Share

Chapter 4

last update Dernière mise à jour: 2025-12-08 05:53:19

“Fyuhhh katanya 30 menit malah lanjut hampir sejam-an”

“Kau telat sih!”

“Lah? Orang Prof. Adrian yang buat janji dadakan!”

“Jangan berantem di depan sini…” Ucap Selene sambil menatap tiga teman setim-nya

Pintu ruang dosen tertutup pelan di belakang Selene. Koridor kampus sudah sepi.

“Kita ke resto ramen yang di simpang tiga depan yuk?” Ajak Fiona.

“Boleh” kali ini Hana nyeletuk, dan Alex mengangguk.

“Maaf guys… aku skip dulu ya? Aku ada janji” Jawab Selene dengan sedikit rasa bersalah.

Untung saja teman temannya ini mengerti.

“Kalau acaranya bagi-bagi warisan, aku minta jatah ya?” Celetuk Fiona dengan nada bercanda.

Selene hanya terkekeh sambil melambaikan tangannya ke arah tim karya ilmiahnya, karena pamit terlebih dahulu karena ada janji penting. Gadis itu masih memegang catatan revisi saat langkahnya berhenti mendadak. Karena refleks melihat jam tangan.

18:41.

Makan malam Romano dijadwalkan jam 19:00. Dari kampus ke restoran saja sudah 20 menit dan itupun jika normal traffic, kalau macet-

Selene mematung beberapa detik sebelum berlari dengan panik. Gadis itu langsung merogoh ponselnya dari tote bag cream kesayangannya

Nomor supir keluarga ditekan tanpa berpikir.

“Pak Rudy!”

“Iya, Nona?”

“Saya baru selesai bimbingan… dan saya telat. Tolong jemput saya di depan gedung fakultas ya!”

Suara Selene terengah mengambil baju yang untungnya baru saja ia ambil dari butik sebelum dipanggil dosen pembimbingnya dari dalam mobil pribadinya.

“Oh iya, panggil kak Marina juga ya pak.”

Terdengar nafas Pak Rudy tercekat karena kaget.

“MUA Nona?”

“iya, tolong ya? Suruh dia naik mobil, kita makeup di jalan aja! Saya gak sempat pulang, keburu telat!”

Setelah panggilan ditutup, Selene langsung lari kecil ke toilet perempuan gedung lama. Gadis itu memasuki salah satu toiletnya dan mengganti kemeja birunya dengan Gaun sage green yang terlihat simpel namun elegan.

Sepatunya diganti kitten heels yang ia simpan darurat di dalam mobil. Rambut coklat bergelombang miliknya yang diikat ia lepas dan ia catok sedikit agar terlihat lebih rapi.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin, makeup masih nihil.

Tak lama kemudian ponselnya menampilkan notifikasi

Pak Rudy (supir)

> Non, saya sudah di depan

Selene langsung keluar menuju depan gedung fakultasnya dengan sedikit berlari dan memasuki mobil hitam milik keluarga Blackwood.

Setelah Selene duduk di kursi belakang, Marina langsung kerja membuka koper make-up nya.

Pas di bagian eyeliner mobil goyang sedikit akibat polisi tidur.

Selene meringis.

“Jangan sampai miring ya kak.”

“Kamu sih pake acara bimbingan segala, emangnya ga bisa izin?”

“Ya bisa… tapi aku kan ketuanya, file lombanya di aku semua”

“Ada-ada aja kamu ini"

Marina mengancingkan anting kecil Selene, walau sedikit setidaknya ada perhiasan agar tidak terlihat terlalu simple. Lip tint merah muda dipasang saat berhenti di lampu merah agar tidak belepotan.

Pas sekali saat Marina menyemprotkan setting spray ke wajah Selene, Mobil berhenti di depan restoran.

Jam di dashboard mobil menunjukkan 18:57. Tiga menit sebelum waktu temu.

“Pak Rudy keren ngebutnya!”

Selene lalu membuka pintu mobil.

“Makasih banyak ya kak, pak.”

Di depan restoran Aurelia Selene berhenti sebentar dan menarik napas sebelum melangkah masuk.

CEO Romano Engineering Corp selalu datang sepuluh menit lebih awal. Hal ini dikarenakan kebiasaan disiplinnya untuk menghargai waktu dan pertemuan.

Restoran Aurelia masih sama seperti sebelumnya, lampu hangat, alunan piano rendah, aroma rosemary dari dapur terbuka.

Pria itu sudah duduk ketika jarum jam menunjukkan 18:50, sepuluh menit dari waktu pertemuan yang dijadwalkan.

Ia menunggu dengan ketenangan yang sama ketika menunggu kapal rampung di dermaga, tidak semua hal bisa dipercepat. Selagi menunggu pria itu membuka tabletnya dan melihat profil dari Selene Blackwood yang akan menjadi partner dinner nya malam ini.

“Mahasiswi semester 5, fakultas teknik sipil…”

Leonard mengetuk jarinya di atas meja. berfikir tentang kemungkinan yang terjadi jika gadis itu telat.

Saat Jarum jam dari jam besar di ujung restoran menunjukkan waktu 18:57, seorang gadis berlari kecil memasuki restoran, kepalanya menyusuri restoran seakan mencari seseorang.

Selene Blackwood.

Ia masuk, dress sederhana warna sage green jatuh alami di tubuh rampingnya. Make-upnya fresh tapi sedikit terlalu soft untuk standar high-class dinner, seolah dibuat terburu-buru.

Begitu melihat Leonard, ia langsung berhenti dan membungkuk kecil.

“Maaf, apakah Anda menunggu lama?”

Nada gadis itu penuh nafas pendek dengan pipi sedikit memerah.

Mata biru pria itu melihat jam.

18:58.

Ia menggeleng pelan.

“Tidak.”

Leonard berdiri dan menarik kursi Selene mempersilahkannya duduk.

“Kau datang tepat waktu.”

Selene terlihat menghela nafas lega. Leonard pun ikut duduk di depannya, pria itu mulai mengamati gerak gerik kandidat calon istri di depannya.

Ujung sepatu Selene sedikit menghadap keluar, bahu sedikit menegang, mata gadis itu sesekali menatapnya seperti mencari reaksi lawan bicara, mengamati lawan bicaranya.

Dia tidak sedang memainkan peran untuk sekedar dipilih melainkan berusaha untuk tidak mengacau dan mempermalukan diri sendiri.

“Kau sepertinya sibuk?”

Leonard membuka percakapan lebih dulu.

Gerakan Selene terhenti sementara, lalu mengangguk pelan.

“…Lumayan.”

Tidak detail.

Hanya satu kata.

Tampaknya nona Blackwood yang satu ini memiliki sifat yang lebih berhati-hati. Tapi bukan Leonard jika tidak bisa mengeruk informasi, itu adalah skill yang sangat dibutuhkan untuk dapat berkecamuk di dalam dunia bisnis yang terkenal tak kenal ampun.

“Kau datang dari kampus?”

Selene terkejap.

Sekilas tampak raut keraguan di wajahnya, namun gadis itu perlahan mengangguk.

“Iya.”

“Kau masuk kuliah malam?”

“Engga, tadi hanya bimbingan.”

Jawaban yang diberikan gadis itu pendek. Tampak masih menahan memberikan jawaban yang terlalu spesifik.

“Bimbingan apa?”

Pancing Leonard lagi yang membuat Selene kembali mengerjapkan matanya, menatap Leonard dengan tatapan aneh.

“...Bimbingan untuk lomba karya tulis ilmiah, tim kami baru saja lolos seleksi regional minggu lalu.”

Leonard menyadari hal kecil. Memang kecil, tetapi senyuman yang diberikan gadis itu begitu tulus saat memberitahukan hal itu. Sangat jelas Selene tampak bangga tentang pencapaiannya itu.

“Itu hebat”

Selene refleks mengangkat wajahnya, menatap Leonard yang menyesap wine nya.

“Benarkah?”

Tanya Selene ragu.

“Iya tentu saja, aku yakin seleksi lomba itu sangat ketat mengingat dimana letak kampusmu berada, kau pasti telah bekerja keras agar bisa lolos seleksi itu.”

‘Kau juga tampak bangga dengan itu.’

Pikir Leonard namun tak ia sebut.

“Terima kasih, aku dan timku benar-benar senang saat pengumumannya keluar.”

Leonard sedikit terpukau, wajah yang ditampakkan gadis di depannya sangat berbeda dengan wajah yang sedari tadi ada. Wajah cantiknya menampakkan bibir merah muda yang melengkung keatas, mata gadis itu juga ikut melengkung, sebuah senyuman yang begitu nyata terpampang jelas disana.

Di lain sisi Selene merasakan hangat dalam hatinya, tak ia sangka ia akan mendapatkan ucapan selamat dari pria yang baru ia temui hari ini dibanding keluarga dan pacar- ralat, mantan nya.

Omong-omong soal mantan, hanya memikirkannya saja membuat Selene kesal. Gadis itu memotong steaknya dengan sedikit lebih banyak tenaga.

“Apa dagingnya keras?”

Suara Leonard membuat Selene terkesiap.

“Ah… tidak- um… sedikit…?”

Sebenarnya steak itu tidak begitu keras, hanya saja tidak mungkin kan Selene mengatakan ia membayangkan steak itu mantan nya dan berharap untuk mencincangnya?

Tanpa aba-aba Leonard mengambil piring Selene, dan membantunya memotong steak milik gadis itu.

“Kau perlu makan lebih banyak.”

Ucapnya dengan tenang.

“Ah… Iya terima kasih…”

Leonard mengembalikan piring Selene. Dan pada saat itu juga Selene menyadari satu hal.

Leonard Romano sangatlah berperilaku layaknya gentleman, sepanjang diner ini Selene tak melihat sedikitpun aura dingin dan licik yang sering dirumorkan.

Pada saat itu Leonard kembali bersuara,

“Apa kamu punya rencana pribadi?”

Pertanyaan yang sama dengan yang ia tanyakan pada Rosette di hari sebelumnya.

Selene berkedip.

“...Rencana... pribadi?”

CEO berambut pirang itu mengangguk.

“Ya seperti goal di masa depan, atau harapan yang ingin kau wujudkan.”

Selene sedikit menunduk, menatap serbet di atas meja yang dilipat rapih sambil berfikir.

Bolehkah ia sebutkan mimpinya? Kekhawatirannya jika ia menikah? Bukankah pria dengan power seperti Leonard Romano tidak menyukai wanita yang terlalu ambisius?

Leonard kembali bersuara.

“Tenang saja nona, aku tidak akan mengejek.”

Selene terdiam sejenak, masih ada keraguan di hatinya namun ia memberanikan diri.

“Untuk saat ini…”

Gadis itu mulai berbicara.

“Aku masih ingin melanjutkan kuliahku.”

Leonard mengangguk, memberikan kode agar gadis itu tetap melanjutkan ucapannya.

“Kalau memungkinkan, aku juga ingin lanjut ke pendidikan yang lebih tinggi lagi.”

“Kau ingin menjadi profesor?”

Ucapan itu membuat Selene sedikit malu, gadis itu lalu dengan perlahan mengangguk.

“Itu luar biasa, semoga kau bisa membuatnya menjadi kenyataan.”

Leonard tersenyum kecil sambil mengatakan itu.

Selene berkedip cepat mendengarkan ucapan semangat pria yang sampai beberapa jam yang lalu belum pernah ia temui sama sekali itu.

“Kau tidak menganggapnya aneh?”

Perkataan itu membuat Leonard mengangkat satu alisnya.

“Aneh? Aneh kenapa?”

Selene mencengkram rok sage green nya, sebelum menjawab.

“Maksudku… Aku ingin sekolah lebih tinggi lagi, kau tak menganggapku terlalu ambisius?”

Ucapan Selene membuat Leonard mendengus.

“Kalau itu disebut ambisius maka aku adalah orang paling serakah di dunia”

Selene tampak tercengang, nyatanya banyak pria menganggap seorang wanita tidak perlu sekolah tinggi-tinggi. Selene seringkali mendengar bahwa seorang wanita hanya perlu belajar untuk mensupport pasangannya saja. Selene tak menyangka kata-kata itu keluar dari mulut seorang pria seperti Leonard Romano.

Di lain sisi Leonard tersenyum puas.

‘Selene Blackwood berbeda dengan Rosette dari segala hal. Mungkin butuh sedikit dorongan, tapi semangat itu ada disitu’

Leonard kembali bersuara.

“Apa tidak ada yang ingin kau tanyakan padaku?”

Pertanyaan itu membuat Selene terpaku.

‘Pertanyaan? Apa seharusnya aku bertanya lebih banyak tentangnya? Ah iya juga, kalau di pikir-pikir sedari tadi yang banyak bertanya adalah tuan Romano. Tapi aku harus nanya apa?’

Selene sedikit meracau di dalam kepalanya, gadis itu terlihat menimang-nimang hal apa yang seharusnya ia tanyakan pada orang yang mungkin akan menjadi calon suaminya itu.

Di lain sisi Leonard kembali tersenyum.

“Kau sedikit menggemaskan”

Selene terhenti.

“...Apa?”

Leonard terus tersenyum sambil mulai berdiri.

“Sepertinya…”

Pria bermata biru tersebut meraih tangan gadis bermata hazel yang saat ini sedikit membulat.

“Perlu lebih dari satu kali pertemuan untuk mengenal nona Selene Blackwood yang satu ini”

Mata Selene berkedip cepat, sedikit tersipu dengan ucapan pria yang saat ini sedang mengangkat sedikit lengannya lalu…

Sebuah kecupan ringan mendarat di punggung tangan wanita itu.

Wajah Selene refleks memerah.

“Semoga anda sehat sampai kita bertemu lagi…”

Pria itu menunjukkan sebuah seringai yang menawan.

“My future wife”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • My Blissful Marriage   Chapter 5

    “Sel.”“Selene.”“SELENE!”Panggilan terakhir itu membuat Selene sedikit tersentak.“Hah! Selene akhirnya menatap Fiona yang sedari tadi sudah memanggilnya beberapa kali semenjak dosen sudah keluar kelas. Saat ini kelas yang tadinya dipenuhi mahasiswa cuma tertinggal Selene, Fiona dan beberapa anak yang terlihat ingin melanjutkan tugas kelompok.“Are you okay? Kamu dari tadi kelihatan banyak pikiran”Selene menghela nafas sejenak. Memang benar, sejak makan malam semalam pikiran Selene langsung kemana-mana. Memang benar makan malam itu awalnya ditujukan untuk Leonard Romano agar bisa menemukan calon istrinya. Tapi tetap saja, Selene tidak menyangka di antara dirinya dan Rosetta, dirinya lah yang akan dipilih. Selene menggelengkan kepalanya untuk menjernihkan pikiran lalu menatap Fiona yang sedari tadi hanya terdiam menatap Selene dengan tatapan aneh.“Sel, what’s wrong?”‘What’s wrong? A lot!’Itu yang dipikirkan Selene tapi sekali lagi gadis itu hanya menghela nafas. “Ayo pergi du

  • My Blissful Marriage   Chapter 4

    “Fyuhhh katanya 30 menit malah lanjut hampir sejam-an”“Kau telat sih!”“Lah? Orang Prof. Adrian yang buat janji dadakan!”“Jangan berantem di depan sini…” Ucap Selene sambil menatap tiga teman setim-nya Pintu ruang dosen tertutup pelan di belakang Selene. Koridor kampus sudah sepi. “Kita ke resto ramen yang di simpang tiga depan yuk?” Ajak Fiona.“Boleh” kali ini Hana nyeletuk, dan Alex mengangguk.“Maaf guys… aku skip dulu ya? Aku ada janji” Jawab Selene dengan sedikit rasa bersalah.Untung saja teman temannya ini mengerti.“Kalau acaranya bagi-bagi warisan, aku minta jatah ya?” Celetuk Fiona dengan nada bercanda.Selene hanya terkekeh sambil melambaikan tangannya ke arah tim karya ilmiahnya, karena pamit terlebih dahulu karena ada janji penting. Gadis itu masih memegang catatan revisi saat langkahnya berhenti mendadak. Karena refleks melihat jam tangan.18:41.Makan malam Romano dijadwalkan jam 19:00. Dari kampus ke restoran saja sudah 20 menit dan itupun jika normal traffic, kal

  • My Blissful Marriage   Chapter 3

    Jendela kaca setinggi langit-langit membentang memenuhi satu sisi ruang kerja. Dari jendela yang membentang itu, pelabuhan utama kota terlihat seutuhnya. Dari atas situ, terlihat kesibukan pekerja serta peralatan peralatan berat dari Romano engineering corp.Kontainer satu persatu ditarik seperti bidak catur, pekerja berhelm tampak serupa titik-titik putih, serta percikan api las berkedip seperti kunang-kunang.Seorang pria dengan setelan hitam melekat sangat pas pada tubuh tinggi ramping. Mata biru itu menyapu pemandangan dari atas tower Romano, satu tangannya menggenggam mug berisi kopi.Pria itu, Leonard Romano CEO of Romano Engineering Corp.“Pak,” Robert, sekretaris pribadi Leonard membuka suara, “Para eksekutif masih mempertanyakan keputusan anda untuk melakukan pernikahan politik dengan Blackwood Corporation.”Leonard dengan tenang meminum kopinya.“Saya yang nikah kenapa mereka yang nolak?” Mendengar itu Robert berkata jujur.“Mereka ingin mendorong putri mereka untuk menjadi

  • My Blissful Marriage   Chapter 2

    Selene terdiam sejenak di depan beberapa potret yang terpampang di tembok kediaman keluarga Cromwell saat memasuki rumah mewah tersebut.Ada banyak potret di situ, dan hampir di setiap potret terdapat wajah Oliver Cromwell, kepala keluarga Cromwell dan CEO Cromwell corp saat ini.Selene berjalan menyusuri lorong tersebut dan melirik sebuah potret baru seorang wanita dengan riasan dan perhiasan yang terkesan mewah.Rietta Cromwell, Istri kedua Oliver.Disebelah potret itu terdapat potret seorang laki-laki berambut hitam, Ronan Cromwell. Anak pertama Rietta. Dibawahnya terdapat potret keluarga yang membuat Selene mendengus. karena potret itu hanya terdapat Oliver, Rietta, Ronan dan juga Rosetta, Adik tiri Selene.Adik tiri yang baru saja memungut sampah miliknya. Yah memang sama-sama sampah sih jadi cocok.Selene kembali berjalan dengan lebih cepat, tak sudi melihat potret keluar bahagia itu. seluruh tembok galeri itu dipenuhi oleh potret mereka.Namun dari sudut matanya, Selene melihat

  • My Blissful Marriage   Chapter 1

    "Ayo kita putus."Selene terpaku, ponsel dengan case berwarna lilac masih menempel di telinga, suara kafe berdengung samar di sekitarnya.Kalimat itu datang tanpa peringatan, membuat nafas Selene tercekat."Semua tentang kamu, kamu, kamu! Aku capek dengernya!"Lanjut suara di seberang, yang sampai pagi tadi masih ia sebut pacar."Terus terang... kamu gak nganggap aku pacar kan?"Detik itu, Selene terpaku, mata hazel-nya memanas dan pandangannya sedikit mengabur. Padahal lima menit sebelumnya, gadis itu masih tersenyum dengan penuh kebahagiaan.Gadis itu baru saja menerima email bahwa karya ilmiahnya terpilih untuk ajang kompetisi nasional, suatu hal yang ia kejar berbulan-bulan tanpa tidur yang cukup."Apa... maksudmu?"Padahal ia hanya ingin berbagi berita baik dengan orang yang seharusnya menjadi sandaran dan orang terdekatnya, Matteo Hickins, pacar yang sudah setahun lebih bersamanya.Sayang, dunia nyata tak seindah bayangannya."Kamu bahkan nggak sadar kalau kamu itu egois" ujar pr

  • My Blissful Marriage   Prologue

    Saat awal bertemu dulu, Selene mengira ia akan menikahi pria yang berbahaya dan harus diwaspadai. Pria dengan rambut pirang dan bermata biru itu terkenal dingin, to the point dan tidak suka basa-basi.. Orang-orang mengenal Leonard Romano sebagai pria yang hidup sesuai dengan nama yang diberikan padanya sejak lahir. Leonard, yang memiliki arti singa, dan juga simbol kekuatan, keberanian, dan kepemimpinan. Tidak salah... Tapi apakah kalian tahu jika singa itu masih satu keluarga dengan kucing? . . . Malam itu, dari dalam sebuah penthouse luas yang bernuansa monochrome seorang wanita berambut ash brown bergelombang sedang duduk santai di atas sofa berwarna abu-abu. Pendingin udara berdengung lembut, bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh gadis itu. Selene Romano dengan santai mengotak atik tablet yang berada di tangannya, sibuk menyelesaikan laporan penelitian yang belum ia selesaikan. Beberapa menit berlalu sampai pria yang katanya “berbahaya” itu muncul dari ar

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status