Share

5. Siapa Dia?

"Si-siapa kamu?" tanya Ipeh dengan suara terbata-bata karena ketakutan, bulu kuduknya langsung berdiri. Dia teringat cerita tentang pembunuh berdarah dingin yang datang tengah malam di salah satu novel favoritnya.

Tanpa menjawab pertanyaan yang dilontarkan Ipeh, laki-laki itu mulai mendekati tempat tidur pasien.

'Suara langkah kakinya sama menyeramkan ya dengan penampilannya!' Ipeh refleks menyusut ke ujung tempat tidurnya.

Suasana yang sunyi, langkah kaki yang tegas serta tatapan tajam yang mendominasi membuat Ipeh semakin gentar. Jantungnya berdebar dengan kencang, keringat dingin mulai membasahi kedua telapak tangannya yang memegang ujung bedcover dengan kuat.

"A-apa maumu? Ja-jangan berani macam-macam!" seru Ipeh, memberanikan diri menatap tajam pada laki-laki yang kini sudah berdiri di depan tempat tidurnya. Gadis cantik itu bergegas menekan tombol merah yang ada di sampingnya.

Laki-laki itu hanya terdiam melihat gerak-gerik Ipeh, sambil menyilangkan tangannya.

Tidak berapa lama datang seorang perawat.

"Permisi ... ada yang bisa saya bantu, Dok?" tanya perawat itu pada atasannya.

'Dok?' Ipeh terkejut, dia menatap laki-laki asing dan perawat itu secara bergantian.

'Suster itu mengenalnya, apa dia dokter jaga? Tapi kenapa datang tengah malam? Kenapa juga bajunya harus berlumuran darah begitu?' Ipeh memeras otaknya untuk menjelaskan situasi canggung ini.

'Ah, mungkin karena dia itu dokter, mungkin dia baru selesai menangani korban kecelakaan. Aku lupa dengan kenyataan kalau di luar sana banyak yang hidupnya jauh lebih sulit daripadaku, tapi kenapa dia nggak ganti baju dulu?' Rasa takut yang dirasakan oleh Ipeh sebelumnya berubah menjadi rasa syukur, walaupun masih banyak pertanyaan tentang dokter di hadapannya. Ipeh tidak bisa menyembunyikan wajah penasarannya.

'Gadis muda itu memiliki beragam ekspresi di wajahnya. Gadis yang aneh!' gumam Alex.

Dokter itu tidak menjawab pertanyaan perawat tadi, dia hanya fokus memperhatikan gerak-gerik gadis muda di hadapannya.

We

Perawat yang berdiri di samping dokter itu menoleh ke arah Ipeh yang terlihat masih kebingungan lalu menoleh ke arah atasannya.

'Kasihan sekali Dokter Alex," gumam Perawat itu di dalam hatinya.

"Sepertinya dia benar-benar melupakan tunangannya, tolong lakukan EEG dan MRI ulang besok pagi dan langsung laporkan hasilnya padaku!" tegas Alex tanpa menoleh pada perawat yang menatapnya dengan iba.

"Baik, Dok ... kalau begitu saya permisi." Perawat itu bergegas keluar karena tidak ingin mengganggu privasi atasannya.

'Hah? Apa maksudnya? Apa dia itu tunangan jadi-jadianku?' gumam Ipeh di dalam hati.

"Jadi kamu tidak mengenaliku?" tanya Alex memulai percakapan.

"Apa harus?" Ipeh bertanya balik.

"Tidak, karena aku juga tidak mengenalmu!" tegas Alex dengan gelengan kepala perlahan.

'Yee ... ini orang,' cibir Ipeh di dalam hatinya.

"Terus kenapa kamu mengatakan pada semua orang kalau aku tunanganmu?" ketusnya dengan ekspresi wajah kesal.

"Iseng saja," jawabnya asal.

"Hah?" Ipeh kehilangan kata-kata.

'Orang aneh!' seru Gadis itu di dalam hatinya.

"Kapan aku bisa keluar dari rumah sakit?"

"Setelah memastikan kepala dan kakimu baik-baik saja."

"Apa tidak bisa secepatnya? Oya, aku tidak perlu EEG dan MRI lagi, ingatanku bagus, tidak ada yang salah!" tegas Gadis cantik itu lagi.

"Lakukan saja!" Alex memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya, tatapannya tetap memperhatikan setiap ekspresi yang dibuat oleh Ipeh.

Di sisi lain, Ipeh mengatur napasnya agar bisa mengendalikan emosinya

"Terus terang, aku tidak sanggup membayar biaya rumah sakit di sini kalau tinggal lebih lama lagi," jelas Ipeh, dia benar-benar merasa depresi setiap kali mengingat tagihan rumah sakit yang harus dibayarnya nanti.

"Kamu bisa mencicilnya padaku, sekretarisku yang akan mengurusnya nanti," sahut Alex dengan ekspresi santainya lagi, kemudian mengalihkan pandangannya pada tumpukan makanan dan minuman yang terlihat seperti tidak tersentuh sedikit pun

'Eh, aku pikir dia akan membayarnya untukku ternyata disuruh mencicil. Haah ... apa yang bisa kuharapkan dari seorang tunangan palsu!' pikir Ipeh, sedikit kecewa.

"Oh, ok, tapi ...." Belum selesai berbicara, Alex sudah menyela ucapannya.

"Makanlah semuanya atau bagikan sebagian pada para perawat sebelum expired, itu sudah masuk ke dalam tagihan hutangmu padaku, walaupun kamu tidak menyentuhnya."

Ipeh langsung melebarkan kedua matanya mendengar ucapan yang menurutnya tidak masuk akal itu.

"Hah? Ini tidak adil! Apa tidak bisa di-return dan kenapa kamu harus mengirimkan begitu banyak makanan, minuman dan bunga setiap hari! Merepotkan!" protes Ipeh, dia jelas tidak ingin membuang-buang uangnya untuk hal yang tidak penting.

"Absolutely, no! Di sini aku mengaku sebagai tunanganmu, kan? Jadi itu sebagai bukti perhatianku padamu!" tegas Alex sambil menggelengkan kepalanya.

"Tapi kenapa aku yang harus membayarnya?" Ipeh tidak terima.

Bersambung✍️

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status