"Si-siapa kamu?" tanya Ipeh dengan suara terbata-bata karena ketakutan, bulu kuduknya langsung berdiri. Dia teringat cerita tentang pembunuh berdarah dingin yang datang tengah malam di salah satu novel favoritnya.
Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ipeh, laki-laki itu mulai mendekati tempat tidur pasien.'Suara langkah kakinya sama menyeramkan ya dengan penampilannya!' Ipeh refleks menyusut ke ujung tempat tidurnya.Suasana yang sunyi, langkah kaki yang tegas serta tatapan tajam yang mendominasi membuat Ipeh semakin gentar. Jantungnya berdebar dengan kencang, keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangannya yang memegang ujung bedcover dengan kuat."A-apa maumu? Ja-jangan berani macam-macam!" seru Ipeh, memberanikan diri menatap tajam pada laki-laki yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya. Gadis cantik itu bergegas menekan tombol merah yang ada di sampingnya.Laki-laki itu hanya terdiam melihat gerak-gerik Ipeh, sambil menyilangkan tangannya.Tidak berapa lama datang seorang perawat."Permisi ... ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya perawat itu pada atasannya.'Dok?' Ipeh terkejut, dia menatap laki-laki asing dan perawat itu secara bergantian.'Suster itu mengenalnya, apa dia dokter jaga? Tapi kenapa datang tengah malam? Kenapa juga bajunya harus berlumuran darah begitu?' Ipeh memeras otaknya untuk menjelaskan situasi canggung ini.'Ah, mungkin karena dia itu dokter, mungkin dia baru selesai menangani korban kecelakaan. Aku lupa dengan kenyataan kalau di luar sana banyak yang hidupnya jauh lebih sulit daripadaku, tapi kenapa dia nggak ganti baju dulu?' Rasa takut yang dirasakan oleh Ipeh sebelumnya berubah menjadi rasa syukur, walaupun masih banyak pertanyaan tentang dokter di hadapannya. Ipeh tidak bisa menyembunyikan wajah penasarannya.'Gadis muda itu memiliki beragam ekspresi di wajahnya. Gadis yang aneh!' gumam Alex.Dokter itu tidak menjawab pertanyaan perawat tadi, dia hanya fokus memperhatikan gerak-gerik gadis muda di hadapannya.WePerawat yang berdiri di samping dokter itu menoleh ke arah Ipeh yang terlihat masih kebingungan lalu menoleh ke arah atasannya.'Kasihan sekali Dokter Alex," gumam Perawat itu di dalam hatinya."Sepertinya dia benar-benar melupakan tunangannya, tolong lakukan EEG dan MRI ulang besok pagi dan langsung laporkan hasilnya padaku!" tegas Alex tanpa menoleh pada perawat yang menatapnya dengan iba."Baik, Dok ... kalau begitu saya permisi." Perawat itu bergegas keluar karena tidak ingin mengganggu privasi atasannya.'Hah? Apa maksudnya? Apa dia itu tunangan jadi-jadianku?' gumam Ipeh di dalam hati."Jadi kamu tidak mengenaliku?" tanya Alex memulai percakapan."Apa harus?" Ipeh bertanya balik."Tidak, karena aku juga tidak mengenalmu!" tegas Alex dengan gelengan kepala perlahan.'Yee ... ini orang,' cibir Ipeh di dalam hatinya."Terus kenapa kamu mengatakan pada semua orang kalau aku tunanganmu?" ketusnya dengan ekspresi wajah kesal."Iseng saja," jawabnya asal."Hah?" Ipeh kehilangan kata-kata.'Orang aneh!' seru Gadis itu di dalam hatinya."Kapan aku bisa keluar dari rumah sakit?""Setelah memastikan kepala dan kakimu baik-baik saja.""Apa tidak bisa secepatnya? Oya, aku tidak perlu EEG dan MRI lagi, ingatanku bagus, tidak ada yang salah!" tegas Gadis cantik itu lagi."Lakukan saja!" Alex memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, tatapannya tetap memperhatikan setiap ekspresi yang dibuat oleh Ipeh.Di sisi lain, Ipeh mengatur napasnya agar bisa mengendalikan emosinya"Terus terang, aku tidak sanggup membayar biaya rumah sakit di sini kalau tinggal lebih lama lagi," jelas Ipeh, dia benar-benar merasa depresi setiap kali mengingat tagihan rumah sakit yang harus dibayarnya nanti."Kamu bisa mencicilnya padaku, sekretarisku yang akan mengurusnya nanti," sahut Alex dengan ekspresi santainya lagi, kemudian mengalihkan pandangannya pada tumpukan makanan dan minuman yang terlihat seperti tidak tersentuh sedikit pun'Eh, aku pikir dia akan membayarnya untukku ternyata disuruh mencicil. Haah ... apa yang bisa kuharapkan dari seorang tunangan palsu!' pikir Ipeh, sedikit kecewa."Oh, ok, tapi ...." Belum selesai berbicara, Alex sudah menyela ucapannya."Makanlah semuanya atau bagikan sebagian pada para perawat sebelum expired, itu sudah masuk ke dalam tagihan hutangmu padaku, walaupun kamu tidak menyentuhnya."Ipeh langsung melebarkan kedua matanya mendengar ucapan yang menurutnya tidak masuk akal itu."Hah? Ini tidak adil! Apa tidak bisa di-return dan kenapa kamu harus mengirimkan begitu banyak makanan, minuman dan bunga setiap hari! Merepotkan!" protes Ipeh, dia jelas tidak ingin membuang-buang uangnya untuk hal yang tidak penting."Absolutely, no! Di sini aku mengaku sebagai tunanganmu, kan? Jadi itu sebagai bukti perhatianku padamu!" tegas Alex sambil menggelengkan kepalanya."Tapi kenapa aku yang harus membayarnya?" Ipeh tidak terima.Bersambung✍️"Karena kamu yang akan menghabiskannya, jadi tentu saja kamu yang harus membayar. Setidaknya aku sudah berbaik hati menyelamatkan nyawamu dan membawamu ke sini. Aku juga mempertaruhkan nama baikku untuk jadi tunanganmu, bahkan memberikan cicilan tanpa bunga. Apa kamu gadis yang tidak tahu terima kasih?" Alex menatap langsung ke arah kedua mata Ipeh, menegaskan kalau ucapannya tidak boleh dibantah.Ipeh terdiam karena ucapan Alex benar. Gadis itu menatap lekat laki-laki di hadapannya.'Apa dia seorang model? Kenapa terlihat tampan sekali! Andai sikapnya sebaik wajahnya, pasti ....' Selama beberapa detik, Ipeh tidak mengedipkan matanya, terpesona oleh ketampanan Alex.Suara benda jatuh yang cukup mengejutkan terdengar dari di luar ruang perawatan mengembalikan jiwa Ipeh dari dunia mimpinya.'Astagfirullah, apa yang aku pikirkan! Bisa-bisanya memuji si lintah darat ini! Dia orang terjelek di dunia!' tegasnya di dalam hati."Tapi itu makanan mahal semua, kamu bawa pulang dan makan sendiri
"Maaf, tapi saya tidak akan membayar tagihannya sepersen pun, karena semuanya adalah tanggung jawab Dokter Alex sebagai orang yang sudah menabrak saya. Tolong sampaikan pada beliau bahwa saya memiliki bukti CCTV kecelakaan pada hari itu. Oya, terima kasih coklatnya, Anda baik sekali." Ipeh mengambil coklat batangan dari tangan Marco sambil memberikan senyuman terbaiknya.Marco menatap Ipeh dengan wajah datar, memastikan gadis di hadapannya tidak melihat kepanikannya."Apa Anda yakin ini yang terbaik," ucap Marco lagi, memberi kesempatan Ipeh untuk berubah pikiran dan meminta maaf."Tentu saja, Dokter Alex seharusnya bersyukur karena saya tidak melapor pada polisi atau memberi tahu kejadian saat itu pada media," ucap Ipeh, tersenyum tipis.Sekretaris Alex itu mengatur napasnya beberapa kali sebelum berbicara lagi dengan gadis keras kepala itu."Baiklah kalau itu keputusan Anda, kalau begitu saya pergi dulu. Saya harap Nona Devi siap dengan setiap konsekuensi yang akan terjadi di masa de
Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun."Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya."Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD."Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir. "Tunangan?" Dokter Irwan terkejut."Apa dia alasan kamu menolak perjo
"Tentu saja membereskan semuanya," jawab Gadis Cantik itu sambil mengedipkan salah satu matanya."Sekarang?""Tahun depan!""Hah?""Ya, sekaranglah!""Nana, apa kamu bolos kuliah?" tanya Ipeh pada gadis cantik berwajah campuran Asia dan Eropa, yang sedang cemberut itu, dia adalah sahabat Ipeh."Kamu sudah diijinkan pulang pagi ini, jadi mana bisa aku masuk kuliah! Kalau aku nggak datang, siapa yang akan mengantarmu pulang, coba," jelas Diana atau biasa dipanggil Nana, sahabat Ipeh sejak di sekolah menengah pertama."Hehe ... iya juga, makasih ya, Na." Ipeh tersenyum tanpa bisa membantahnya."Hm, aku tuh jadi khawatir kalau aku jadi pergi tahun depan, siapa yang akan menjaga gadis ceroboh sepertimu." Diana menatap Ipeh sambil melipat tangan di dadanya.Diana adalah mahasiswa kedokteran semester empat yang mengambil semester pendek demi mempercepat kelulusannya. Diana bercita-cita bisa menjadi salah satu dokter sukarelawan yang akan dikirim ke negara konflik. Dia berharap bisa bertemu de
"Nope ... tadi sekretarisnya yang datang memberikanku tagihan seratus dua puluh juta kurang seratus rupiah dan coklat batangan yang ada di nakas sebelah tempat tidurku itu serta mendoakanku agar cepat pulih. Baik sekali, kan, mereka," jelas Ipeh memasang senyum sarkasmenya."Haha ...." Diana tertawa."Ingin aku jambak aja itu rambutnya dan banting tubuhnya bolak-balik. Sayangnya aku masih menghargai kebebasan hidupku, aku hanya merobek kertas tagihannya!" Ipeh mengetahui kalau mobil yang menabraknya adalah milik Alex berkat informasi yang dikumpulan oleh Diana.Sebelum mengetahui Alex yang telah menabrak sahabatnya. Diana ingin membayarkan biaya rumah sakit Ipeh, tetapi setelah tahu kejadian yang sebenarnya. Diana membeberkan semuanya dan menyemangati Ipeh untuk meminta ganti rugi pada Alex."Mau aku balaskan dendammu?" tanya Diana bersungguh-sungguh."Nope! Aku ingin membalaskan dendamku sendiri, lagipula hutang budiku padamu sudah terlalu banyak. Jangan merepotkan dirimu lagi demi ak
'Kenapa dia ada di sini!' Ipeh ketakutan melihat pamannya yang datang dalam keadaan mabuk.'Darimana dia tahu kalau aku tinggal di sini? Padahal aku sudah mengganti nomor ponselku.' Diana membantu Ipeh mengganti nomor ponselnya saat sahabatnya itu masih di rumah sakit, karena pamannya Ipeh terus-menerus meminta uang.P"Peh ... buka pintu!" teriak Toni, sambil memukul-mukul pintu beberapa kali.Kostan Ipeh merupakan kontrakan dua petak yang terdiri dari tiga lantai. Sebenarnya ada gerbang masuk yang biasanya dijaga oleh dua satpam jadi tidak sembarangan orang bisa masuk, tetapi malam ini setelah acara pelelangan, kedua satpam tersebut pulang ke rumah dahulu untuk memberikan makanan pemberian Ipeh pada keluarga mereka masing-masing. Sehingga Toni bisa masuk tanpa kendala yang berarti."Buka! Om tahu kamu di dalam! Om haus, Peh!" Toni terus berteriak dan memukul-mukul pintu lagi.Ipeh bergeming. Membuka pintu sama dengan membiarkan bencana datang. Dulu saat masih tinggal bersama. Setiap
Sementara itu, Alex baru keluar dari kantornya di lantai empat belas saat Marco memberitahukan Ipeh datang ke rumah sakit untuk mengganti perban. "Temannya meninggalkannya jadi dia harus pulang sendiri malam ini," ucap Marco pada atasannya."Bukan urusanku!" seru Alex."Nona Devi atau panggilan akrabnya menurut sumber terpercaya itu, Nona Ipeh terluka, sekarang sudah jam sembilan malam. Bagaimana kalau dia bertemu dengan preman di jalan atau pamannya menghadangnya saat akan masuk ke kosannya? Lagi pula di rumah sakit ini, kan, status Anda adalah tunangannya," jelas Marco mencoba mempengaruhi Alex."Ck! Kalau kamu khawatir, kamu saja yang mengantarnya pulang." Alex merasa kesal, lalu bergegas masuk lift."Tuan Muda tunggu!" Marco berlari mengejarnya tetapi terlambat, Alex langsung menutup pintu liftnya."Ya ampun!" Marco menghela napas.Di ruangan Dokter Erna, satu jam sudah berlalu tetapi Ipeh masih berteriak histeris saat Dokter Erna dan seorang perawat mencoba mengganti perbannya."
"Maaf, aku tidak sengaja ...." Ipeh langsung menunduk.Alex menatap tunangan palsunya sejenak, kemudian berbicara dengan Dokter Erna."Kalau begitu kami permisi dulu, Tante," pamit Alex, mengarahkan kursi roda Ipeh ke arah pintu."Iya, hati-hati di jalan, Devi, Alex," sahut Dokter Erna sambil tersenyum."Terima kasih, permisi, Tante." Alex, mengangkat sedikit ujung bibirnya."Terima kasih, Dok," ucap Ipeh, membalas senyuman Dokter Erna.Alex mendorong kursi roda Ipeh keluar dari ruang pemeriksaan."Biar saya yang mendorongnya, Tuan Muda," ucap Marco yang sudah berdiri tegap di depan ruang pemeriksaan."Ok!" Alex berjalan mendahului mereka menuju tempat parkir, tanpa sedikit pun menoleh pada gadis yang kembali menunduk itu.Di sisi lain, Ipeh pun hanya terdiam, tidak berani membuka mulutnya lagi. Dia masih merutuki dirinya sendiri karena sudah salah memegang tangan Alex tadi."Nona Devi, apa Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Marco, membuka percakapan."Ah, i-iya, terima kasih." Ipeh