Salima termenung di atap kampus ITB, ia ragu antara memilih pria baik atau pria yang bisa memenuhi kebutuhannya. Sosok Malik begitu melekat di ingatannya namun hati tak bisa di bohongi bahwa kehadiran Adi mampu membuatnya berharga. Bagaimanakah kelanjutan cinta segitiga ini mari kita simak ceritanya.
view more"Bajingan kau Dahlan" umpat Salima kepada kekasihnya yang tengah asyik menggandeng wanita lain.
"Saya bisa jelaskan semuanya sayang, ini salah paham". Dahlan berusaha membela diri.
"Semua sudah jelas, tak ada yang perlu dijelaskan, mulai sekarang kita putussss, plakk". Pungkas kekesalan Salima sembari menampar pipi Dahlan begitu keras hingga seisi cafe bisa mendengarnya.
Salima berjalan gontai meninggalkan Dahlan dengan hati hancur, sosok yang ia cintai kini menjadi penyebab derai air mata yang kian mengalir membasahi pipi.
Daun cemara mulai berguguran menyambut kesedihan Salima, ia tak tau harus mengadu pada siapa perihal derita cinta yang ia rasakan. Teman curhat satu-satunya hanya buku diary pemberian mamanya yang sudah wafat.
"Aku harus kuat". Seru Salima menenangkan diri.
Salima duduk di bawah pohon cemara ditemani semilir angin sore berharap kekacauan hatinya segera terobati.
"Mah Salima kangen". Tulis Salima ketika ingin menulis kesedihan teringat Mamanya.
Tak terasa isak tangis kembali mengalir semakin deras.
Salima berusaha mengambil sapu tangan kesayangannya, namun tak ada di saku. Salima merogoh saku lain masih tak ada.
"Oh tidak jangan hilang". Pikir Salima. Tiba-tiba.
"Mencari ini mba?". Sahut seseorang laki-laki bertopi hitam di sebelahnya memberikan sapu tangan berwarna pink.
"Oh iya mas itu punya saya, terima kasih".
"Lain kali disimpan baik-baik yah mba, benda ini sangat dibutuhkan, apalagi untuk orang yang sedang patah hati seperti mba".
"Loh kok mas tau saya patah hati, jangan-jangan mas ngikutin saya yah". Salima jadi ketakutan.
"Tidak mba, saya hanya lewat dan melihat mba menangis sembari menulis, yah apalagi kalau bukan patah hati namanya".
"Begitu menyedihkannya kah diriku mas".
"Tak mengapa mba, menangis itu tandanya mba masih punya hati bukan berarti mba lemah".
"Terima kasih mas atas nasihatnya, sekarang saya jadi sadar kalau masih punya harapan".
"Lain kali kalau mau nangis jangan sembari nulis yah mba, sayang bukunya jadi basah, hehehe". Laki-laki itu berusaha menghibur Salima.
"Mas bisa saja". Akhirnya senyum manis kembali terukir di bibir Salima.
"Mba siapa namanya?". Tanya laki-laki itu kepada Salima yang tengah mengelap air matanya.
"Saya Salima mas, mas sendiri siapa namanya, kok baru pertama liat wajah mas di komplek ini?".
"Perkenalkan mba saya Malik asal Padang, saya mahasiswa baru kampus ITB".
"Saya juga mahasiswi ITB mas baru masuk juga".
"Wah kebetulan sekali ya Mbak, semoga ini bukan pertemuan terakhir kita". Sahut lelaki itu merapikan topinya yang diterpa angin.
"Ya sudah Mbak, saya mau pergi dulu". Pungkas Malik memberi salam perpisahan.
Perkenalan singkat mereka membawa banyak kenangan, Salima yang tengah dirundung kesedihan sejenak dapat tersenyum kembali, walau mereka baru pertama bertemu, namun benih-benih keakraban mulai tampak dari sorot mata keduanya.
Malam semakin gelap, kabut di jalan semakin senyap, suara kepakan burung cabak terdengar nyaring, sesekali hinggap pada dahan pohon-pohon kering.Malik masih mencari neng Ayu, sesuai petunjuk dari tukang cilok yang ia temui selepas sholat Maghrib, Malik melangkah gontai menuju ke tempat rumah makan yang berada di samping kanan jalan.Dari kejauhan terlihat begitu ramai, sampai-sampai antrean panjang menjadi pemandangan indah saat kesan pertama sampai di rumah makan itu.Malik mencari sekeliling, matanya bagai burung elang yang mengincar mangsanya.Di Sudut kiri ia melihat wanita berjilbab berbaju hitam seperti yang neng Ayu kenakan. Ia hampiri.
Senja bersinar di ufuk barat, menemani cahaya yang kian berlalu terganti oleh samar gelapnya malam.Hari mulai gelap, Malik bersama bapak Marzuki dan neng Ayu tengah berkemas pulang dari pasar menuju ke tempat peristirahatan."Neng pulang duluan yah sama A Malik bapak mau mampir ke rumah pak ustadz dulu di belakang pasar bilang yah sama ibu nanti pulangnya agak malaman". Cakap bapak memberit
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah mencari tempat untuk berteduh, ada yang di bawah rumah, kios-kios dan ada juga yang di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik menjajakan dagangannya di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Matahari sepenggalah seperempat kepala, menandakan terik sinar matahari sudah hampir berada pada puncaknya. Hampir semua makhluk tengah berteduh di bawah naungan rindangnya pohon-pohon besar.Tapi tidak dengan Malik yang masih asyik berdagang di pasar."Malik sini". Panggil bapak menyuruh Malik mendekat."Iya pak". Sahut Malik melangkah pelan berpaling dari ibu penjual getuk yang tengah kesusahan mencerna setiap saran dari Malik."Kamu jaga dagangan bapak yah, bapak mau pulang sebentar mau nganterin pesanan orang di kampung sebelah". Pinta bapak kepada Malik agar tak jauh-jauh dari dagangannya itu.
Hiruk pikuk kehidupan masyarakat pedesaan begitu terasa sangat hangat dikala Malik sampai di tengah pasar. Malik bertemu dengan seorang ibu penjual getuk yang tengah dirundung kemalangan karena sampai berjam-jam menunggu dagangannya belum satupun dicicipi pembeli bahkan menawar pun belum ada.Melihat kondisi itu Malik dengan segala upaya mendiskusikan rencana pemasaran produk getuk agar laku keras dipasaran dan tidak melulu harus mengungu pembeli."Makanan ini apa namanya Bu?". Tanya Malik kepada ibu penjual sembari memegang makanan yang ada di depannya."Ini namanya getuk nak, makanan khas orang Sunda, khususnya di daerah sini dahulu cukup terkenal akan kelezatan rasanya". Tutur ibu penjual getuk menceritakan tentang getuk."Hmm begitu yah bu, kok sekarang dagangan ibu masih banyak yah apa ada yang salah Bu dengan dagangan ibu?". Tanya Malik keheranan karena cerita kelezatan getuk tak mampu menepis kenyataan.
Mentari pagi mulai tampak dari kejauhan, menghangati setiap insan makhluk di bumi. Suara kicau burung menyambut riang kedatangannya di pucuk-pucuk daun pohon cemara.Malik duduk termenung di samping pak Marzuki yang sedang fokus menyetir mobilnya."Nak Malik sudah betah belum di sini". Bapak Marzuki memulai pembicaraan berusaha mengusir keheningan."Alhamdulillah Pak saya sudah betah, tapi pak". Malik ingin mengucapkan sesuatu namun tidak enak hati."Tapi apa nak". Bapak Marzuki penasaran apakah ada hal yang disembunyikan oleh Malik."Sebenarnya saya juga rindu tempat yang seharusnya saya berada yaitu kampus Pak, takutnya saya di DO kalau belum juga kembali". Sahut
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments