Suasana semakin panas dikala Dahlan mengacungkan senjata tajam ke arah Malik.
"Rasakan ini keparat, ciaaat". Dahlan melancarkan serangan, namun Malik berhasil mengelak.
Dahlan semakin gencar mengayunkan senjata tajam, ia bagai penjahat bengis yang ingin menghabisi mangsanya.
Dalam setiap serangan, Malik hanya menghindar, sangat terlihat jelas ia tak serius meladeni Dahlan yang sedari tadi menebaskan pisaunya.
"Bagaimana masih mau lanjut?". Tanya Malik mempermainkan Dahlan.
"Kau mau main-main keparat, rasakan jurus pamungkasku, ajian walang sangit, ciaaat". Dahlan mengeluarkan jurus andalannya. Justru membuat Malik tertawa.
"Cukup menghibur nama jurusmu". Celetuk Malik tertawa kecil.
"Sialan kau keparat, rasakan ini". Dahlan meloncat mengincar wajah Malik, namun untuk kesekian kalinya Malik dengan mudah menghindari serangan itu.
Karena dibuat gusar seketika Malik memegang tangan Dahlan, menarik dan menekannya ke bawah. Dahlan menjatuhkan senjata itu, ia meringis kesakitan memohon ampun. Ia tak tahu bahwa Malik adalah mantan pesilat tangguh yang sering menjuarai kejuaraan nasional.
Salima menjerit menghentikan pertikaian itu.
"Hentikan kalian atau pisau ini menembus perutku". Ancam Salima sembari mengacungkan pisau milik Dahlan.
"Jatuhkan pisau itu Sal". Seru Malik melepaskan tangan Dahlan.
Malik berlari merampas pisau yang Salima genggam. Salima menangis dipelukan Malik menyesali perbuatannya.
Dahlan yang tengah meringis dibuat semakin sengsara karena harus melihat wanita pujaannya bermesraan ria dengan pria lain bak film-film FTV yang digandrungi emak-emak berdaster.
"Sudah, semua telah berlalu, lepaskan semua penyesalanmu, aku di sini akan melindungimu". Sahut Malik menenangkan Salima dipelukannya.
Akhirnya Salima dibawa pergi oleh Malik ke suatu tempat untuk membuat Salima ceria kembali.
"Mau kemana kita?". Tanya Salima di dalam mobil.
"Nanti kau akan tau sendiri". Sahut singkat Malik yang tengah fokus berkendara.
"Awas kalau kau berani macam-macam". Ancam Salima membuat Malik sedikit tergoda.
"Hahaha ga usah takut, lagian kalau aku jadi penculik ga bakalan nyulik anak kecil kaya kamu". Goda Malik.
"Astaga, kamu beneran penculik". Tanya Salima dengan polosnya.
"Kamu baru tahu yah, hahaha". Sahut Malik sembari tersenyum.
"Ih aku serius, kalau kamu beneran penculik aku ga segan-segan buat lapor polisi". Ancam Salima dengan tegas.
"Kamu polos banget sih Sal, lagian mana ada penculik seganteng diriku". Celoteh Malik yang masih menyombongkan diri.
"Ganteng di lihat dari sedotan kali yah, hahaha". Salima membalas candaan Malik.
"Pegangan yang erat Sal". Seru Malik dengan santai.
Tiba-tiba Malik mengerem mendadak, alhasil itu membuat Salima terkejut.
"Ada apa Malik". Tanya Salima.
"Itu ada pacarmu yang so ganteng". Tunjuk Malik ke arah depan mobilnya, yang ternyata Dahlan mencegat mereka.
"Turun kau bajingan". Bentak Dahlan dengan beberapa orang berjaket hitam.
"Apapun yang terjadi jangan sampai kamu membuka pintu mobil yah Sal, biar aku yang selesaikan ini dengan cara laki-laki". Malik berpesan kepada Salima dengan nada dramatis.
"Kamu ngomong apaan, yah ga mungkin lah kalau kamu kenapa-kenapa pasti aku yang menolong kamu". Balas Salima menanggapi Malik yang tengah siap keluar mobil.
"Kalau ada apa-apa denganku, kamu cepat-cepat telpon polisi aja, inget jangan nekat,ok". Pungkas Malik keluar mobil di ikuti suara motor sport yang mengelilingi mobil Malik.
Di dalam mobil Salima tak henti-hentinya berdoa demi keselamatan Malik.
Semenit kemudian terdengar suara pistol. "Doorrrr". Terlihat seorang pria terkapar di tengah jalan.
Malam semakin gelap, kabut di jalan semakin senyap, suara kepakan burung cabak terdengar nyaring, sesekali hinggap pada dahan pohon-pohon kering.Malik masih mencari neng Ayu, sesuai petunjuk dari tukang cilok yang ia temui selepas sholat Maghrib, Malik melangkah gontai menuju ke tempat rumah makan yang berada di samping kanan jalan.Dari kejauhan terlihat begitu ramai, sampai-sampai antrean panjang menjadi pemandangan indah saat kesan pertama sampai di rumah makan itu.Malik mencari sekeliling, matanya bagai burung elang yang mengincar mangsanya.Di Sudut kiri ia melihat wanita berjilbab berbaju hitam seperti yang neng Ayu kenakan. Ia hampiri.
Senja bersinar di ufuk barat, menemani cahaya yang kian berlalu terganti oleh samar gelapnya malam.Hari mulai gelap, Malik bersama bapak Marzuki dan neng Ayu tengah berkemas pulang dari pasar menuju ke tempat peristirahatan."Neng pulang duluan yah sama A Malik bapak mau mampir ke rumah pak ustadz dulu di belakang pasar bilang yah sama ibu nanti pulangnya agak malaman". Cakap bapak memberit
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah mencari tempat untuk berteduh, ada yang di bawah rumah, kios-kios dan ada juga yang di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik menjajakan dagangannya di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah berteduh di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik berdagang di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Hiruk pikuk kehidupan masyarakat pedesaan begitu terasa sangat hangat dikala Malik sampai di tengah pasar. Malik bertemu dengan seorang ibu penjual getuk yang tengah dirundung kemalangan karena sampai berjam-jam menunggu dagangannya belum satupun dicicipi pembeli bahkan menawar pun belum ada.Melihat kondisi itu Malik dengan segala upaya mendiskusikan rencana pemasaran produk getuk agar laku keras dipasaran dan tidak melulu harus mengungu pembeli."Makanan ini apa namanya Bu?". Tanya Malik kepada ibu penjual sembari memegang makanan yang ada di depannya."Ini namanya getuk nak, makanan khas orang Sunda, khususnya di daerah sini dahulu cukup terkenal akan kelezatan rasanya". Tutur ibu penjual getuk menceritakan tentang getuk."Hmm begitu yah bu, kok sekarang dagangan ibu masih banyak yah apa ada yang salah Bu dengan dagangan ibu?". Tanya Malik keheranan karena cerita kelezatan getuk tak mampu menepis kenyataan.
Mentari pagi mulai tampak dari kejauhan, menghangati setiap insan makhluk di bumi. Suara kicau burung menyambut riang kedatangannya di pucuk-pucuk daun pohon cemara.Malik duduk termenung di samping pak Marzuki yang sedang fokus menyetir mobilnya."Nak Malik sudah betah belum di sini". Bapak Marzuki memulai pembicaraan berusaha mengusir keheningan."Alhamdulillah Pak saya sudah betah, tapi pak". Malik ingin mengucapkan sesuatu namun tidak enak hati."Tapi apa nak". Bapak Marzuki penasaran apakah ada hal yang disembunyikan oleh Malik."Sebenarnya saya juga rindu tempat yang seharusnya saya berada yaitu kampus Pak, takutnya saya di DO kalau belum juga kembali". Sahut