Share

8. Kehebohan di Rumah Sakit

Saat itu Alex yang merasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa Ipeh, menggendong gadis itu turun dari mobilnya di depan IGD Rumah Sakit Permata. Para tenaga medis yang berada tidak jauh dari mobilnya terkejut melihatnya sebelum bergegas membantunya.

Tidak perlu waktu yang lama untuk menciptakan kehebohan di rumah sakit itu dan saat melihat Dokter Irwan dan Dokter Erna berlari ke arahnya, Alex sedikit panik.

Dokter Erna dan Dokter Irwan adalah Tante dan paman dari Alex. Mereka membesarkan Alex setelah kedua orangtuanya meninggal karena kecelakaan saat dia berusia sepuluh tahun.

"Alex, syukurlah kamu baik-baik saja! Kami berdua sangat khawatir!" seru Dokter Erna Parker. Diamini oleh Dokter Irwan Dirja, suaminya.

"Siapa gadis itu?" tanya Dokter Irwan yang merupakan Dokter Bedah Saraf, beliau melirik ke arah Ipeh yang sedang ditangani oleh dokter jaga di IGD.

"Dia, tunanganku!" seru Alex tanpa banyak berpikir.

"Tunangan?" Dokter Irwan terkejut.

"Apa dia alasan kamu menolak perjodohan dengan putri keluarga Wijaya!" ketus Dokter Erna.

"Hm!" Alex mengangguk dengan mantap.

Dokter Erna terdiam.

"Kalau begitu, tunggu apalagi ... ayo selamatkan gadis itu!" Dokter Irwan menarik istrinya ke arah Ipeh dan mengambil alih pemeriksaan.

'Mereka akan menolongnya? Bukannya mereka bersikukuh menjodohkan aku dengan putri temannya?' Alex menaikkan alisnya tidak menduga reaksi positif dari paman dan tantenya.

"Kita lakukan CT scan dan siapkan ruang operasi sekarang juga. Jangan lupa panggil dokter anestesi!" seru Dokter Irwan pada perawat di sana.

"Baik, Dok!"

Beberapa perawat sibuk menjalankan perintah atasannya.

"Alex, apa yang kamu pikirkan! Ayo cepat kita selamatkan tunanganmu! Om-mu yang akan memimpin operasi kalau kamu ragu-ragu!" tegas Dokter Erna yang melihat keponakannya hanya terdiam menatap Sang Tunangan.

"Hah?" Alex menoleh ke arah paman dan tantenya, yang terlihat begitu serius berusaha menyelamatkan gadis yang bahkan dia sendiri tidak tahu namanya.

"Ayo ...." Dokter Irwan menarik Alex.

Alex terpaksa mengikuti paman dan tantenya. Operasi berlangsung selama delapan jam dan berkat keahlian yang mumpuni dari tiga ahli bedah terbaik itu, Ipeh selamat.

Tadinya Alex berpikir gadis yang dibawanya tidak akan selamat karena mengalami pendarahan kepala yang hebat. Jadi rencananya setelah gadis itu meninggal, Alex bisa memberikan alasan patah hati untuk menolak semua perjodohan yang direncanakan untuknya.

Kini Alex merasa pusing sendiri karena gadis itu selamat. Apalagi paman dan tantenya sudah memberikan restu mereka pada gadis itu.

"Sungguh merepotkan! Kenapa gadis itu tidak meninggal saja di meja operasi!" gerutunya sambil menyugar rambutnya dengan kasar.

Walaupun dia sudah meminta paman dan tantenya untuk merahasiakan status Ipeh dari kakeknya, bukan tidak mungkin berita tentang tunangan palsunya itu sampai ke telinga beliau.

"Jangan-jangan itu alasan Kakek datang ke Indonesia?" Wajah Alex menegang. Dia teringat permintaan kakeknya agar segera menikah.

"Ck! Apa yang harus aku lakukan sekarang!" Alex memijat keningnya.

***

Ipeh melayangkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang penuh sesak dengan berbagai macam makanan, minuman dan buket bunga.

"Haih ... tunangan palsuku memang nggak main-main saat pencitraan, tapi setidaknya aku nggak akan kelaparan saat pulang dari rumah sakit, sih. Aku juga bisa menjualnya sebagian." Ipeh tersenyum lalu menghela napas panjang. Dia tahu begitu keluar dari rumah sakit, pamannya pasti akan meminta uang lagi padanya.

Beberapa saat kemudian, Ipeh mencoba menelepon Pak Jaka, bos susu dan korannya, untuk menyewa mobil pick up beliau, tetapi teleponnya tidak diangkat.

"Mungkin beliau lagi keluar." Ipeh mematikan sambungan teleponnya lalu menghubungi Bu Irma, bos buburnya.

Nada tut-tut terus terdengar di telinganya tetapi sama hal dengan sebelumnya, saluran teleponnya masih belum bisa terhubung.

"Tidak dijawab juga ... mungkin beliau sibuk menghitung panci bubur yang kembali." Gadis itu melihat jam dinding yang menunjukan pukul sembilan pagi.

Tiba-tiba terdengar suara pintu yang terbuka dengan kencang.

"Ya ampun, kaget!" Ipeh melonjak dari posisi duduknya.

"Hehe ... maaf!" Seorang gadis cantik berusia di awal dua puluhan, melangkahkan kakinya mendekati Ipeh.

"Ayo, masuk bapak-bapak ... tolong makanan, minuman, dan bunganya dibawa semuanya, ya," pinta Gadis Cantik itu pada tiga orang bapak-bapak yang datang bersamanya.

"Eh, apa yang kalian lakukan!" seru Ipeh.

Bersambung✍️

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status