bandel begini, lu sebaiknya pergi jauh-jauh gih dari Hanif!" bentak Tara, cowok satunya lagi yang menampar Khanza.

Hanif di bawa oleh Tara pergi jauh dari Khanza, ia sangat sedih melihat tatapan Hanif saat itu. Dalam hatinya, ia ingin sekali meminta maaf langsung malam itu.

"Maafin Tara, ya. Dia udah nampar kamu. Sakit nggak? Aku antar pulang, ya," Gustav memiliki hati yang sangat baik. Ia sepupu Hanif yang kedua, dan Tara adalah sepupu pertama dengan watak yang keras. 

"Tidak apa-apa, kok, Kak. Tamparan tadi juga Hanif merasakan, 'kan? Makanya dia minta tolong. Aku bisa pulang sendiri, terima kasih tawarannya. Maaf yang tadi, ya. Permisi." jawab Khanza dengan raut wajah sedih.

Khanza sedih bukan karena di tampar oleh Kakak sepupu Hanif, melainkan melihat Hanif yang sengaja menjauhinya. Bahkan tidak menyapanya ketika bertemu baru saja.

Di sisi lain, Vano masih saja mengikutinya dengan hati-hati, agar Khanza tidak mengetahuinya. Laki-laki berusia 30 tahun ini sangat penasaran dengan kehidupan Khanza, satu-satunya gadis yang bisa mengalihkan dunia kesibukannya. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Mopping Your Heart   Merelakan Hati

    Khanza hanya menyentuh bahu Vano dengan lembut. Menandakan jika Vano harus berhenti dan mulai mendengarkan Neneknya. Selanjutnya, Khanza pergi mendekati Nenek Vano dan mencium tangannya, kemudian berlari pergi."Nek, saya pamit. Selamat sore," pamit Khanza tanpa basa-basi lagi.Menatap Vano yang seperti tak ingin menyerah, Khanza semakin sulit untuk melepasnya. Sementara itu, ada Neneknya yang terbaring lemah di ranjang. Semakin membuatnya tak kuasa menahan egonya."Tuan, sampai bertemu lain waktu. Permisi!" ucap Khanza.Sebelum ia keluar, Khanza juga mencium tangan kedua orang tua Maria juga, Sembari menangis, Khanza berlari keluar meninggalkan rumah mewah Vano dengan hati yang hampa.Alam sedang berpihak kepadanya. Hujan turun begitu derasnya sehingga b

  • Mopping Your Heart   Antara Lamaran Dan Perjodohan

    Setelah selesai acara kelulusan, Vano mengajak Khanza makan bersama. Tempat yang sudah Vano siapkan rupanya sangat dekat dengan vila milik Vano. Di sana, Vano telah menyiapkan semuanya dengan rapi. Dimana ada musik, bunga, hidangan yang lezat, serta suasana romantis menyelimuti tempat tersebut."Kenapa harus di tutup sih matanya?" tanya Khanza."Namanya juga kejutan. Harus di tutup dong matanya," ucap Vano sembari menuntun kekasih hatinya ke tempat tujuan."Iya, kenapa juga harus pakai kain?" lanjut Khanza semakin penasaran."Sstt, jangan kacaukan kejutan ini. Nikmati alurnya, dan jangan banyak protes, oke?" bisik Vano.Dengan lembut, Khanza dibawa duduk di kursi depan meja makan ya

  • Mopping Your Heart   Pelajaran Untuk Mayang

    Vano terus menutupi robekan baju di punggung Khanza dengan telapak tangannya. Semua orang tertuju dengan kekompakan mereka. Hanif yang cemburu, tidak suka melihat kebersamaan Khanza dan Vano pun memutuskan untuk pergi. Acara telah usai, Vano tetap masih bersama dengan Khanza turun panggung."Kita berjalan hati-hati saja, ya. Saya akan mengantarmu ke ruang ganti," ujar Vano."Tunggu!" tahan Khanza."Ada apa, sayang?" ucapan sayang Vano membuat Khanza tersipu."Tuan Vano, maaf saya menyela. Tapi, saya hendak mengatakan sesuatu kepada Tuan saat ini juga!" Kepala sekolah tiba-tiba datang dan meminta Vano untuk mengikutinya ke ruangannya.Wajah Khanza nampak pucat sekali. Ia takut jika Vano akan meninggalkan dirinya disaat seperti itu

  • Mopping Your Heart   Luka Cinta

    Luka ditangan Vano, diketahui oleh Khanza. Seketika langsung berubah panik dan menarik tangan Vano. "Tangan Tuan, terluka? Biarkan aku bersihkan dulu darahnya, kebetulan aku selalu membawa plester luka di tasku," ucap Khanza dengan kepanikannya."Obati dulu lukamu. Lihatlah, tanganmu memar seperti ini. Saya tidak tega melihat tanganmu yang seperti ini Khanza," tutur Vano dengan penuh cinta.Khanza tetap keras kepala membalut luka Vano. Uraian rambut Khanza menambah rasa cinta Vano kepadanya. Baginya, wanita akan cantik jika rambutnya terurai seperti itu.Seolah, terdengar suara musik romantis yang membuatnya jatuh kedalam manisnya wajah Khanza. Gadis berusia 18 tahun itu ternyata menyadari kekasihnya tengah menatapnya. Kemudian, ia pun bertanya, "Ada apa Tuan?""Tuan, kenapa anda sangat baik

  • Mopping Your Heart   Mencari Kesempatan

    Bab selanjutnyaDi tempat lain, ternyata Vano sudah menunggu Khanza sangat lama di cafe yang sebelumnya sudah Vano katakan. Saking lamanya menunggu, Vano sampai tertidur di sana.Tak perlu dipungkiri lagi, Vano memang benar-benar menyukai gadis SMA itu. Sejak awal pertemuannya, Khanza sudah membuatnya tidak bisa tidur dengan nyenyak.Vano ini memiliki dua sahabat, salah satunya adalah Justin. Sang pemilik cafe yang akan Khanza tempat bekerja."Heh, sang pangeran ternyata tertidur. Aku jadi semakin penasaran dengan gadis kecil itu." gumam Justin dalam hati.Tak lama kemudian, sampai juga Khanza di cafe itu. Melihat Vano juga ada di sana, membuatnya menjadi sedikit canggung. Justin, selaku manager cafe, menyambut kedatangan Khanza dengan ramah. Mereka juga berkenalan dan memulai negosiasi.

  • Mopping Your Heart   Hinaan Mayang

    Bab selanjutnyaApakah ini yang membuat dia tadi memelukku sangat lama? Jika dari dekat, dia terlihat tampan.Tuan Vano, aku juga menyukaimu, tapi siapa aku ini? Aku tak pantas untukmu." ungkap Khanza dalam hati."Jangan menatap seperti itu, saya laki-laki normal Khanza. Jangan salahkan saya, kalau saya bisa memakanmu malam ini juga. Jika kamu tidak segera menjauhkan tubuhmu, saya bisa lakukan apa yang tak seharusnya terjadi," ucap Vano masih dengan memejamkan matanya."Hah?" membuat Khanza terkejut danVano langsung menariknya, hingga gadis kecilnya berada tepat di atas tubuhnya. Khanza pun meronta-ronta, tubuh mungilnya tidak bisa mengalahkan tubuh besarnya Vano. Gadis 18 tahun ini tak bisa di bandingkan dengan Vano pria berusia 30 tahun yang gemar berolah raga. Mereka sudah sangat mengantu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status