Share

6. Pria Menyebalkan

"Karena kamu yang akan menghabiskannya, jadi tentu saja kamu yang harus membayar. Setidaknya aku sudah berbaik hati menyelamatkan nyawamu dan membawamu ke sini. Aku juga mempertaruhkan nama baikku untuk jadi tunanganmu, bahkan memberikan cicilan tanpa bunga. Apa kamu gadis yang tidak tahu terima kasih?" Alex menatap langsung ke arah kedua mata Ipeh, menegaskan kalau ucapannya tidak boleh dibantah.

Ipeh terdiam karena ucapan Alex benar. Gadis itu menatap lekat laki-laki di hadapannya.

'Apa dia seorang model? Kenapa terlihat tampan sekali! Andai sikapnya sebaik wajahnya, pasti ....' Selama beberapa detik, Ipeh tidak mengedipkan matanya, terpesona oleh ketampanan Alex.

Suara benda jatuh yang cukup mengejutkan terdengar dari di luar ruang perawatan mengembalikan jiwa Ipeh dari dunia mimpinya.

'Astagfirullah, apa yang aku pikirkan! Bisa-bisanya memuji si lintah darat ini! Dia orang terjelek di dunia!' tegasnya di dalam hati.

"Tapi itu makanan mahal semua, kamu bawa pulang dan makan sendiri saja, ya, please ...."

Mahasiswi itu memasang wajah memelas, tetapi Alex bergeming. Lima menit setelah adu mata, gadis itu menghela napasnya sambil menoleh ke arah tumpukan makanan dan minuman yang masih tertata rapi.

'Ah, nasibku ... aku benar-benar tidak mau memakan itu semua, mulutku masih terasa pahit. Ini jelas pemerasan!' gerutunya di dalam hati.

Ipeh tidak bisa mengungkapkan perasaan aslinya pada laki-laki di hadapannya. Gadis itu takut Alex akan memasukan racun ke dalam infusannya bila bersikukuh menolak membayarnya. Bagaimanapun aura dingin, sikap mendominasi dan pakaian berlumuran darah yang dipakainya, sudah sesuai dengan deskripsi seorang pembunuh berdarah dingin di salah satu novel favorit Ipeh.

'Bisa jadi dia memang pembunuh berdarah dingin juga atau psikopat, siapa yang tahu!' Ipeh bergidik ngeri membayangkannya.

Terdengar suara ketukan di pintu. Alex dan Ipeh menoleh bersamaan ke arah pintu, terlihat seorang laki-laki yang memakai jas lengkap menghampiri dokter tampan itu.

"Tuan Muda, pakaiannya sudah siap," ucap Marco, sekertaris Alex.

"Um," jawab Alex singkat, lalu berjalan keluar tanpa mengucapkan sepatah katapun pada Ipeh.

'Ih, sumpah ya itu orang tidak ada sopan santunnya sama sekali,' cibir Ipeh di dalam hati.

Marco, sang asisten pun ikut menoleh pada Ipeh sebentar lalu mengikuti atasannya keluar.

"Hah? Dia juga sama ternyata ... benar-benar deh, atasan dan asistennya sama-sama tidak sopannxa! Kurasa dulunya mereka itu murid sogokan yang bahkan tidak lulus pelajaran pendidikan moral Pancasila di SD-nya!"

Ipeh menggerutu sendiri dengan wajah yang sudah ditekuk segitiga sama kaki. Setelah mereka pergi meninggalkannya sendiri, gadis itu menghela napas panjang, kemudian sibuk termenung, mencoba mencerna semua kejadian di luar nurul yang membuat mentalnya terdistorsi.

"Ugh, kenapa hidupku begitu kacau, sih! Ya Allah ... apa salah dan dosaku," ratapnya ke arah langit-langit kamar.

***

Selama di rumah sakit, Ipeh menghubungi orang-orang terdekat dan dosennya. Jadi, gadis cantik itu mendapatkan keringanan dari pihak kampus untuk mengikuti ujian akhir semester susulan secara online sehingga dia tidak perlu mengikuti semester pendek. Lagipula kecelakaan lalu lintas itu pun terjadi tidak jauh dari lokasi kampusnya.

Sepuluh hari kemudian, Dokter Irwan yang menangani cedera di kepala Ipeh dan Dokter Erna yang menangani kakinya yang patah, mengijinkannya pulang.

Marco, sekretarisnya Alex, datang mengurus administrasi lalu memberikan surat tagihan dan nomor rekening, agar Ipeh tidak lupa untuk membayar cicilan biaya pengobatan dan semua minuman serta snack yang dikirim Alex setiap hari.

Ipeh terdiam melihat jumlah tagihan rumah sakitnya, shock!

"Tagihan itu sudah termasuk biaya kontrol rawat jalan sampai sembuh. Oya, Tuan Muda mengatakan buket bunganya adalah bonus, sebagai ungkapan doa yang tulus semoga Nona Devi lekas sembuh," jelas Marco dengan wajah datarnya.

"Dan ini dari saya, dengan doa yang sama semoga kesehatan Nona Devi bisa cepat pulih kembali." Marco memberikan sebatang coklat putih berbentuk segitiga yang diberi pita warna emas.

Ipeh melihat coklat batangan itu lalu tersenyum.

"Terima kasih," ucapnya sambil merobek surat tagihan rumah sakitnya di hadapan sekertaris Alex itu.

Marco tercengang melihatnya, dia hanya bisa terpaku menatap sobekan kertas yang berserakan di lantai, karena baru pertama kali melihat ada orang yang berani melawan Tuan Mudanya.

Bersambung✍️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status