Sore itu, Sinar dan Raja bergantian menjabat tangan, dengan kedua tamu mereka yang baru saja datang. Ada seorang pria paruh baya tapi usianya masih berada di bawah Raja. Catra Adiyaksa, ialah pemimpin redaksi dari Okenews, sebuah media online berita dan hiburan. Selain itu, Okenews juga mengelola beberapa bisnis media lain, diantaranya, media cetak, radio dan televisi.
“Saya itu kaget, loh. Waktu Pak Raja bilang kalau sekretaris pribadinya itu kamu, Nar.” kata Catra ketika menyalami Sinar. “Udah gak betah di Metro, ya?”
Sinar tertawa kecil dengan ramah. “Tawaran Pak Raja lebih menggiurkan, Pak. gak bisa ditolak!” tidak mungkin, kan, kalau Sinar mengatakan bahwa ia dipecat oleh pemilik Metro yang baru? Cerita yang ada nantinya akan memanjang. Terlebih, jika Catra tahu, ternyata pemilik Metro yang memecatnya adalah Pras, anak sulung Raja.
Sepertinya akan membingungkan. Pras memecat Sinar, tapi, sekarang wanita itu malah bekerja dengan Raja. Bisa jadi gosip hang
Sinar terlampau bingung, dan hatinya pun tidak bisa menebak-nebak apa sebenarnya yang kini direncanakan Pras kepadanya. Pria itu bersikap baik beberapa hari ini. Benar-benar mematuhi persyaratan yang diberikan Sinar kala itu, untuk tidak menyentuhnya. Sikap yang ditunjukkan Pras juga sungguh profesional. Apa mungkin, Aida sudah menegur Pras akibat aduan Sinar kala itu. Ya! pasti karena hal tersebut, yang membuat Pras menjadi baik kepadanya, Tapi … kenapa cuma satu minggu? Bagaimana jika tujuh hari itu telah terlewat? Apa Sinar akan kembali mendapat perlakuan menyebalkan dari pria itu? Tapi, ada hal yang bisa Sinar simpulkan ketika mengenal Pras lebih dekat, meskipun hanya secara Singkat. Pria itu memang tidak suka dibantah dan sangat suka mengatur. “Mau ke mana? Kamu sebaiknya duduk! gak usah pergi ke mana-mana dan ikut bantu-bantu.” Raja dan Catra sudah menemukan satu rumah strategis, untuk dijadikan sebagai pos pemenangan pada pilkada nanti.
“Mas Bin baru dateng? Atau sudah dari tadi?” Sinar memasang senyum seramah mungkin, ketika menghampiri Bintang yang tengah bercengkrama dengan Raja. Tidak lupa keduanya pun berjabat tangan dengan formal, layaknya relasi kerja pada umumnya. Benar-benar menjunjung tinggi profesionalitas. “Belum ada lima belas menit.” Tidak ingin membuat kecanggungan diantara mantan suami istri itu, Raja lalu menepuk pelan bahu keduanya. “Carilah tempat duduk, kasihan Sinar kalau harus berdiri. Dan, Bintang, nanti kita bicara lagi setelah semua ini selesai.” “Baik, Pak.” jawab Bintang dengan anggukan formal, begitu pula dengan Sinar. Ketika Raja telah beralih. Bintang mencari tempat duduk kosong dan yang dapat diduduki oleh mereka dengan berdampingan. Dan, berakhirlah keduanya berada pada kursi, yang berada di sepanjang sisi tembok pagar di pekarangan rumah. “Apa Pras ada di dalam?” Kenapa harus itu, hal pertama yang ditanyakan oleh Bintang, batin
“Hhhhh.” Mulut Pras mengeluarkan desahan panjang. Tangannya masih mengalung pada tubuh Sinar. Menghidu wangi, surai kelam yang sangat menyegarkan. “Posisi seperti ini, itu, lebih enak dilakukan sambil rebahan.” Kontan saja Sinar langsung menginjak sepatu pantofel Pras, sekuat tenaga yang ia punya. Sinar kira, ada satu sisi dari diri Pras yang saat ini ikut berempati dengan dirinya. Ternyata tidak. Pras, tetaplah Pras. Isi otaknya, hanya ingin membawa Sinar ke ranjang untuk tidur bersamanya. Setelah menginjak kaki Pras dengan keras, Sinar mengurai pelukannya. Mengusap semua jejak basah yang masih tersisa di pipi dengan kedua tangannya. Pras seperti tidak terpengaruh, dengan apa yang telah dilakukan Sinar pada kakinya. Sepertinya, tenaga yang dikeluarkan Sinar belum cukup mampu untuk menyakiti kaki pria itu. “Kamu dicari, Mas Bin di luar. Pergilah sana!” “Nope,” kata Pras lalu bersedekap, masih berdiri di posisinya yang sama. “Apa yang kalian bi
“Hapemu!”Seru keduanya nyaris berbisik bersamaan di atas bibir masing-masing, setelah melepaskan tautan basah mereka. Dalam keadaan bingung, terkejut, dan debaran dada yang tidak beraturan. Keduanya belum menyadari, dering ponsel yang masih bersuara, berasal dari milik siapa.Pras berdecak ketika mengetahui dering tersebut berasal dari ponsel miliknya. Mengeluarkan dari saku jas dan terpampang nyata nama Georgina Tan di atas layar, dan Sinar pun dapat melihatnya dengan jelas meskipun dari arah yang berlawanan.“Pacarmu nelpon!” seru Sinar yang seketika telah menyesal, melakukan hal yang tidak senonoh di taman belakang bersama Pras. “Minggir!”Bodoh! Sinar membatin dan merutuk sejadi-jadinya. Sedikit mencondongkan tubuh untuk mengintip, ke tempat di mana Raja sempat berbicara dengan seseorang di telepon, lalu menghela lega.Sinar sampai tidak menyadari, sejak kapan Raja sudah pergi dari sana, karena terlalu larut
Tiga hari berlalu, sejak Pras memberikannya sebuah paper bag yang ternyata berisi sebuah gaun pesta. Sudah tiga hari pula, keduanya hanya berhubungan melalui telepon. Itupun hanya mengurus masalah pekerjaan. Tidak ada urusan pribadi yang mengintimidasi seperti biasanya. Benar-benar profesional.Dan selama itu, Pras juga tidak menunjukkan batang hidungnya di depan Sinar. Pria itu memang tampak sibuk di luaran sana, untuk menggantikan Raja menangani beberapa hal terkait perusahaan, juga terkait pencalonan pilkada.Sebenarnya, dengan keadaan seperti ini, Sinar semakin dibuat bingung. Kalau Pras bisa bersikap profesional, tanpa ‘mengganggunya’ seperti tiga hari ini. Kenapa kemarin-kemarin, pria itu selalu saja mengacaukan hidupnya.Suara ketukan pintu kamar, menyadarkan Sinar dengan semua lamunannya. Sang bunda membuka pintu dan menyembukan kepalanya ke dalam.“Sudah dijemput, Nar.” July kemudian menggumam panjang seraya mencebik, meli
“Sinaaar …”Sinar yang tengah memilah pakaian untuk dimasukkan ke dalam mesin cuci pun menghela. Mendiamkan sang bunda yang berteriak memanggilnya dari ruang tengah, sebentar.“Sinaar, ada Pras! buruaan!”Mendengar nama Pras disebut, Sinar yang tengah duduk di bangku plastik kecil itu langsung menegakkan tubuh. Mau apa pria itu ke sini, pagi-pagi begini, batin Sinar. Pasti mau bikin masalah, karena semalam Sinar tidak menemuinya di gala diner. Sampai pagi ini pun, Sinar masih mematikan ponselnya. Karena Ia tidak ingin mendapat telepon dari pria itu.“Sinaar!” panggil sang bunda sekali lagi.“Iyaa, Bund.” Sinar meninggalkan pakaian kotor yang menumpuk begitu saja. Buru-buru berdiri dan pergi ke depan untuk menemui Pras.Namun, semua tidak seperti yang ada di pikiran Sinar. Ketika memasuki ruang tengah, July langsung menegurnya dengan mimik yang tidak bisa ditebak sama sekali.&ldqu
“Ayo turun.”Wajah Sinar masih saja tertekuk malas. Memasang raut datar, meskipun ada secercah rasa bahagia yang mengembang di dalam dada.“Aku khusus ngambil libur hari ini buat kamu, jarang-jarang, kan, aku ambil libur pas weekend gini.”Sinar mencebik. Namun, sudut bibirnya tertarik menahan senyum. Selama dua tahun mereka menikah, Bintang memang sangat jarang mengambil libur pada saat weekend seperti ini. Andaipun pria itu libur, tetap saja ia berkunjung ke kantor, karena dunia pertelevisian yang digelutinya sangatlah dinamis. Program akan terus berjalan 24 jam dalam sehari selama satu minggu. Dan, Sinar harus bisa memakluminya selama dua tahun berstatus sebagai istri Bintang.“Ayolah, sweetheart. Waktuku hari ini cuma buat kamu. Aku milikmu seharian ini.”“Gombal! Gak usah ngerayu! Entar juga dapet telpon dari kantor, Mas Bin bakal pergi kayak biasanya.” Sinar masih anteng duduk di kursi penumpang
Mulut Sinar menggembung penuh. Mengunyah roti yang berisi krim cokelat dengan hati yang berkecamuk. Setelah mendengar penuturan Raja kemarin, sepulang pria itu dari pengadilan. Mengenai dugaan kalau Pras dijebak, akhirnya di sinilah Sinar berada. Di sebuah ruang khusus, tengah menunggu kedatangan pria yang sudah tidak ditemuinya selama dua bulan.Tapi, apa hubungan antara Pras dijebak, dan Pras meminta Sinar untuk datang bertemu dengannya? Sinar masih belum bisa memahaminya sampai di sini.Dan ketika pintu di depannya terbuka, tatapan keduanya bersirobok tajam. Kunyahan Sinar di mulut semakit cepat, begitupun dengan deru napas yang semakin kasar. Tidak ingin memulai pembicaraan, Sinar memilih diam.Hal yang sama dilakukan oleh Pras, sejak langkahnya telah melewati pintu. Ia duduk dan hanya menatap Sinar yang sibuk memakan roti dan mengunyahnya dalam diam. Pras dapat melihat, kalau manik Sinar penuh dengan kekesalan di dalamnya.Hening.Sampai akhir