"Karena kamu yang akan menghabiskannya, jadi tentu saja kamu yang harus membayar. Setidaknya aku sudah berbaik hati menyelamatkan nyawamu dan membawamu ke sini. Aku juga mempertaruhkan nama baikku untuk jadi tunanganmu, bahkan memberikan cicilan tanpa bunga. Apa kamu gadis yang tidak tahu terima kasih?" Alex menatap langsung ke arah kedua mata Ipeh, menegaskan kalau ucapannya tidak boleh dibantah.
Ipeh terdiam karena ucapan Alex benar. Gadis itu menatap lekat laki-laki di hadapannya.'Apa dia seorang model? Kenapa terlihat tampan sekali! Andai sikapnya sebaik wajahnya, pasti ....' Selama beberapa detik, Ipeh tidak mengedipkan matanya, terpesona oleh ketampanan Alex.Suara benda jatuh yang cukup mengejutkan terdengar dari di luar ruang perawatan mengembalikan jiwa Ipeh dari dunia mimpinya.'Astagfirullah, apa yang aku pikirkan! Bisa-bisanya memuji si lintah darat ini! Dia orang terjelek di dunia!' tegasnya di dalam hati."Tapi itu makanan mahal semua, kamu bawa pulang dan makan sendiri saja, ya, please ...."Mahasiswi itu memasang wajah memelas, tetapi Alex bergeming. Lima menit setelah adu mata, gadis itu menghela napasnya sambil menoleh ke arah tumpukan makanan dan minuman yang masih tertata rapi.'Ah, nasibku ... aku benar-benar tidak mau memakan itu semua, mulutku masih terasa pahit. Ini jelas pemerasan!' gerutunya di dalam hati.Ipeh tidak bisa mengungkapkan perasaan aslinya pada laki-laki di hadapannya. Gadis itu takut Alex akan memasukan racun ke dalam infusannya bila bersikukuh menolak membayarnya. Bagaimanapun aura dingin, sikap mendominasi dan pakaian berlumuran darah yang dipakainya, sudah sesuai dengan deskripsi seorang pembunuh berdarah dingin di salah satu novel favorit Ipeh.'Bisa jadi dia memang pembunuh berdarah dingin juga atau psikopat, siapa yang tahu!' Ipeh bergidik ngeri membayangkannya.Terdengar suara ketukan di pintu. Alex dan Ipeh menoleh bersamaan ke arah pintu, terlihat seorang laki-laki yang memakai jas lengkap menghampiri dokter tampan itu."Tuan Muda, pakaiannya sudah siap," ucap Marco, sekertaris Alex."Um," jawab Alex singkat, lalu berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Ipeh.'Ih, sumpah ya itu orang tidak ada sopan santunnya sama sekali,' cibir Ipeh di dalam hati.Marco, sang asisten pun ikut menoleh pada Ipeh sebentar lalu mengikuti atasannya keluar."Hah? Dia juga sama ternyata ... benar-benar deh, atasan dan asistennya sama-sama tidak sopannxa! Kurasa dulunya mereka itu murid sogokan yang bahkan tidak lulus pelajaran pendidikan moral Pancasila di SD-nya!"Ipeh menggerutu sendiri dengan wajah yang sudah ditekuk segitiga sama kaki. Setelah mereka pergi meninggalkannya sendiri, gadis itu menghela napas panjang, kemudian sibuk termenung, mencoba mencerna semua kejadian di luar nurul yang membuat mentalnya terdistorsi."Ugh, kenapa hidupku begitu kacau, sih! Ya Allah ... apa salah dan dosaku," ratapnya ke arah langit-langit kamar.***Selama di rumah sakit, Ipeh menghubungi orang-orang terdekat dan dosennya. Jadi, gadis cantik itu mendapatkan keringanan dari pihak kampus untuk mengikuti ujian akhir semester susulan secara online sehingga dia tidak perlu mengikuti semester pendek. Lagipula kecelakaan lalu lintas itu pun terjadi tidak jauh dari lokasi kampusnya.Sepuluh hari kemudian, Dokter Irwan yang menangani cedera di kepala Ipeh dan Dokter Erna yang menangani kakinya yang patah, mengijinkannya pulang.Marco, sekretarisnya Alex, datang mengurus administrasi lalu memberikan surat tagihan dan nomor rekening, agar Ipeh tidak lupa untuk membayar cicilan biaya pengobatan dan semua minuman serta snack yang dikirim Alex setiap hari.Ipeh terdiam melihat jumlah tagihan rumah sakitnya, shock!"Tagihan itu sudah termasuk biaya kontrol rawat jalan sampai sembuh. Oya, Tuan Muda mengatakan buket bunganya adalah bonus, sebagai ungkapan doa yang tulus semoga Nona Devi lekas sembuh," jelas Marco dengan wajah datarnya."Dan ini dari saya, dengan doa yang sama semoga kesehatan Nona Devi bisa cepat pulih kembali." Marco memberikan sebatang coklat putih berbentuk segitiga yang diberi pita warna emas.Ipeh melihat coklat batangan itu lalu tersenyum."Terima kasih," ucapnya sambil merobek surat tagihan rumah sakitnya di hadapan sekertaris Alex itu.Marco tercengang melihatnya, dia hanya bisa terpaku menatap sobekan kertas yang berserakan di lantai, karena baru pertama kali melihat ada orang yang berani melawan Tuan Mudanya.Bersambung✍️"Maaf, tapi saya tidak akan membayar tagihannya sepersen pun, karena semuanya adalah tanggung jawab Dokter Alex sebagai orang yang sudah menabrak saya. Tolong sampaikan pada beliau bahwa saya memiliki bukti CCTV kecelakaan pada hari itu. Oya, terima kasih coklatnya, Anda baik sekali." Ipeh mengambil coklat batangan dari tangan Marco sambil memberikan senyuman terbaiknya.Marco menatap Ipeh dengan wajah datar, memastikan gadis di hadapannya tidak melihat kepanikannya."Apa Anda yakin ini yang terbaik," ucap Marco lagi, memberi kesempatan Ipeh untuk berubah pikiran dan meminta maaf."Tentu saja, Dokter Alex seharusnya bersyukur karena saya tidak melapor pada polisi atau memberi tahu kejadian saat itu pada media," ucap Ipeh, tersenyum tipis.Sekretaris Alex itu mengatur napasnya beberapa kali sebelum berbicara lagi dengan gadis keras kepala itu."Baiklah kalau itu keputusan Anda, kalau begitu saya pergi dulu. Saya harap Nona Devi siap dengan setiap konsekuensi yang akan terjadi di masa de
Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun."Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya."Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD."Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir. "Tunangan?" Dokter Irwan terkejut."Apa dia alasan kamu menolak perjo
"Tentu saja membereskan semuanya," jawab Gadis Cantik itu sambil mengedipkan salah satu matanya."Sekarang?""Tahun depan!""Hah?""Ya, sekaranglah!""Nana, apa kamu bolos kuliah?" tanya Ipeh pada gadis cantik berwajah campuran Asia dan Eropa, yang sedang cemberut itu, dia adalah sahabat Ipeh."Kamu sudah diijinkan pulang pagi ini, jadi mana bisa aku masuk kuliah! Kalau aku nggak datang, siapa yang akan mengantarmu pulang, coba," jelas Diana atau biasa dipanggil Nana, sahabat Ipeh sejak di sekolah menengah pertama."Hehe ... iya juga, makasih ya, Na." Ipeh tersenyum tanpa bisa membantahnya."Hm, aku tuh jadi khawatir kalau aku jadi pergi tahun depan, siapa yang akan menjaga gadis ceroboh sepertimu." Diana menatap Ipeh sambil melipat tangan di dadanya.Diana adalah mahasiswa kedokteran semester empat yang mengambil semester pendek demi mempercepat kelulusannya. Diana bercita-cita bisa menjadi salah satu dokter sukarelawan yang akan dikirim ke negara konflik. Dia berharap bisa bertemu de
"Nope ... tadi sekretarisnya yang datang memberikanku tagihan seratus dua puluh juta kurang seratus rupiah dan coklat batangan yang ada di nakas sebelah tempat tidurku itu serta mendoakanku agar cepat pulih. Baik sekali, kan, mereka," jelas Ipeh memasang senyum sarkasmenya."Haha ...." Diana tertawa."Ingin aku jambak aja itu rambutnya dan banting tubuhnya bolak-balik. Sayangnya aku masih menghargai kebebasan hidupku, aku hanya merobek kertas tagihannya!" Ipeh mengetahui kalau mobil yang menabraknya adalah milik Alex berkat informasi yang dikumpulan oleh Diana.Sebelum mengetahui Alex yang telah menabrak sahabatnya. Diana ingin membayarkan biaya rumah sakit Ipeh, tetapi setelah tahu kejadian yang sebenarnya. Diana membeberkan semuanya dan menyemangati Ipeh untuk meminta ganti rugi pada Alex."Mau aku balaskan dendammu?" tanya Diana bersungguh-sungguh."Nope! Aku ingin membalaskan dendamku sendiri, lagipula hutang budiku padamu sudah terlalu banyak. Jangan merepotkan dirimu lagi demi ak
'Kenapa dia ada di sini!' Ipeh ketakutan melihat pamannya yang datang dalam keadaan mabuk.'Darimana dia tahu kalau aku tinggal di sini? Padahal aku sudah mengganti nomor ponselku.' Diana membantu Ipeh mengganti nomor ponselnya saat sahabatnya itu masih di rumah sakit, karena pamannya Ipeh terus-menerus meminta uang.P"Peh ... buka pintu!" teriak Toni, sambil memukul-mukul pintu beberapa kali.Kostan Ipeh merupakan kontrakan dua petak yang terdiri dari tiga lantai. Sebenarnya ada gerbang masuk yang biasanya dijaga oleh dua satpam jadi tidak sembarangan orang bisa masuk, tetapi malam ini setelah acara pelelangan, kedua satpam tersebut pulang ke rumah dahulu untuk memberikan makanan pemberian Ipeh pada keluarga mereka masing-masing. Sehingga Toni bisa masuk tanpa kendala yang berarti."Buka! Om tahu kamu di dalam! Om haus, Peh!" Toni terus berteriak dan memukul-mukul pintu lagi.Ipeh bergeming. Membuka pintu sama dengan membiarkan bencana datang. Dulu saat masih tinggal bersama. Setiap
Sementara itu, Alex baru keluar dari kantornya di lantai empat belas saat Marco memberitahukan Ipeh datang ke rumah sakit untuk mengganti perban. "Temannya meninggalkannya jadi dia harus pulang sendiri malam ini," ucap Marco pada atasannya."Bukan urusanku!" seru Alex."Nona Devi atau panggilan akrabnya menurut sumber terpercaya itu, Nona Ipeh terluka, sekarang sudah jam sembilan malam. Bagaimana kalau dia bertemu dengan preman di jalan atau pamannya menghadangnya saat akan masuk ke kosannya? Lagi pula di rumah sakit ini, kan, status Anda adalah tunangannya," jelas Marco mencoba mempengaruhi Alex."Ck! Kalau kamu khawatir, kamu saja yang mengantarnya pulang." Alex merasa kesal, lalu bergegas masuk lift."Tuan Muda tunggu!" Marco berlari mengejarnya tetapi terlambat, Alex langsung menutup pintu liftnya."Ya ampun!" Marco menghela napas.Di ruangan Dokter Erna, satu jam sudah berlalu tetapi Ipeh masih berteriak histeris saat Dokter Erna dan seorang perawat mencoba mengganti perbannya."
"Maaf, aku tidak sengaja ...." Ipeh langsung menunduk.Alex menatap tunangan palsunya sejenak, kemudian berbicara dengan Dokter Erna."Kalau begitu kami permisi dulu, Tante," pamit Alex, mengarahkan kursi roda Ipeh ke arah pintu."Iya, hati-hati di jalan, Devi, Alex," sahut Dokter Erna sambil tersenyum."Terima kasih, permisi, Tante." Alex, mengangkat sedikit ujung bibirnya."Terima kasih, Dok," ucap Ipeh, membalas senyuman Dokter Erna.Alex mendorong kursi roda Ipeh keluar dari ruang pemeriksaan."Biar saya yang mendorongnya, Tuan Muda," ucap Marco yang sudah berdiri tegap di depan ruang pemeriksaan."Ok!" Alex berjalan mendahului mereka menuju tempat parkir, tanpa sedikit pun menoleh pada gadis yang kembali menunduk itu.Di sisi lain, Ipeh pun hanya terdiam, tidak berani membuka mulutnya lagi. Dia masih merutuki dirinya sendiri karena sudah salah memegang tangan Alex tadi."Nona Devi, apa Anda sudah merasa lebih baik?" tanya Marco, membuka percakapan."Ah, i-iya, terima kasih." Ipeh
"NEVER!" seru Alex."Eh, ngeyel juga, ini bocah! Ayo, minta maaf!" Ipeh semakin tidak sabar."NEVER!" teriak Alex. Gengsi dan harga dirinya sebagai seorang pria terhormat melarangnya mengaku kalah walaupun posisinya kini sudah terjepit. Dia terus memutar otaknya agar bisa lepas dari cengkraman Ipeh.'Bagaimanapun caranya aku harus lepas dari Ular Betina, ini!' seru Alex di dalam hatinya.Ipeh semakin menekan pergelangan tangan Alex yang membuat laki-laki itu spontan menggigit paha Ipeh."Aw ... sakiiit!" Ipeh spontan mendorong Alex menjauhinya lalu menepuk-nepuk pahanya."Serve you right!" Alex tersenyum puas melihat wajah pucat pasi Ipeh yang sedang menahan sakit. Dia mengelap darah yang ada di mulutnya dengan punggung tangan kanannya."Hmph! Vampir busuk!" Ipeh mendelik pada Alex, tetapi gadis cantik itu langsung terdiam selama tiga detik saat melihat wajah tampan Alex yang kini dihiasi seulas senyuman dan darah. Gadis itu buru-buru menunduk.'Ah, ini tidak adil! Kenapa orang jahat