Hari baru mulai tumbuh, cahaya matahari telah temaram di bawah pusara langit. Muda-mudi asyik bercengkrama di antara megahnya gedung.
Di sudut kampus ITB, Malik tengah kebingungan mencari kelasnya.
"Ah sial di mana ini kelas". Gerutu Malik sembari membawa banyak buku di tangannya.
Keringat bercucuran, Malik bagai mendaki gunung mencari kelasnya dari lantai 1 hingga lantai 4, dia lupa setiap kelas mempunyai kode nomor masing-masing.
Di tengah kebingungan itu terlihat gadis manis berkerudung putih berjalan ke arahnya.
"Maaf Mbak mau nanya, kelas Fisika untuk mahasiswa baru di mana yah?". Tanya Malik sembari senyum manis.
"Nomor ruangannya berapa yah Mas?". Jawab gadis itu.
"Oh yah maaf saya lupa melihat nomornya Mba".
"Nama dosennya pak Yudi bukan Mas". Tanya gadis.
"Iya Mba namanya pak Yudi Sukonto Legowo".
"Tadi saya lihat pak Yudi masuk ruangan 309, coba Mas ke lantai 3 paling pojok sebelah kanan".
"Terima kasih Mba atas bantuannya, kalau ga ada Mba mungkin saya hanya mondar-mandir ga jelas di sini". Sahut Malik penuh kebahagiaan.
"Iya Mas sama-sama, lain kali liat kode nomornya yah biar ga kebingungan". Seru gadis itu memberi nasehat dengan ekspresi tegas.
"Ok Mba manis". Balas Malik dengan genit sembari berlalu meninggalkan gadis itu yang tengah heran dengan tingkah laku Malik yang begitu tidak sopan.
Di pojok kanan terlihat kelas bernomor 309, Malik ragu bercampur malu karena hari pertama masuk kelas harus dengan keadaan telat.
"Assalamualaikum, permisi pak maaf saya telat". Salam Malik setelah membuka pintu kelas.
Di bangku paling depan terlihat bapak-bapak berjas hitam sedang mengamati buku dengan seksama.
"Waalaikumsalam, silahkan duduk mas, lain kali jangan telat yah, kalau masih mau saya kasih nilai". Sahut bapak dosen dengan mata menyala.
"Baik pak ini yang terakhir dan tidak akan terulang lagi". Malik bermuka melas.
Malik melihat sekeliling kelas, terlihat bangku kosong di sudut sana. Ia mendekati bangku itu dengan perlahan.
"Eh Mas Malik yah". Sapa gadis di sebelah kiri Malik.
"Bukannya kamu yang di bawah pohon itu bukan". Sahut Malik.
"Iyah ini saya Salima". Seorang gadis mengagetkan Malik ternyata gadis itu.
"Astaga dunia begitu sempit yah, haha,".
Ternyata wajah yang tak asing duduk di samping Malik adalah gadis manis yang ia temui tempo hari di bawah pohon cemara.
Akhirnya selepas mata kuliah mereka mengobrol santai.
"Kamu masih bawa sapu tangan kucel itu Sal?".
"Heh sembarangan yah kalo ngomong, siapa bilang itu kucel, orang cuma buat lap air mata". Salima mengelak.
"Yah kalau nangisnya tiap hari kan bisa saja, apalagi nangisnya seember, hehehe". Malik meledek.
Tak terasa mereka berdua semakin dekat satu sama lain, namun insiden itu akhirnya terjadi.
Selepas keluar dari kelas, Salima dikejutkan oleh sesosok lelaki yang sangat ia kenal.
"Sayang tolong maafkan aku, kemarin itu hanya teman kelas yang kebetulan ngopi bareng di cafe, udah yah marahnya". Bujuk pria berambut pirang yang diketahui adalah Dahlan mantan kekasih Salima.
"Kau tak bisa merayuku lagi Dahlan, ini bukan yang pertama kau ketahuan selingkuh, aku sudah muak dengan semua kebohonganmu, menjauh lah dariku". Bentak Salima.
"Dasar wanita murahan, goblok sudah untung cowok setajir sekeren diriku mau sama kamu". Hardik Dahlan tersulut emosi.
"Jaga mulutmu Dahlan, aku nyesel pernah suka sama kamu dasar bajingan, plak". Balas Salima sembari menampar wajah Dahlan, namun Dahlan berhasil menangkap tangan Salima dan akan menampar balik kepada Salima.
"Cukup sekali kau mempermalukanku wanita murahan". Dahlan memegang leher Salima dengan kuat, Salima kesulitan bernafas.
Ketika hendak menampar balik sesuatu kejadian terjadi.
"Lepaskan dia kalau kau masih ingin melihat dunia". Ancam Malik yang tiba-tiba hadir di tengah keributan.
Suasana semakin panas dikala Dahlan mengacungkan senjata tajam ke arah Malik."Rasakan ini keparat, ciaaat". Dahlan melancarkan serangan, namun Malik berhasil mengelak.Dahlan semakin gencar mengayunkan senjata tajam, ia bagai penjahat bengis yang ingin menghabisi mangsanya.Dalam setiap serangan, Malik hanya menghindar, sangat terlihat jelas ia tak serius meladeni Dahlan yang sedari tadi menebaskan pisaunya."Bagaimana masih mau lanjut?". Tanya Malik mempermainkan Dahlan."Kau mau main-main keparat, rasakan jurus pamungkasku, ajian walang sangit, ciaaat". Dahlan mengeluarkan jurus andalannya. Justru membuat Malik tertawa."Cukup menghibur nama jurusmu". Celetuk Malik
Seketika Salima berpikir bahwa yang terkapar di tengah jalan itu adalah Malik.Ia keluar dan langsung berlari dari mobil, semua nasehat dari Malik tak ia perdulikan, yang ada pikiran saat itu hanya untuk segera melihat keadaan Malik.Ketika hendak sampai di lokasi kejadian, satu persatu para pria berjaket hitam pergi berlalu dari tempat itu, yang ada hanya Dahlan yang tengah duduk di samping sebujur tubuh tak bergerak itu.Ketika sampai di tempat kejadian, Salima langsung histeris. Terlihat bercak darah bercucuran di sekitar lokasi itu."Malikkk, apa yang terjadi Dahlan, kau benar-benar sudah keterlaluan, akan kulaporkan kau ke polisi, atas tuduhan pembunuhan". Ancam Salima sembari mengusap air matanya.
Waktu terus berputar dari siang kembali malam, hari masih berlanjut hingga tuhan berkata cukup.Di tempat lain, Malik tak sadarkan diri, sekujur tubuhnya penuh luka, terikat tangan dan kakinya ia terus mengerang kesakitan."Rasakan itu bajingan, kamu akan kita siksa sampe mampus, cuih". Gertak Dahlan sembari meludahi muka Malik."Kita buang saja nih orang bro". Usul pria berambut panjang."Mending kita jual saja organ dalamnya, kan lumayan tuh buat beli sabu lagi, yah kan". Usul pria lain bertato macan di tangannya."Boleh juga usul lo bro". Sahut Dahlan menyetujui saran itu .Perlahan tali yang mengikat Malik dilepaskan satu persatu, pertama dari tangan kemudian kaki. Malik masih tak sadarkan diri.Ketika semua tali terlepas, Malik dimasukan kedalam karung besar bekas tepung terigu kemudian di taruh di bagasi dan dibawa entah kemana."Aku dimana ini". Lirih Malik setengah sadar."Uhuk-uhuk". Batuk Malik kare
Di dalam bagasi, Malik menunggu momen dimana mobil yang ditumpangi menepi. Malik harus bersabar sembari mengumpulkan keberanian ia terus berdoa. "Ya Tuhan semoga ada kesempatan untuk saya kabur". Lirih Malik berdoa. Tak lama setelah itu terlihat lampu merah di persimpangan jalan, Malik bersiap-siap dengan segala keberaniannya ia mulai menarik pintu bagasi. "Krrek". Suara bagasi terbuka. Ketika sudah benar-benar berhenti Malik langsung meloncat. "Gubrak". Suara Malik melompat ke atas aspal. "Suara apaan tuh bro, coba lo periksa". Usul pria bertato macan kepada Dahlan. Sejurus kemudian Dahlan keluar dan melihat bagasi
"Kubur dimana neng,di rumah?, Kalo ibumu tau gimana? Sudah pasti nanti bapak babak belur kena murka ibumu". Bapak berpeci hitam masih ketakutan ."Tenang pak, kita bisa susun rencana agar ibu ga sampe tau". Sang anak berusaha menenangkan ayahnya.Ketika percakapan antar anak dan bapak itu selesai, mereka langsung membawa Malik ke kediaman mereka yang letaknya tak jauh dari pasar."Terus pak dagangan kita gimana". Tanya anaknya."Gapapa neng kita tutup dulu sebentar, setelah semua selesai baru kita bisa tenang berdagang". Sahut bapak yang tengah menutupi tubuh Malik dengan koran.Mereka pun segera meluncur.Di tenga
"Mayat siapa neng". Tanya ibunya dengan lantang."Bukan apa-apa Bu cuma mayat kucing". Bapak berpeci hitam berusaha menyembunyikan kebenaran."Oh kucing, kirain mayat orang". Sahut ibu sembari menggoreng ikan."Iya Bu, ga mungkin juga kan bapak yang baik gini bunuh anak orang, hahaha". Bapak itu berusaha lebih meyakinkan istrinya dengan bercanda."Awas loh pak kalo bapak nyembunyiin sesuatu, ibu hajar nanti". Ancam istrinya sembari mengiris bawang putih."Iya Bu bapak ga bakalan nyembunyiin sesuatu, apalagi nyembunyiin istri muda, hehehe". Canda bapak."Aih Bapak omongannya di jaga yah, jangan buat ibu makin curiga". Lanjut istrinya mengancam."Ngga bu, itu hanya candaan bapak, jangan ibu masukkan ke hati, mending di masukkan ke paru-paru biar bapak selalu jadi separuh hati ibu". Bapak berpeci berusaha menenangkan istrinya dengan merayu."Bapak bisa aja". Sahut istrinya tersipu malu."Bapak mayatnya idup lagi". Teria
Di dalam kamar mandi, Malik masih tak enak hati apabila terlalu lama menyusahkan orang lain, terlebih lagi dia harus segera menemui orang terkasih yang ia tinggalkan."Pasti semua orang mengira kalau saya sudah meninggal, hahaha". Malik teringat dengan semua yang ia lalui."Pokoknya saya harus cepat sembuh agar segera pulang dari sini". Ucap Malik meyakinkan diri sendiri untuk segera pulih dari luka di tubuhnya.Setelah Malik selesai membersihkan tubuh dari segala kotoran yang melekat, ia beristirahat di kamar bekas gudang yang terletak tak jauh dari kamar mandi.Malam telah larut, suara burung hantu semakin lirih menyayat hati."Tolong". Suara teriakan membangu
Pembaca yang Budiman, dalam bab ini terdapat konten dewasa harap bijak dalam membacaAlhasil malam itu neng Ayu tak bisa tidur karena terus terbayang wajah tampan Aa Malik."Ah sial". Gerutu neng Ayu karena raga harus kalah oleh hati yang sudah terpaut wajahnya.Pagi mulai tampak dari balik celah pepohonan yang mengitari kediaman keluarga neng Ayu, menampakkan pemandangan indah khas pedesaan, udara segar memanjakan paru-paru setiap makhluk yang menghirupnya.Di sisi lain pagi itu Malik sudah mulai membaik kondisi fisiknya dan memutuskan untuk membantu bapak menyiapkan dagangan yang akan mereka jual."Ini di taruh di mana pak". Tanya Malik kepada bapak berpeci hitam yang diketahui bernam